Selasa, 22 Maret 2016

Pendekatan Klasik Terhadap Agama (Animisme dan Magis)

    Pendekatan Klasik Terhadap Agama     
Oleh: SETIONO

            Ketika kita melihat para teori-teori klasik dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan, seperti apa itu agama dan kenapa manusia memiliki dan melakukan praktik keagamaan, hampir seusia dengan sejarah manusia itu sendiri. Teori klasik ini muncul dari satu suku atau dari satu tempat dengan melakukan perjalanan dari satu tempat ketempat lain maupun dari suku ke suku dan mendapati suku lain itu memiliki Tuhan yang berbeda dengan apa yang dia miliki di tempat asalnya. Kemudian dengan pemikiran para filosof yang senada berpendapat bahwa dewa-dewa merupakan personifikasi langit, laut dan kekuatan alam. Dari hal ini para filosof mencoba menjelaskan lebih intensif, bagaimana kekuatan-kekuatan itu menjadi bagian dari keyakinan agama. Dengan hal ini pula mereka percaya bahwa hal itu sangat mungkin dalam menjelaskan seluruh agama dan mereka pun yakin hal tersebut dapat terwujud melalui penelitian yang sebagian besar harus bermuatan sejarah (historis).
            Apakah kekuatan yang mengendalikan dunia ini berbentuk sebuah “kesadaran” dan personal, ataukah bukan sebentuk kesadaran dan bukan personal? Agama sebagai sebuah pendamai kekuatan manusia telah memilih jawaban pertama. Sebuah jawaban yang sangat berseberangan dengan magis dan sains, tempat proses alam ini bergantung. Alam bekerja tidak tergantung pada kehendak atau pikiran sebuah pribadi, tapi alam selamanya akan diatur oleh hukum alam makanis (James Frazer, The Golden Bough). Maka dengan hal ini dua tokoh akan menjelaskan atau mengemukakan pendapatnya tentang animisme dan magis (E.B. Tylor dan J.G Frazer).
            Tylor dan Frazer menganggap atau memiliki asumsi bahwa agama sebagai bentuk kepercayaan yang keliru dan kedudukannya telah digantikan oleh ilmu pengetahuan sebagai dasar pemahaman fenomena. Menurut Tylor, esensi dari agama adalah roh (anima), yaitu kepercayaan terhadap sesuatu yang hidup dan punya kekuatan yang ada di balik segala sesuatu. Bagaimana hal ini bermula? Dulu, para filosof-filosof liar (sebutan Tylor untuk dukun-dukun pada masa lampau dan pemikir-pemikir pada masa lampau) menginterpretasi mimpi dan kematian sebagai sesuatu yang diwarnai oleh roh yang memiliki kepribadian dan terpisah dari tubuh. Mereka kemudian melakukan analogi dan ekstensi bahwa roh dapat mengendalikan banyak hal diluar manusia, seperti alam. Lalu, muncullah pertanyaan. Tidakkah sebenarnya ada roh-roh yang mengendalikan elemen tertentu? Lalu muncullah dewa-dewi yang punya tugas-tugas tertentu. Lalu muncullah juga malaikat dan setan. Lalu, tidakkah mungkin ada kekuasaan tertinggi? Lalu Zeus, Odin, Amon-Ra, Amaterasu, dan Allah, Tuhan Bapa, dan Jehovah pun muncul.
            Jiwa bersifat lebih kekal daripada tubuh. Ini menunjukkan mengapa pada kepercayaan agama tertentu ada yang disebut reinkarnasi dan agama lainnya menekankan pada hari pembalasan. Namun, peneliti-peneliti modern telah membuktikan bahwa anima atau roh tidaklah ada dalam semua elemen-elemen alam. Jika yang menjadi pondasi dasar pemikiran munculnya agama adalah kekuatan roh, maka sejak awal sudah terjadi kekeliruan besar. Pemahaman manusia yang terbatas pada masa lampau telah menyebabkan pemikiran mengenai agama muncul. Sebuah kesalahan yang tidak bisa diubah akibat belum majunya pemikiran pada masa lampau. Sedangkan Frazer sendiri bahwa ia lebih menekankan pada relasi agama dengan magis. Agama muncul terlebih dahulu diawali oleh kepercayaan sistem magis. Sejak dahulu, manusia memahami bahwa alam memiliki sifat-sifatnya yang representatif dengan sifat-sifat yang dimiliki manusia. Itulah sebabnya kenapa kita bisa merepresentasikan laut sebagai elemen yang tenang sekaligus penuh amarah, hutan yang misterius dan menyimpan banyak rahasia, petir yang dapat menghukum, kesuburan tanaman sebagai lambang reproduksi, dan masih banyak lagi.
            Dari sini, manusia mengasumsikan bahwa mereka dapat melakukan imitasi dan diasumsikan pula bahwa ada keterikatan antara imitasi yang dilakukan manusia dengan fenomena alam. Manusia merasa dengan imitasi yang mereka lakukan, mereka dapat melakukan kontak dengan alam sehingga mengubah alam bagi manusia bukanlah suatu hal yang mustahil. Dengan magis, mereka merapal mantera-mantera dan melakukan penumbalan-penumbalan demi satu hal, yakni mengubah alam. Menurut mereka, jika magis dilakukan dengan tepat, maka akan benar dapat mengubah alam. Tarian hujan, misalnya, jika dilakukan dengan tepat maka akan benar-benar mendatangkan hujan. Namun, seiring waktu manusia merasa bahwa mereka tidak mampu mengontrol alam. Yang dapat mereka lakukan adalah memohon kepada roh-roh totem atau dewa-dewi agar mendatangkan kebaikan pada manusia, dan memohon agar totem dan dewa tidak murka pada manusia. Mereka hanya bisa berdoa. Lalu, disanalah peran Tuhan yang dapat mendatangkan kebaikan pada manusia yang mengikuti perintahnya dan menjauhi larangannya lalu memberikan hukuman dan murka pada manusia yang melakukan sebaliknya. Dengan demikian, kritik teori mereka adalah masalah pengambilan data yang tidak memperhitungkan konteks tempat dan waktu sehingga diragukan apakah memang bisa dilakukan perbandingan lintas budaya seperti yang mereka lakukan.

            Dari pembahasan diatas, dapat kita lihat bahwa Tylor dan Frazer ini menganggap bahwa agama sebagai hal yang negatif. Meski demikian, mereka juga mendapatkan kritik dari teori agama. Bahkan oleh para manusia waktu itu, jika melakukan magisnya dengan baik dan benar, maka alam itu akan mudah dikelolanya dan dipeliharanya dengan baik. Sebenarnya dari hal ini dapat menjadikan sebuah awal dari perubahan pemahaman keagamaan yang lebih baik dan dari sebuah kesederhanaan menuju ke hal yang lebih sempurna. Maka, dengan adanya metode antropologi ini, manusia mudah dalam berinteraksi dalam bidang pemikiran, interaksi dan berbagai macam bentuk cara hidup dan cara beragama dengan baik.


Note: Buka Buku The Seven Theories of Religion, Daniel Pales.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makna Tahlilan

  PROSESI DAN MAKNA TAHLILAN DI DESA KLORON PLERET BANTUL SETIONO    A.    Latar Belakang Tahlilan sangat erat sekali kaitannya de...