BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Agama-agama China yang populer di
dunia adalah Konfusianisme, Buddhisme, dan Taoisme. Tiga ajaran ini saling
melengkapi antara satu dengan lainnya, dan telah dijadikan pedoman dalam
kehidupan sehari-hari orang China. Jika Konfusianisme lebih menekankan
nilai-nilai etika kehidupan, Buddhisme lebih menekankan mengenai kehidupan
setelah mati, maka Taoisme lebih menekankan keserasian hubungan antara manusia
dengan alam.[1]
Tiga ajaran di atas sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari dan
keagamaan orang China, sehingga sulit bagi kita untuk memisahkan mana di antara
praktek-praktek keagamaan orang China ini yang benar-benar murni bersumber pada
Konfusianisme, Buddhisme, serta Taoisme. Dan dalam makalah kami akan menjelaskan
lebih lanjut tentang apa itu agama Taoisme, ajaran-ajarannya, serta praktek
ibadahnya.
Agama Kong Hu Chu dan Tao saling
melengkapi satu sama lainnya. Keduanya menekankan dua segi agama yang berbeda, namun
sama-sama penting. Kong Hu Chu menekankan segi kemasyarakatan, dan kepentingan
utamanya adalah menegakkan suatu tata sosial yang adil di mana tidak ada
kejahatan danpenindasan serta setiap orang melaksanakan kewajibannya dalam keserasian
dengan rencana Tuhan. Di pihak lain, Lao Tzu menekankan aspek perseorangan dan bersangkut
paut dengan penemuan dan penguraian Jalan Tuhan serta cara-cara jiwa pribadi
yang akan membimbingnya agar dapat menemukan kedamaian abadi dalam bersatu
dengan Tuhannya. Jika Kong Hu Chu manusia praktis, maka Lao Tzu seorang mistis.
Lao Tzu seorang tokoh besar agama
Tao yang juga di kenal sebagi penulis kitab terbesar agama Tao yang dikenal
dengan nama Tao Te Ching. Kitab ini
sangat legendaris dan selalu merebut perhatian banyak orang. Begitu juga dengan
penulisnya, Lao Tzu tokoh yang dianggap unik oleh para sarjana yang sangat
mengusik mereka untuk memastikan keberadaannya karna selama ini mreka tidak
menemukan secara pasti tentang sejarah hidupnya. Lebih jelasnya kita akan
bahas pada makalah ini tentang sejarah hidup Lao Tzu menurut para sarjana
beserta karya terbesarnya yakni Tao Te Ching
yang merupakan kitab terbesar agama Tao. Selain Tao Te Ching dalam kita juga akan membahas dua kitab besar agama
Tao lainnya yakni Chaungzu dan Liezi.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
Biografi Lao Tzu itu?
2. Bagaimana
sejarah dan ajaran agama Taoisme itu?
3. Bagaimana
perkembangan agama Taoisme di Indonesia?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Lao Tzu
Lao Tzu pendiri agama Tao dilahirkan
sekitar 570 SM di desa Li Propinsi Chu. Jadi dia lebih tua dari Kong Hu Chu.
Lao Tzu berarti “Kakek Tua”, dan lebih merupakan titel dari pada nama. Nama
asli kakek tua itu adalah Lai Tan. Di luar segudang legenda dan dongeng yang
segera muncul di sekitar dirinya, hanya sedikit yang dapat diketahui mengenai
kehidupan dan pribadi Lao Tzu. Akhirnya dipercayai oleh para pengikutnya, bahwa
Tuan itu dilahirkan dari seorang dara perawan, yang mengandungnya setelah
melihat bintang jatuh. Menurut legenda yang lain, dia tetap dalam kandungan ibunya
selama delapan puluh satu tahun, dan telah menjadi orang bijak yang berjenggot
putih pada saat dia dilahirkan.
Kurangnya
riwayat yang sahih tentang beliau menyebabkan beberapa sarjana menganggap bahwa Lao Tzu
itu seorang tokoh dalam
dongeng semata. Keraguan yang sama juga telah dinyatakan
atau diriwayatkan kepada Krishna, Buddha,
dan Yesus. Namun demikian
berdasarkan biografi pendek dalam Shih Chi (Catatan
Sejarah) dan Ssu-ma Chien pelopor sejarah
China yang hidup pada abad
kedua sebelum Masehi, sebagian besar sarjana masa kini
menerima adanya Lao Tzu dalam sejarah.
