Agama
: Generric vs Differensial
Oleh: SETIONO
Kita semua secara naluriah telah
mempunyai pengetahuan tentang agama. Tetapi untuk memperoleh definisi agama
secara sosiologis kita perlu menelusuri premis dasar dari agama-agama besar
dunia agar definisi kita terarah kepada spectrum pengalaman agama manusia, lalu
menelusuri arti agama secara etimologis atau terminologis. Dengan hal ini, kita
pun harus memahami terlebih dulu mengenai sosiologi dan antropologi. Mungkin dapat
kita pahami, bahwa sosiologi merupakan sebuah cabang ilmu sosial yang
mempelajari masyarakat dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia. Sedangkan
antropologi merupakan studi yang mempelajari tentang kehidupan manusia baik
dari segi fisik, sosial dan budayanya. Maka, semenjak era ilmu pengetahuan ini,
humanitas telah menggantikan agama dan filsafat masa lalu telah dikesampingkan.
Dengan hal ini, Durkheim akhirnya menyadari bahwa kebutuhan utama manusia akan
selalu terikat kepada satu komunitas.
Semakin berkembangnya suatu
peradaban yang tak dapat dihindari lagi, maka akan memunculkan berbagai
pemikiran dari ilmuan-ilmuan. Berbagai jenis perubahan muncul dari dalam dan
sekelilingnya. Dari ini, Durkheim membagi kondisi saat itu menjadi empat pola
yakni; (1) Adanya tatanan sosial masyarakat Eropa tradisional yang dulu terikat
dengan tali kekeluargaan, komunitas dan agama, sekarang telah digantikanoleh
munculnya kontrak sosial baru, dimana individualism dan kepentingan pragmatis
kelihatan lebih berkuasa. (2) Dalam hal perilaku dan moral, nilai-nilai sacral
dan keyakinan keagamaan yang disetujui oleh gereja, sekarang ditantang oleh
kepercayaan baru yang lebih menekankan rasionalitas. (3) Di bidang politik,
munculnya masa demokratis dalam masyarakat arus bawah dan pusat kekuasaan yang
kuat di arus atas telah mengubah kontrol sosial alami masyarakat. (4) Dalam
urusan pribadi (perasaan kesepian dan terisolasi).
Pada hal ini Durkheim telah
mengatakan hanya sosiologilah yang akan bisa membantu memahami gejolak masyarakat
yang bergerak di atas kaki mereka sendiri. Durkheim dalam penyelidikannya
menggunakan dua prinsip utama yaitu; (1) Sifat alami masyarakat ialah objek
penyelidikan sistematik yang paling cocok dan menjanjikan, khususnya dalam
sejarah saat ini, (2) Semua fakta sosial harus diinvestigasi melalui metode
ilmiah subjektif dan semurni mungkin. Maka, dengan ini akan sangat memudahkan
dalam memahami suatu masyarakat ataupun masyarakat beragama. Dia menjelaskan
bahwa kehidupan sosial telah membentuk corak paling mendasar dalam kebudayaan
manusia. Namun sayangnya, yang menjadi perhatian utama para pemikir sebelumnya
bukanlah kenyataan tersebut. Bahkan Durkheim melangkah lebih jauh dari para
ahli ini. Dia menegaskan bahwa fakta sosial tidak ada bedanya dengan batu atau
kerang di lautan. Fakta sosial sama “riil” dan sama “padat”-nya dengan kedua
benda tersebut. Karena sebuah masyarakat bukanlah suatu yang kecil, tetapi
memiliki banyak fakta, sepert bahasa, hukum, kebiasaan, ide, nilai, tradisi,
teknik, sampai kesebutpada aneka jenis produk yang dihasilkan masyarakat
tersebut.
Menurut Durkheim, metode-metode yang
diterapkan dalam studi sosiologi tidak ada bedanya dengan metode disiplin
ilmiah. Kunci untuk memahami setiap ilmu, baik ilmu sosial maupun alam, terletak
pada pengumpulan bukti, diikuti pembandingan, pengelompokan dan diakhiri sengan
penarikan sebuah kesimpulan umum atau hukum yang setiap saat bisa dibuktikan
validitasnya. Sehingga, sosiologi tidak saja untuk menerapkan sebuah metode
yang ada pada ilmu-ilmu lain. Dia pun dalam memberi definisi tentang agama,
bahwa agama adalah satu sistem kepercayaan dengan perilaku-perilaku yang utuh
dan selalu dikaitkan dengan Yang Sakral, yaitu sesuatu yang terpisah dan
terlarang. Dengan demikian, teori Durkheim menegaskan bahwa tidak aka nada
bedanya dari sudut manapun kita memandang apa yang menimbulkan satu agama,
bahkan setiap agama, karena pasti terpulang kembali kepada aspek sosial
masyarakat pemeluknya.
