Selasa, 22 Maret 2016

Agama: Generric vs Differensial

Agama : Generric vs Differensial 
Oleh: SETIONO  

            Kita semua secara naluriah telah mempunyai pengetahuan tentang agama. Tetapi untuk memperoleh definisi agama secara sosiologis kita perlu menelusuri premis dasar dari agama-agama besar dunia agar definisi kita terarah kepada spectrum pengalaman agama manusia, lalu menelusuri arti agama secara etimologis atau terminologis. Dengan hal ini, kita pun harus memahami terlebih dulu mengenai sosiologi dan antropologi. Mungkin dapat kita pahami, bahwa sosiologi merupakan sebuah cabang ilmu sosial yang mempelajari masyarakat dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia. Sedangkan antropologi merupakan studi yang mempelajari tentang kehidupan manusia baik dari segi fisik, sosial dan budayanya. Maka, semenjak era ilmu pengetahuan ini, humanitas telah menggantikan agama dan filsafat masa lalu telah dikesampingkan. Dengan hal ini, Durkheim akhirnya menyadari bahwa kebutuhan utama manusia akan selalu terikat kepada satu komunitas.
            Semakin berkembangnya suatu peradaban yang tak dapat dihindari lagi, maka akan memunculkan berbagai pemikiran dari ilmuan-ilmuan. Berbagai jenis perubahan muncul dari dalam dan sekelilingnya. Dari ini, Durkheim membagi kondisi saat itu menjadi empat pola yakni; (1) Adanya tatanan sosial masyarakat Eropa tradisional yang dulu terikat dengan tali kekeluargaan, komunitas dan agama, sekarang telah digantikanoleh munculnya kontrak sosial baru, dimana individualism dan kepentingan pragmatis kelihatan lebih berkuasa. (2) Dalam hal perilaku dan moral, nilai-nilai sacral dan keyakinan keagamaan yang disetujui oleh gereja, sekarang ditantang oleh kepercayaan baru yang lebih menekankan rasionalitas. (3) Di bidang politik, munculnya masa demokratis dalam masyarakat arus bawah dan pusat kekuasaan yang kuat di arus atas telah mengubah kontrol sosial alami masyarakat. (4) Dalam urusan pribadi (perasaan kesepian dan terisolasi).
            Pada hal ini Durkheim telah mengatakan hanya sosiologilah yang akan bisa membantu memahami gejolak masyarakat yang bergerak di atas kaki mereka sendiri. Durkheim dalam penyelidikannya menggunakan dua prinsip utama yaitu; (1) Sifat alami masyarakat ialah objek penyelidikan sistematik yang paling cocok dan menjanjikan, khususnya dalam sejarah saat ini, (2) Semua fakta sosial harus diinvestigasi melalui metode ilmiah subjektif dan semurni mungkin. Maka, dengan ini akan sangat memudahkan dalam memahami suatu masyarakat ataupun masyarakat beragama. Dia menjelaskan bahwa kehidupan sosial telah membentuk corak paling mendasar dalam kebudayaan manusia. Namun sayangnya, yang menjadi perhatian utama para pemikir sebelumnya bukanlah kenyataan tersebut. Bahkan Durkheim melangkah lebih jauh dari para ahli ini. Dia menegaskan bahwa fakta sosial tidak ada bedanya dengan batu atau kerang di lautan. Fakta sosial sama “riil” dan sama “padat”-nya dengan kedua benda tersebut. Karena sebuah masyarakat bukanlah suatu yang kecil, tetapi memiliki banyak fakta, sepert bahasa, hukum, kebiasaan, ide, nilai, tradisi, teknik, sampai kesebutpada aneka jenis produk yang dihasilkan masyarakat tersebut.
            Menurut Durkheim, metode-metode yang diterapkan dalam studi sosiologi tidak ada bedanya dengan metode disiplin ilmiah. Kunci untuk memahami setiap ilmu, baik ilmu sosial maupun alam, terletak pada pengumpulan bukti, diikuti pembandingan, pengelompokan dan diakhiri sengan penarikan sebuah kesimpulan umum atau hukum yang setiap saat bisa dibuktikan validitasnya. Sehingga, sosiologi tidak saja untuk menerapkan sebuah metode yang ada pada ilmu-ilmu lain. Dia pun dalam memberi definisi tentang agama, bahwa agama adalah satu sistem kepercayaan dengan perilaku-perilaku yang utuh dan selalu dikaitkan dengan Yang Sakral, yaitu sesuatu yang terpisah dan terlarang. Dengan demikian, teori Durkheim menegaskan bahwa tidak aka nada bedanya dari sudut manapun kita memandang apa yang menimbulkan satu agama, bahkan setiap agama, karena pasti terpulang kembali kepada aspek sosial masyarakat pemeluknya.