Lao
Tzu bekerja sebagai pemelihara arsip kerajaan di ibukota
Lo, di mana diceritakan bahwa Kong Hu Chu
telah
mengunjunginya. Berbeda dengan Kong Hu Chu
yang berkelana dari
satu propinsi ke propinsi lain untuk mengkampanyekan
perombakan politik, Lao Tzu lebih suka
mengerjakan karyakaryanya tanpa
nama. Jelas bahwa dia tetap dalam kedudukan ini di
kota Lo untuk masa yang cukup lama sampai
dia mencium tanda-tanda keroposnya
rumah tangga Chou. Mula-mula dia hanya mengundurkan diri, tetapi karena kecewa
dengan semakin gawatnya
perpecahan dan kekacauan, dia pergi ke pengasingan.
Diriwayatkan bahwa sebelum dia memasuki apa
yang sekarang dinamakan
negeri Tibet, dia dihentikan di Hankao Pass oleh seorang pengawal yang memintanya agar
menuliskan ajaranajarannya. Diperkirakan bahwa dia menetap di sana cukup lama
untuk menulis buku kecilnya, Tao Te Ching. Setelah itu dia
melenyapkan diri dan tidak ada yang
diketahui lebih lanjut mengenai
dirinya, meskipun diperkirakan dia hidup di pengasingan
sampai usia lanjut.
Ada
sedikit yang dinyatakan Lao Tzu perihal dirinya sendiri
dalam Tao Te Ching. Betapa pun dalam nada
ironis, ini menunjukkan
betapa dia berbeda dengan orang-orang lain:
“Orang-orang
lain memiliki berbagai macam, sedangkan saya
sendiri
telah kehilangan segala sesuatu. Saya seorang yang bodoh dalam hati, tolol dan gelisah. Orang lain
penuh cahaya, sedangkansaya sendiri seperti dalam kegelapan. Orang lain waspada
dan siap
siaga,
saya sendiri mati tak berdaya. Saya gelisah bagaikan samudra, mengalir terus tidak punya tempat
berhenti. Semua
manusia
mempunyai manfaat yang berguna, saya sendiri tolol dan badut. Meskipun saya kesepian dan tidak
sama dengan orang lain,
namun
saya bernilai karena saya menyerahkan rezeki kepada Ibu Alam.”[2]
Pada
akhir bukunya, dengan nada yang agak berbeda beliau mengamati:
“Kata-kataku sangat mudah
dimengerti, sangat mudah dipraktikkan. Namun dunia tidak mengerti atau pun mau
menjalankannya. Kata-kataku mempunyai kunci, tindakantindakanku mempunyai
landasan prinsip. Adalah karena manusia tidak mengetahui kunci itu, sehingga
mereka tidak memahami saya. Mereka yang mengenal saya hanyalah sedikit, dan
karena hal itu maka kehormatanku lebih besar. Demikianlah pahlawan itu memakai
pakaian sederhana, tetapi menggenggam permata dalam dadanya.”
(Tao Te Ching, LXX).
Lao Tzu, Orang yang dikatakan
sebagai pelopor dan perintis Taoisme, yang dikenal dengan beberapa nama. Nama samarannya
ialah Laozi yang berarti “Guru Tua”. Nama dirinya Li Erh dan Lao Tzu. Sedang
nama dewasanya Lao-chun, T’ai-shang lao-chun, atau T’ai-shang Hsuan-yuan
Huang-ti, juga disebut Lao Tuna tau Lao Tan.[3]
Tokoh ini sangat unik dan tidak jelas riwayat hidupnya, berdasarkan tulisan
dari Huston Smit, Lao Tzu lahir di negeri China pada tahun 640 SM. Dikatakan
juga bahwa dia hidup tiga abad kemudian dari tahun tersebut (640 SM), Sedangkan
sarjana lain meragukan tokoh yang unik ini, apakah dia benar-benar ada atau
hanya dongeng saja yang berkembang dalam masyarakat China.[4]
Di balik ketenarannya, Lao Tzu tetap
seorang tokoh yang kabur dalam hal kepastian keberadaannya. Sumber utama
tentang kehidupannya adalah biografi yang terdapat didalam shih-chi (catatan-catatan historis) karya Ssu-ma ch’ien. Sejarawan yang menulis pada 100 SM ini mempunyai
sedikit informasi yang dapat diandalkan mengenai Lao Tzu. Dia mengatakan bahwa
Lao Tzu adalah seorang penduduk asli Chu-jen, sebuah desa di Distrik Hu di negeri
Chu, yang sekarang adalah Lu-yi di bagian timur propinsi Honan. Menurut
kepercayaan popular, Dia lahir sekitar 570 SM.[5]
Nama keluarganya adalah Li, nama dirinya Erh, nama panggilannya Tan. Dia
diangkat menjadi shih di pengadilan kerajaan dinasti Chou. Sekarang shih
berarti sejarawan, tetapi di China zaman kuno shih adalah sarjana yang
menghususkandiri didalam masalah-masalah seperti astrologi dan ramalan dan
bertanggung jawab mengurus kitab-kitab suci.