Dimensi Antropologi
Sebuah agama merupakan suatu hal
positif dalam mengembangkan kehidupan yang teratur dan terarah. Dengan agama,
manusia mampu menjaga hubungan atau interakasi di lingkungan masyarakat. Begitu
juga, dengan adanya antropologi, maka manusia akan mudah dalam mengatur
hidupnya serta membangun kerja sama yang baik. Antropologi tidak sekedar
sebagai ilmu saja, tetapi antropologi juga merupakan praktik yang dapat kita
lihat dalam kehidupan bermasyarakat. Karena antropologi bukan ilmu yang eksotis
dijalankan oleh para pemikir kuno di menara gading. Sebaliknya, itu adalah
holistik, komparatif, lapangan biokultur dengan kesatuan untuk memberitahukan
kepada publik. Kita lihat pada American Anthropological Association (AAA),
telah secara resmi mengakui peran pelayanan publik dengan mengakui antropologi
yang memiliki dua dimensi penting yakni:
(1) antropologi akademik,
(2) menjalankan atau diterapkan
(antropologi terapan)
Antropologi
memiliki dua dimensi yaitu sebagai akademik dan diterapkan atau dipraktikan. Di
berbagai pengaturan antropologi teratur adalah "diterapkan" -
digunakan untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang melibatkan
perilaku manusia, kondisi sosial, dan kesehatan masyarakat. Terapan, alias
"berlatih", antropolog bekerja untuk berbagai kelompok dan
organisasi, termasuk pemerintahan, lembaga, dan bisnis. Sebuah antropologi
merupakan sebuah halayak yang mampu membangun sebuah kinerja yang baik dalam
kehidupan sosial, bahkan agama dan antropologi dapat membangun sebuah tindakan
yang dapat berguna dalam kehidupan bermasyarakat. Sebab agama itu di dalamnya
terdapat pemeluknya yang dapat kita arahkan dalam sebuah antropologi. Banyak
antropolog terapan bekerja sama dengan masyarakat lokal untuk mengidentifikasi
dan menyadari kebutuhan mereka dirasakan dan untuk merencanakan dan menerapkan
perubahan sesuai dengan budaya, sementara juga usaha untuk melindungi
orang-orang dari kebijakan yang merugikan. Sehingga, antropologi diterapkan
dalam pendidikan, perkotaan, pedesaan, kesehatan, dan bisnis pengaturan. Domain
tersebut dapat memiliki teoritis maupun terapan, dan biologi serta sosial
budaya, dimensi. Antropolog pendidikan bekerja dalam ruang kelas, rumah,
lingkungan, dan pengaturan lain yang relevan dengan pendidikan. Antropolog
perkotaan mempelajari masalah dan kebijakan yang melibatkan migrasi, kehidupan
kota, dan urbanisasi.
Antropolog
medis memeriksa penyakit dan kesehatan sistem lintas-budaya. Untuk bisnis,
aspek kunci dari antropologi termasuk etnografi dan observasi sebagai cara
pengumpulan data, keahlian lintas-budaya, dan fokus pada keanekaragaman.
Pandangan komparatif Antropologi menyediakan latar belakang yang berharga untuk
bekerja di luar negeri. Fokus pada keragaman budaya dan juga sangat relevan
untuk bekerja di kontemporer Utara America. Para antropolog memiliki sebuah
peran yang baik dalam membangun sebuah intelektual yang baik dan mengembangkan
kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Kemajuan zaman yang sudah tak dapat
kita elakan, membuat manusia memiliki pemikiran untuk membangun sebuah etika
hidup serta membangun sebuah perkumpulan atau organisasi yang berbasis agama.
Dimana manusia mulai yakin dengan adanya sebuah semangat hidup yang mengglobal,
maka dapat mewujudkan atau tercipta sebuah kehadiran dalam dirinya sebuah
spiritual yang meningkat, sehingga mengakibatkan munculnya sebuah organisasi
yang bersifat keagaamaan. Dari sini, manusia tercipta dalam sebuah kinerja
hidup untuk menjadi sejahtera. Karena manusia mampu melakukan sebuah kerja dan
membangun sebuah bisnis yang dapat menjadi kelengkapan hidupnya. Sehingga,
agama dapat membangun atau memunculkan sebuah gagasan yang penting dalam
tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Fokus pada
kebangkitan agama di banyak bagian dunia berkembang menggarisbawahi gagasan,
bahwa banyak orang sekarang merasa peningkatan semangat keagamaan yang baik
dapat menanamkan organisasi berbasis agama dari mana mereka berasal dan bahkan
mungkin mengkompensasi kurangnya kemampuan materi dan kenyamanan (Berger 1999;
Thomas 2005). Dengan demikian, manusia mulai mencoba dan membangun sebuah
kenyamanan hidup dengan adanya ide-ide yang bersifat positif, sehingga mampu
membuat manusia lebih mudah dalam berinteraksi dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Note: Lihat Buku The Seven Thories of Religion
Tidak ada komentar:
Posting Komentar