Dimensi Antropologi
            Sebuah agama merupakan suatu hal positif dalam mengembangkan kehidupan yang teratur dan terarah. Dengan agama, manusia mampu menjaga hubungan atau interakasi di lingkungan masyarakat. Begitu juga, dengan adanya antropologi, maka manusia akan mudah dalam mengatur hidupnya serta membangun kerja sama yang baik. Antropologi tidak sekedar sebagai ilmu saja, tetapi antropologi juga merupakan praktik yang dapat kita lihat dalam kehidupan bermasyarakat. Karena antropologi bukan ilmu yang eksotis dijalankan oleh para pemikir kuno di menara gading. Sebaliknya, itu adalah holistik, komparatif, lapangan biokultur dengan kesatuan untuk memberitahukan kepada publik. Kita lihat pada American Anthropological Association (AAA), telah secara resmi mengakui peran pelayanan publik dengan mengakui antropologi yang memiliki dua dimensi penting yakni:
(1) antropologi akademik,
(2) menjalankan atau diterapkan (antropologi terapan)
            Antropologi memiliki dua dimensi yaitu sebagai akademik dan diterapkan atau dipraktikan. Di berbagai pengaturan antropologi teratur adalah "diterapkan" - digunakan untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang melibatkan perilaku manusia, kondisi sosial, dan kesehatan masyarakat. Terapan, alias "berlatih", antropolog bekerja untuk berbagai kelompok dan organisasi, termasuk pemerintahan, lembaga, dan bisnis. Sebuah antropologi merupakan sebuah halayak yang mampu membangun sebuah kinerja yang baik dalam kehidupan sosial, bahkan agama dan antropologi dapat membangun sebuah tindakan yang dapat berguna dalam kehidupan bermasyarakat. Sebab agama itu di dalamnya terdapat pemeluknya yang dapat kita arahkan dalam sebuah antropologi. Banyak antropolog terapan bekerja sama dengan masyarakat lokal untuk mengidentifikasi dan menyadari kebutuhan mereka dirasakan dan untuk merencanakan dan menerapkan perubahan sesuai dengan budaya, sementara juga usaha untuk melindungi orang-orang dari kebijakan yang merugikan. Sehingga, antropologi diterapkan dalam pendidikan, perkotaan, pedesaan, kesehatan, dan bisnis pengaturan. Domain tersebut dapat memiliki teoritis maupun terapan, dan biologi serta sosial budaya, dimensi. Antropolog pendidikan bekerja dalam ruang kelas, rumah, lingkungan, dan pengaturan lain yang relevan dengan pendidikan. Antropolog perkotaan mempelajari masalah dan kebijakan yang melibatkan migrasi, kehidupan kota, dan urbanisasi.
            Antropolog medis memeriksa penyakit dan kesehatan sistem lintas-budaya. Untuk bisnis, aspek kunci dari antropologi termasuk etnografi dan observasi sebagai cara pengumpulan data, keahlian lintas-budaya, dan fokus pada keanekaragaman. Pandangan komparatif Antropologi menyediakan latar belakang yang berharga untuk bekerja di luar negeri. Fokus pada keragaman budaya dan juga sangat relevan untuk bekerja di kontemporer Utara America. Para antropolog memiliki sebuah peran yang baik dalam membangun sebuah intelektual yang baik dan mengembangkan kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
            Kemajuan zaman yang sudah tak dapat kita elakan, membuat manusia memiliki pemikiran untuk membangun sebuah etika hidup serta membangun sebuah perkumpulan atau organisasi yang berbasis agama. Dimana manusia mulai yakin dengan adanya sebuah semangat hidup yang mengglobal, maka dapat mewujudkan atau tercipta sebuah kehadiran dalam dirinya sebuah spiritual yang meningkat, sehingga mengakibatkan munculnya sebuah organisasi yang bersifat keagaamaan. Dari sini, manusia tercipta dalam sebuah kinerja hidup untuk menjadi sejahtera. Karena manusia mampu melakukan sebuah kerja dan membangun sebuah bisnis yang dapat menjadi kelengkapan hidupnya. Sehingga, agama dapat membangun atau memunculkan sebuah gagasan yang penting dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Fokus pada kebangkitan agama di banyak bagian dunia berkembang menggarisbawahi gagasan, bahwa banyak orang sekarang merasa peningkatan semangat keagamaan yang baik dapat menanamkan organisasi berbasis agama dari mana mereka berasal dan bahkan mungkin mengkompensasi kurangnya kemampuan materi dan kenyamanan (Berger 1999; Thomas 2005). Dengan demikian, manusia mulai mencoba dan membangun sebuah kenyamanan hidup dengan adanya ide-ide yang bersifat positif, sehingga mampu membuat manusia lebih mudah dalam berinteraksi dan memenuhi kebutuhan hidupnya.


Note: Lihat Buku The Seven Thories of Religion

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makna Tahlilan

  PROSESI DAN MAKNA TAHLILAN DI DESA KLORON PLERET BANTUL SETIONO    A.    Latar Belakang Tahlilan sangat erat sekali kaitannya de...