Dalam akhir perjalananya, Lao Tzu
dikabarkan menunggang seekor kerbau dan pergi ke arah barat, yang sekarang ini
daerah ersebut dikenal sebagai Tibet. Dilembah Hanoko dia bertemu dengan
seorang penjaga pintu gerbang negri tersebut yang melarangnya untuk pergi
karena penjaga tersebut merasa tokoh yang di jumpai merupakan tokoh yang sangat
luar biasa ilmunya, tapi usaha penjaga tersebut sia-sia karena lao-tse memaksa
untuk meninggalkan negeri tersebut. Akhirnya Lao Tzu di perkenankan pergi
dengan syarat harus meninggalkan suatu ajara yang dapat di manfaatkan
masyarakat. Dengan penuh keikhlasan akhirnya Lao Tzu menyanggupi permintaan
penjaga tersebut, kemudian dia bermalam tiga hari untuk menuliskan pikiran-pikirannya
yang kemudian di sebut Tao-Te-Ching.
kemudian menyerahkan kepada penjaga tersebut dan ajaran-ajaran ini tetap ada
sampai sekarang.
·
Lao
Tzu Sebagai Pribadi
Sejarah mengenai Lao Tzu pertama
kali diketahui lewat Ssu-ma Ch’ien, seorang sejarawan China, yang menuliskan
biografi Lao Tzu dalam bukunya “Records
of the Historian” (shi-chi) pada
100 SM. Dalam buku tersebut dikisahkan diri Lao Tzu secara sederhana karena
selama menjalani ajarannya ia hidup menyepi dari dunia yang membuat namanya
tidak terlalu dikenal oleh masyarakat luas pada waktu itu. Kehidupan pribadi
Lao Tzu memang dipenuhi dengan misteri. Ini dikarenakan ia tengah menghidupi
jalan Tao yang membuatnya harus menyingkir dari dunia dan bersatu dengan alam.
Ia sama sekali tidak meninggalkan jejak yang jelas. Hanya buku Tao Te Ching saja yang bisa diketahui
dengan pasti. Maka, banyak sejarawan dan filsuf menuliskan biografi Lao Tzu
sesuai dengan apa yang mereka temukan.
Dalam tulisan ini, kita akan
berfokus pada tulisan Ssu-ma Ch’ien tanpa bermaksud menghilangkan tulisan para
ahli lainnya. Ssu-ma Ch’ien menuliskan bahwa Lao Tzu diperkirakan lahir pada
600 atau 400 SM di sebuah negara bagian Ch’u, di kabupaten (district) K’u,
kecamatan (county) Li, dan Desa (hamlet) Ch’ü-jen. Nama keluarga Lao Tzu adalah
Li sedangkan namanya sendiri adalah Erh. Ia juga mempunyai sebutan atau gelar
yaitu Tan. Ssu-ma Ch’ien sendiri merasa kurang yakin apakah Lao Tan yang legendaris
adalah tokoh yang sama dengan Lao Tzu sang penulis Tao Te Ching. Umur Lao Tzu
menurut Ssu-ma Ch-ien mungkin sekitar 150 tahun, namun beberapa orang
mengatakan bahwa ia hidup hingga 200 tahun lebih. Usia yang sangat panjang ini
diakui dan dipercaya dapat dicapai olehnya mengingat ia hidup di jalan Tao
sebagai prinsip dasar hidupnya.
Ssu-ma Ch’ien dalam bukunya juga
mengkaitkan Lao Tzu dengan dua nama yang dentifikasinya kurang lebih sama.
Mereka adalah Lao-Lai Tzu, seorang Taois yang diperkirakan pernah dikunjungi
oleh Konfusius, dan Lao Tan , seorang ahli astronomi. Ketiga nama yang berbeda
ini, menurut Ssu-ma Ch-ien, adalah satu orang yang sama. Nama Lao Tzu dalam
buku Ch-ien memang penuh dengan misteri yang di kemudian hari akan selalu
menjadi diskusi yang tidak pernah selesai. Dalam skripsi ini, penulis tidak
menaruh perhatian lebih dengan perbedaan-perbedaan ini dan hanya akan lebih
fokus pada hakekat manusia menurut Lao Tzu.
