Rabu, 27 November 2019

Wanita dan Radikalisme


WANITA DAN RADIKALISME

SETIONO 

Indonesia sebagai negara yang penuh dengan keragaman suku, budaya, bahasa, dan agama. Hal itu membuat istimewa Indonesia, namun dengan keragaman yang begitu banyak disatu sisi bisa membawa dampak posistif yaitu pada nilai-nilai persatuan dan kesatuan maupun nilai kegotong royongan, disisi lain keragaman itu bisa berdampak negative, jika setiap individu dan kelompok memiliki sikap sentiment terhadap perbedaan, baik atas nama agama maupun kelompok. Hal itu dapat memicu sikap rasisme, extremisme dan bahkan sikap radikalisme.
Indonesia saat ini cukup rentan terhadap gerakan extremisme dan radikalisme, khusunya pada kaum perempuan. Dengan budaya patriarki di Indonesia yang memposisikan perempuan dalam posisi marginal dan subordinat. Maka perempuan Indonesia akan lebih mudah terpapar gerakan extreamisme maupun radikalisme, terutama perempuan di pedesaan dengan tingkat pendidikan dan ekonomi yang tidak memadai ataupun perempuan dengan pemahaman agama yang sedikit itu akan mudah terpengaruh oleh doktrin-doktrin yang mengarah pada sikap extreamisme dan radikalisme. Mengapa demikian, melihat hasil penelitian dari Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), bahwa aksi bom bunuh diri yang terjadi beberapa waktu terakhir ini, salah satu dari pelaku bom bunuh diri adalah perempuan yang bahkan mengikutsertakan keluarga atau anak-anaknya. Jika melihat fenomena tersebut, sebenarnya keterlibatan perempuan dalam jaringan radikalisme sudah lama terjadi. Namun, baru-baru ini saja kejadian tersebut terlihat.
Perempuan Indonesia dalam jaringan organisasi extreamisme dan radikalisme saat ini mulai melakukan aksi-aksi bom bunuh diri. Bahkan IPAC merilis laporan yang mengatakan bahwa setidaknya ada 50 pekerja rumah tangga perempuan Indonesia di Asia Timur-kebanyakan dari mereka tinggal di Hong Kong-menjadi radikal dan ikut dalam kelompok diskusi extreamis. Artinya perempuan yang bekerja di luar negeri sangat rentan untuk terpapar dan terlibat dalam jaringan organisasi extreamis. Sebab dengan minimnya pengetahuan agama dan dengan doktrin-doktrin yang diberikan oleh organisasi extreamis dapat mengubah pola pikir dan pemaham mereka terhadap agama maupun pemerintah. Seperti kejadian dua WNI yang di deportasi yaitu pekerja rumah tangga perempuan yang terindikasi terlibat dalam jaringan radikalisme ISIS, artinya hal ini menunjukkan semakin rentannya pembantu rumah tangga yang bekerja di luar negeri terhadap ancaman radikalisasi dan terlibat dalam aksi terorisme. Hal itu semakin mengkhawatirkan keamanan dan cukup menantang bagi keamanan di Indonesia.
Perempuan yang sejatinya memiliki peran penting dalam keluarga untuk peningkatan nilai-nilai dan norma-norma yang baik, namun sangat rentan karena jaringan organisasi extreamis dan radikal memfokuskan pada perempuan agar terlibat dalam gerakannya. Jika melihat fenomena diatas, bahwa perempuan terlibat karena ketidaktahuannya dan minimnya pemahaman agama yang dimilikinya. Kendati bahwa perempuan juga dapat menjadi agen dalam pencegahan extreamis dan radikalisasi melalui keluarga. Karena perempuan memiliki sikap yang bijak dan lembut. Namun, pemerintah juga harus melakukan upaya-upaya preventif yang lebih di fokuskan pada perempuan, khususnya mereka yang akan bekerja di luar negeri. Tidak hanya itu, pemerintah harus memiliki program yang bisa mencegah terjadi gerakan extreamisme dan radikalisme, meskipun sudah ada undang-undang yang mengaturnya, namun jika tidak adanya kesadaran dan kerja sama dengan para stakeholder maka upaya tersebut tidak akan berjalan optimal. Dengan demikian, perlu adanya sinergisitas antar lembaga atau stakeholder yang terkait.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makna Tahlilan

  PROSESI DAN MAKNA TAHLILAN DI DESA KLORON PLERET BANTUL SETIONO    A.    Latar Belakang Tahlilan sangat erat sekali kaitannya de...