Menurut Ssu-ma Ch-ien, Lao Tzu dan
Lao Lai Tzu adalah orang yang sama, meskipun beberapa ahli menganggapnya
berbeda. Ia mengisahkan bahwa Lao Lai Tzu pernah dikunjungi oleh Konfusius.
Setelah kunjungan tersebut, Konfusius mendapatkan pemahaman darinya tentang
kehidupan yang lepas dari keangkuhan dan kemewahan duniawi semata saja. Ia
pernah menasehati Konfusius untuk pensiun dari pekerjaannya di kerajaan. Lao
Tzu juga disebut sebagai seorang tua, yang biasa membawa sekeranjang rumput
liar. Sebutannya seperti itu sering dikaitkan dengan asal kata namanya, yaitu
Lao yang berarti orang tua dan Lai berarti merumput. Sedangkan mengenai Lao Tan, para ahli sampai sekarang ini masih
belum sepakat apakah Lao Tzu dan Tan adalah orang yang sama atau bukan. Hal ini
diketahuidari sejarah yang menceritakan Tan yang mengunjungi Pangeran Hsien
dari Ch’in pada 374 SM. Beberapa ahli sejarah menyatakan Tan adalah Lao Tzu,
namun ada juga yang menyangkal pernyataan ini. Dalam tulisan ini, tokoh Tan
dimasukan karena masuk dalam penelitian Ssu-ma Ch-ien. Semasa mudanya, Lao Tzu
pernah bertugas sebagai seorang pegawai kerajaan pada masa Dinasti Chou
(1111-255 SM) di sebuah kantor penyimpanan dokumen-dokumen dan surat-surat kuno
dan bersejarah. Dengan diterimanya di kantor seperti itu, dapat dipastikan
kalau Lao Tzu merupakan seorang yang ahli dalam ilmu astrologi dan peramalan.
Ia pun bertanggung jawab terhadap buku-buku suci dan rahasia. Dalam masa
kerjanya, ia sudah mempraktekkan sebuah jalan hidup, yang kemudian dikenal
sebagai aliran Taoisme. Keutamaannya merupakan buah dari refleksi hidupnya selama
berada di dalam perpustakaan dokumen penting tersebut. Ia menekankan sebuah
kehidupan yang jauh dari keinginan diri atau hasrat semata yaitu suatu
kehidupan yang murni dan bersih. Pengetahuan seperti ini ia dapat dari
pengalaman hidupnya yang kental dengan suasana kerjanya yaitu menekuni dokumen
dan surat kuno. Ia ingin mengajak manusia kembali menghidupi Tao.
Dalam masa pensiunnya, ia
mempraktekkan prinsip jalan dan keutamaan tersebut. Ia semakin menjalankannya
secara radikal yaitu dengan menjauh dari dunia dan hidup dihutan. Lewat
usahanya tersebut, ia dapat hidup panjang dan ini merupakan buah dari usahanya
menjalankan prinsip-prinsip kehidupan yang dibuatnya. Jalan Tao muncul karena
suatu protes terhadap manusia yang sangat peduli pada dirinya sendiri, yang
menurut Lao Tzu merusak dirinya sendiri. Contoh yang paling konkrit pada masa
itu adalah perang. Perang sangat dibenci Lao Tzu karena perang sangat
mementingkan diri penguasa saja. Rakyat dengan perang menjadi semakin tepuruk
dan menderita. Tidak ada kebahagiaan dan kedamaian yang didapat dari peperangan
Manusia memang harus menemukan kebahagiaan, bukan kesuksesan. Ini didiapat
dengan mengikuti jalan Tao, bersatu dalam gerak Tao. Ssu-ma Ch’ien mengatakan
bahwa Lao Tzu dalam hidup di jalan Tao juga merupakan seorang pribadi yang
sangat asketis. Ia hidup menyendiri terpisah dari dunia yang ramai, mungkin di
dalam gua, dengan menekankan prinsip hidup wu wei, yaitu kesederhanaan, penuh
kedamaian, ketenangan batin, dan kemurnian pikiran atau budi
Menurut Lao Tzu, hidup mengikuti
dunia dan berusaha memperbaikinya merupakan suatu penurunan atau kemunduran
kehidupan. Ia menyatakan bahwa praktek hidup dalam jalannya bisa membantu
memperbaiki kehidupan manusia di dunia ini. Maka ketika ia hendak pensiun, ia mengungkapkan
praktek hidupnya tersebut di atas kertas sebanyak 5000-an kata. Usaha ini
sebenarnya dibuat atas permintaan Yin-hsi, seorang penjaga gerbang. Ide yang
tertuang dalam satu buku tersebut yang kemudian dipisah menjadi dua bagian,
yaitu jalan (Tao) dan daya hidup (Te), yang merupakan refleksi Lao Tzu mengenai
kehidupan dan cara menanggapi kehidupan tersebut. Buku ini kemudian dikenal
dengan kitab Tao Te Ching. Isi kitab
ini berupa prinsip-prinsip dan hukum-hukum untuk kehidupan manusia agar tetap
selaras dengan sesama dan alam. Lao Tzu, secara psikologis, mengembangkan jalan
Tao ini dikarenakan ia berkembang dalam dunia yang lemah dan tak berdaya.
Lingkungan daerahnya yang miskin dan kecil mendasarkan ajarannya untuk bersikap
lembut dan selaras dengan alam. Ia tidak mengajak pengikutnya untuk mampu
mengintrospeksi diri dan kemudian memperbaiki apa yang telah diperbuatnya. Ia
juga tidak mengajak orang untuk berjuang meraih impian di masa depan. Kesatuan
dan keselarasan dengan alam adalah tujuannya. Dalam kesatuan tersebut
kebahagiaan akan ditemukan.
Solusi yang digunakan Lao Tzu dalam
memperbaiki negara adalah menghindar dari struktur pemerintahan karena oknum-oknum
dalam dinastilah sumber utama ketidakberesan. Merekalah yang menciptakan adanya
peperangan. Menurutnya jalan hidup sederhana ini adalah solusi tepat agar
dinasti bisa maju dan berkembang dengan saling menghargai dan menghargai
martabat manusia. Pada waktu buku Tao Te
Ching ini ditulis, Dinasti Chou memang sedang mengalami masa kemunduran.
Jika dinasti ingin terus bangkit, dinasti harus mengurangi peranannya dalam
masyarakat. Dinasti tidak boleh terlalu ikut campur. Biarkan saja segalanya
berjalan seperti adanya. Nama Lao Tzu sebagai pribadi selalu dikenang sepanjang
masa. Para konfusianis mengenangnya sebagai seorang filsuf yang dihormati, di
mana Konfusius sendiri juga mengaguminya dan mengkonotasikannya seperti seekor
naga yang dengan lihai terbang menembus awan dan angin. Masyarakat luas juga
mengenangnya sebagai seorang suci atau dewa. Para Taoist sendiri menyatakan
bahwa Lao Tzu adalah emanasi dari Tao.
B.
Sejarah
dan Ajaran Lao Tzu (ajaran Tao)
Taoisme (Agama Tao) adalah Agama
yang berasal dari Tiongkok, dan termasuk agama yang tertua di dunia ini,
umumnya diakui sudah ada sejak abad ke-6 SM, dan juga merupakan agama yang
dianut oleh sebagian besar orang Tionghoa. Nama Tao diambil dari huruf China
yang artinya “jalan” yang oleh penganut Tao dianggap sumber dari segala sesuatu
yang ada di alam ini. Dan berdasarkan sumber-sumber tertulis, umumnya Agama Tao
diyakini berasal dari Kaisar Kuning (Wang-di), dikembangkan oleh Lao-zi dan
terorganisasi menjadi sebuah institusi Keagamaan lengkap oleh Zhang Tao Ling.
Pada zaman Wang-di mulai dikemukakan
teori tentang kaidah-kaidah alamiah dan teori tentang masalah kehidupan dan
kematian. Sejak Wang-di sampai 1500 tahun berikutnya, setiap pemimpin yang
menggantikan pemimpin lainnya selalu memerintah masyarakatnya dengan teori
ajaran Wang-di. Kemudian pada zaman Dinasti Kerajaan Chow, muncullah seorang
bijaksana yang bernama Lao-zi. Beliau pernah bertugas sebagai pejabat yang
menjaga dan merawat perpustakaan buku-buku yang dimiliki kerajaan Chow. Karena
itu beliau mempunyai kesempatan untuk membaca semua buku-buku dan menguasai
teori-teori yang diajarkan oleh Wang-di.
Cara berpikir Lao-zi jauh melampaui
zamannya ketika itu, ditambah ajaran-ajarannya yang menjunjung tinggi kebajikan
dan menentang kebiadaban, maka akhirnya ajaran Lao-zi bersama-sama ajaran
Wang-di dikenal orang sebagai Ajaran WANG-LAO sampai sekarang. Ajaran WANG-LAO
ini makin berkembang dan mengakar di hati masyarakat, akhirnya dianut oleh
hampir setiap orang terpelajar dan cendekiawan zaman itu.
·
Ajaran Lao Tzu
Sangat sedikit buku yang ditulis Lao
Tzu, Tao Te Ching telah mengemukakan sifat dan lingkup ajarannya. Ada
dua kata yang penting dari yang sedikit ini. Pertama adalah Tao, yang
berarti Jalan, yang oleh Lao Tzu diartikan sebagai Jalan Menuju Tuhan, Zat Yang
Maha Kuasa. Tao Te Ching menyajikan suatu pandangan yang unik atas Jalan
Tuhan (Tao), pertama dalam aspek transenden (diluar dirinya), dan kemudian dari
sisi yang mendasar (imanen/keabadian) sebagaimana diwahyukan Tuhan dalam Hukum-Hukum Alam dan hubungan Tuhan dengan
manusia. Kata lain
yang penting dalam Tao Te Ching adalah Te,
yang berarti akhlak
mulia. Jadi tujuan utama Lao Tzu dalam bukunya ini adalah
menerangi manusia tentang Jalan Tuhan dan
mengajak mereka berakhlak
mulia yang berasal dari iman yang penuh dan amal yang
tulus sesuai dengan hukum-hukum itu. Lao
Tzu percaya pada Keesaan
Ilahi dan segala sesuatu itu ada karena Dia:
“Sejak dahulu kala semua menerima sentuhan
kehidupan dari
Yang
Esa: Langit demi kemuliaan dan Yang Esa menjadi terang; bumi demi kemulian dan Yang Esa diberi
tenaga; lembah demi
kemulian
dan Yang Esa menjadi penuh bermilyar makhluk; para bangsawan demi kemulian dan Yang Esa
dihidupkan; para raja dan
pangeran
demi kemulian dan Yang Esa menjadi pimpinan negeri. Adalah Yang Esa yang membuat segala-galanya
menjadi apa
adanya.” (Tao Te Ching,
XXXIX).
Beliau
mengajarkan bahwa agama yang sejati ialah mengenal
Tuhan dan menjadikan kehendak seseorang itu
dalam keselarasan penuh
dengan kehendak dan maksud Tuhan. Tersembunyi di dalam
kedalaman segala sesuatu, katanya, adalah
kekekalan dimana akar dari
segala kehidupan dari semua nasib itu berlangsung. Tanpa ilmu
atau akal kehidupan ini, yakni akar
keabadian seseorang akan menjadi
buta sehingga dia berbuat jahat:
“Sentuhlah keabadian terakhir, pegang teguh
erat-erat. Segala
perkara
berlangsung bersama. Saya telah perhatikan mereka muncul, dan melihat betapa mereka
berkembang dan kembali ke
asalnya
masing-masing, keakarnya. Inilah yang saya katakana sebagai kekekalan suatu langkah surut ke
akar permulaan hidup
seseorang,
atau yang lebih utama lagi kembali kepada Kehendak Tuhan yang saya katakan sebagai keabadian.
Ilmu ke arah
keabadian
itu, saya namakan penerangan dan kukatakan bahwa
tiada
mengetahuinya berarti kebutaan yang mendorong ke arah perbuatan jahat.” (Tao Te Ching,
XVI).
·
Agama Tao mempunyai 4 ajaran:
1.
Dao
Dao
adalah inti dari ajaran Taoisme, yang berarti tidak berbentuk, tidak terlihat,
tapi merupakan proses kejadian dari semua benda hidup dan segala benda-benda
yang ada di alam semesta. Dao yang berwujud dalam bentuk benda hidup dan
kebendaan lainnya adalah De. Gabungan Dao dengan De dikenal sebagai Taoisme
yang merupakan landasan kealamian. Keabadian manusia terwujud disaat seseorang
mencapai kesadaran Dao, dan orang tersebut akan menjadi dewa. Penganut-penganut
Taoisme mempraktekkan Dao untuk mencapai kesadaran Dao, dan menjadi seorang
dewa.
2.
Yin dan
Yang
Dao
melahirkan sesuatu, yang disebut dengan Yin (Positif) dan Yang (Negatif), Yin
dan Yang saling melengkapi untuk menghasilkan tenaga atau kekuatan. Kekuatan
tersebut bersumber dari jutaan benda di dunia. Setiap benda di alam semesta
yang berupa benda hidup ataupun benda mati mengandung Yin dan Yang yang saling
melengkapi untuk mencapai keseimbangan.
3.
Pandangan
tentang Manusia
Manusia yang sombong dan melakukan hal di
luar kemampuannya, maka suatu saat dia akan mendapat celaan yang dapat
membuatnya berduka atau menderita. Karena itu, seorang bijaksana yang mengenal
Dao dan hukum alam akan memilih mengundurkan diri dan menolak segala
penghargaan yang diberikan padanya. Ia memilih untuk tidak menonjolkan dirinya.
Meskipun demikian, Taoisme tidak mengajarkan bahwa seseorang harus
menyingkirkan seluruh harta benda yang dimiliki untuk mencapai ketentraman
batin. Hal yang perlu dibuang adalah rasa kemelekatan terhadap harta tersebut.
4.
Etika
Agama
Tao menggabungkan Ilmu pengetahuan, Filsafat dan Ilmu Kedewaan yang Agung
sebagai dasar kepercayaan. Agama Tao menyembah banyak Dewa dan Dewi. Sosok Dewa
dan Dewi dalam Agama Tao merupakan sosok yang telah mencapai kesempurnaan dalam
perjalanan mengamalkan Ajaran Agama Tao. Agama Tao juga percaya bahwa Manusia
sejati bisa mencapai Kesempurnaan menjadi Dewa atau Dewi, bila sanggup berbuat
jasa yang sangat besar sekali terhadap masyarakat ataupun orang lain,
perbuatan-perbuatan itu antara lain:
·
Bisa
memberikan keteladanan yang luar biasa dalam perilaku kebijaksanaan untuk umat
manusia.
·
Berjasa
besar dalam membangun/memperjuangkan kedamaian bagi negara dan masyarakatnya.
·
Bisa
mencegah atau menanggulangi bencana yang membahayakan umat manusia.
·
Sanggup
menyumbangkan nyawanya demi membela keyakinan tentang kebenaran sejati
Dengan
demikian bisa dipahami, bahwa Agama Tao mengajarkan: “Meskipun manusia
merupakan bagian dari alam semesta, namun sebagai manusia haruslah mampu
membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta bisa mengetahui mana yang
baik / bijaksana dan mana yang jahat, juga yang paling penting adalah mampu
melaksanakan ajaran-ajaran Agama Tao pada setiap tingkah laku dalam hidupnya,
sebagai syarat untuk bisa menjadi manusia yang sejati.” Setelah mampu mencapai
tahap manusia sejati, selanjutnya adalah tugas yang mulia untuk berusaha bisa
menyatu dengan Tao yang Maha Esa dengan istilah yang popular Tian Ren He Yi
(Kembali ke asal dengan sempurna).
Agama Tao menganjurkan 3 nasehat Lao-zi
yaitu:
·
Welas
Asih
·
Hemat
tapi tidak kikir
·
Rendah
Hati.
Agama
Tao juga mengajarkan sifat Qing Jing Wu Wei, suatu sifat dimana orang
dianjurkan untuk selalu berusaha berbuat sesuatu demi kepentingan bersama,
namun tetap menjaga sikap mental yang tulus tanpa pamrih, selain itu juga
selalu mawas diri dalam usahanya mengajak masyarakat supaya mampu menjaga
keharmonisan kehidupan masing-masing. Sifat demikianlah yang antara lain ikut
mendorong terbangunnya klenteng-klenteng yang bisa dipakai untuk menginap bagi
orang-orang yang sedang bepergian jauh, serta menyediakan makanan cuma-cuma
bagi yang menginap di sana, ini semua bertujuan untuk melayani dan memudahkan
masyarakat pada zamannya, sehingga sangat mendapat dukungan dari segala lapisan
masyarakat.
Ajaran-ajaran Tao bersifat universal dan
menekankan kepada manusia untuk kembali dan mencintai alam, karena alam
merupakan bagian dari manusia. Oleh karena itu, dia tidak hanya dianut oleh
sebagian besar orang China di seluruh dunia, tapi juga oleh orang-orang di luar
suku bangsa China.[6]
Dalam
praktek peribadatan, penganut taoisme ini melaksanakan ritual ibadahnya di
klenteng atau pekong. Pemujaan terhadap tuhan (Thien) dilakukan dihalaman
bagian depan luar rumah atau klenteng dengan cara yang sederhana, yaitu
membakar beberapa batang hio (dupa) dengan menengadah kearah langit , sedangkan
pemujaan terhadap dewa-dewa dilakukan di dalam klenteng dengan menyuguhkan
sesajen untuk melunakkan hati para dewa agar keinginan mereka dapat diijabahi.
·
Kitab Suci
Suatu
agama dapat dipahami melalui kitab-kitab yang dianggap sakral oleh penganutnya.
Kitab pokok agama Tao adalah Tao Te Ching,
sebuah kitab kecil hanya terdiri dari 5000 kata yang ditulis oleh Lao-zi pada
abad 6 SM. Sangat sulit bagi orang awam untuk memahami kitab tersebut karena
sangat puitis dan disampaikan secara lugas. Isi terpenting dari Tao Te Ching
yaitu ajaran tentang Wu-wei. Wu-wei merupakan perintah termasyhur bagi para penganut
Taoisme yang dijadikan sebagai pedoman-pedoman dan etika dalam memelihara
kehidupan seseorang dan memberikan contoh “jalan” untuk menjadi orang yang
bijaksana. Wu-wei adalah hidup yang dijalani tanpa ketegangan. Hal itu adalah
merupakan perwujudan yang murni dari kelemah-lembutan, kesederhanaan, dan
kebebasan. Jika Wu-wei dilihat dari luar, terlihatlah ia tanpa daya, karena
tidak pernah memaksa dan tidak pernah terlihat tegang. “Bertindak tanpa aksi
dan berbuat tanpa gaduh”.[7]
Tao Te Ching atau kadang di eja
menjadi Daodejing adalah nama sebuah
kitab klasik penganut Taoisme. Ada yang mengartikan judul buku ini sebagai
klasik tentang jalan kuasa. Ada juga yang mengartikan sebagai kita hukum
dunia dan kekuatannya. Judul lainnya adalah 5000 kata LaTzu dan Laozi. Yang
pertama menegaskan tentang pengarang kitab ini dan jumlah kata yang
dikandungnya, yang dalam karakter China memang terdiri dari 5000 karakter.
Judul kedua hanya menunjukkan kepada pengarangnya yakni Laozi (Lao Tzu) yang
berarti “guru tua”. Tentu saja ini bukan nama sebenarnya tetapi samaran. Nama
dirinya sebenarnya adalah Li Erh dan Lao Tzu. Sedang nama dewasanya Lao-chun,
T’ai-shang lao-chun, atau T’ai-shang Hsuan-yuan Huang-ti, juga disebut Lao
Tunatau Lao Tan.[8] Kitab ini di tulis Lao-tzu
pada abad ke-6 SM.[9]
Ada yang menyebutkan bahwa kitab ini muncul pada pertengahan abad ketiga
sebelum masehi. Pendapat ini di ajukan oleh sejarawan besar china, Ssu-ma
Ch’ien di dalam karyanya shih-chi (laporan-laporan historis) yang menulis
sekitar tahun 100 SM. Menurutnya, kitab ini ditulis pada masa dinasti Chou yang
berkuasa mulai kira-kira 1111 SM dan berakhir pada 255 SM. Sedang menurut
sejarawan modern, kitab ini mulai di kenal pada masa dinasti Han yang mulai
berkuasa pada 206 SM hingga 220 M.[10]
Tao Te Ching dapat di artikan sebagai
kitab klasik atau kuno tentang jalan dan keluhurannya, dapat di bagi menjadi
dua bagian. Bagian yang pertama menjelaskan tentang Tao yang diyakini ada
dimana-mana dan asal mula dari segala sesuatu yang ada di alam ini. Sebagaimana
disebutkan sebelumnya bahwa Tao tidak dapat dibayangkan dan tidak dapat
dijangkau oleh akal pikiran manusia. Sedangkan bagian kedua dari kitab tersebut
adalah membicarakan tentang Te yaitu daya atau kekuatan yang diperoleh
denganmengikuti Tao. Secara keseluruhan kitab ini terdiri dari 82 bab.[11]
Laozi mengungkapkan Tao melalui lirik yang indah dan puitis sehingga
membangkitkan semangat para pembacanya. Tao
Te Ching mengungkapkan konsep-konsep yang saling berhubungan satu dengan
yang lainnyasecara sistematis, sehingga memberikan dasar pemahaman bagi semua
orang. Di samping kitab Tao Te Ching
terdapat kitab-kitab lain yang dianggap oleh para ahli sebagai karya kedua
terbesar dari filsafat Taoisme, yaitu: kitab Chuang-Tzu yang berisi tentang
pemikiran guru Zhuang dan murid-muridnya, dan kitab Leizi yang berisi kumpulan
cerita dan hiburan dalam filsafat.
Penulis : SETIONO (Mahasiswa Perbandingan Agama UIN SUKA)
Penulis : SETIONO (Mahasiswa Perbandingan Agama UIN SUKA)