Jumat, 20 Maret 2015

ADR (Alternative Dispute Resolution)


Alternative Dispute Resolution atau Alternatif Penyelesaian Sengketa
Disusun Oleh :
SETIONO

A.     Latar Belakang Masalah
            Dalam kehidupan manusia memang tidak akan lepas dari sebuah konflik, baik konflik antar individu, kelompok, konflik perbedaan rasa atau etnis ataupun perbedaan agama. Sehingga manusia tidak bisa lepas dari sebuah konflik. Konflik bukan suatu hal yang menakutkan, sebab konflik memang sebuah warna yang ada dalam kehidupan manusia ataupun masyarakat. Jika, sebuah konflik dapat dikelola dengan baik maka hasilnya akan bermanfaat. Tetapi, jika konflik itu tidak dikelola dengan baik, maka hasilnya pun buruk. Maka dari itu perlu adanya penyelesaian.
            Berbagai realita ekonomi, budaya, dan kondisi masyarakat sedang mengalami kemerosotan. Konflik antar etnis, kekerasan antar agama, kemiskinan, dan pemanasan global menjadi kenyataan yang dihadapi dunia saat ini. Apabila situasi semacam ini terus berlangsung, maka kedamaian di dunia akan punah bersamaan dengan perkembangan kebebasan dan kekuasaan tanpa batas oleh pihak-pihak tertentu. Berangkat dari realita ini, manusia berusaha untuk memperbaiki dan bahkan mencegah terjadinya kehancuran peradaban. Manusia mencoba untuk membentuk ide yang dapat menjadi landasan berperilaku dan berinteraksi dalam kelompok masyarakat. Dengan demikian, bahwa setiap manusia dan agama menginginkan terciptanya kedamian, kebahagiaan, ketentraman dalam kehiduan didunia. Dengan adanya  agama manusia memiliki suatu idiologi dan konsep-konsep ajaran tentang kebersamaan dan kasih sayang.
            Fenomena interaksi dan interelasi sosial antar individu maupun antar kelompok, terjadinya konflik sebenarnya merupakan hal yang wajar. Pada awalnya konflik dianggap sebagai gejala atau fenomena yang tidak wajar dan berakibat negatif, tetapi sekarang konflik dianggap sebagai gejala alamiah yang dapat berakibat negatif maupun positif tergantung bagaimana cara mengelolanya. Oleh sebab itu, persoalan konflik tidak perlu dihilangkan tetapi perlu dikembangkan karena merupakan sebagai bagian dari kodrat manusia yang menjadikan seseorang lebih dinamis dalam menjalani kehidupan. Adanya konflik terjadi akibat komunikasi yang tidak lancar, tidak adanya kepercayaan serta tidak adanya sifat keterbukaan dari pihak-pihak yang saling berhubungan. Dalam realitas kehidupan keragaman telah meluas dalam wujud perbedaan status, kondisi ekonomi, realitas sosial. Tanpa dilandasi sikap arif dalam memandang perbedaan akan menuai konsekuensi panjang berupa konflik dan bahkan kekerasan di tengah-tengah kita.[1]
            Dalam memandang sebuah perbedaan ataupun adanya konflik perlu adanya sesuatu bentuk penyelesaian atau alternatif penyelesaian konflik ataupun sengketa. Dengan adanya alternatif-alternatif penyelesaian sengketa sangat memungkinkan untuk menciptakan sebuah hubungan yang baik bagi pihak yang bersengketa. Alternatif penyelesaian sengketa atau ADR dalam manajemen konflik ini merupakan salah satu bentuk untuk menemukan solusi ataupun alternatif dalam sebuah kasus sengketa ataupun konflik tanpa melalui litigasi (penyelesaian sengketa melalui pengadilan). Tetapi disini bagaimana penyelesaian sebuah sengketa atau konflik melalui cara-cara yang lebih halus. Misalanya dijelaskan dalam Bab 1 Ketentuan Umum UU No. 30 Tahun 1999, Pasal 1 butir 10, disebutkan bahwa ADR adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara atau metode konsultasi negosiasi, mediasi, arbitrase, dan konsiliasi atau penilaian ahli. Mungkin masih banyak lagi cara-cara dalam penyelesaian sebuah sengketa. Dalam makalah ini akan membahas tentang alternatif penyelesaian sengketa atau ADR.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, maka ada beberapa yang menjadi pokok bahasan sebagai berikut.
1.      Apa yang dimaksud dengan konflik?
2.      Apa yang dimaksud dengan APS/ADR?
3.      Apa saja model-model alternatif penyelesaian sengketa?

BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Konflik
             Kehidupan masyarakat yang begitu beragam sangat memungkinkan terjadinya sebuah konflik. Konflik memang sebuah kejanggalan yang ada pada diri manusia, bahkan konflik bisa terjadi karena adanya perbedaan rasa tau etnis, perbedaab agama atau adanya sebuah kepentingan yang ingin dicapainya yang mengakibatkan perselisihan ataupun pertikaian. Tanpa adanya pemahaman atau pengetahuan tentang manajemen konflik, mereka tidak akan mampu menyelesaikan konflik atau sengketa yang dihadapinya. Maka dari itu, perlu adanya pemahaman tentang adanya manajemen konflik, sehingga mampu mengelola konflik atau sengketa dengan baik.
             Konflik merupakan salah satu esensi dari kehidupan dan perkembangan manusia yang mempunyai karakteristik yang beragam. Manusia memiliki perbedaan jenis kelamin, strata sosial dan ekonomi, sistem hukum, bangsa, suku, agama, kepercayaan, aliran politik, serta budaya dan tujuan hidupnya. Dalam sejarah umat manusia, perbedaan inilah yang selalu menimbulkan konflik.[2] Konflik adalah proses pertentangan yang diekspresikan di antara dua pihak atau lebih yang saling tergantung mengenai objek konflik, menggunakan pola perilaku dan interaksi konflik yang menghasilkan keluaran konflik.[3]
             Sedangkan menurut, J. Frost dan W. Wilmot (1978) yakni “Conflict is the interaction of interdependent people who perceive incomtible goals and interference from each other in achieving those goals”. Kemudian dalam “Organization Behavior” menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.[4] Konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentangan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia.Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan.[5]
             Konflik dapat diartikan sebagai suatu situasi dimana dua pihak atau lebih dihadapkan pada perbedaan kepentingan, tidak akan berkembang menjadi sebuah sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan hanya memendam perasaan tidak puas atau keprihatinan. Sebuah konflik berubah atau berkembang menjadi sebuah sengketa, bilamana pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas atau keprihatinannya, baik secara langsung kepada pihak ynag dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada pihak lain. Dari penjelasan tentang pengertian konflik diatas, dapatlah diartikan, bahwa sengketa merupakan keadaan dimana pihak yang merasa dirugikan atas konflik yang terjadi dengan pihak lain menyatakan ketidakpuasaannya tersebut dengan jalan melakukan suatu perbuatan tertentu. Dalam persengketaan, perbedaan pendapat dan peredebatan yang berkepanjangan biasanya mengakibatkan kegagalan mencapai kesepakatan. Keadaan seperti ini biasanya berakhir dengan putusanya jaur komunikasi yang sehat, sehingga masing-masing pihak mencari jalan keluar tanpa memikirkan nasib ataupun kepentingan pihak lainnya.
             Sehingga dapat dipahami bahwa konflik merupakan suatu proses pertentangan yang seharusnya konflik itu bisa dikelolanya dengan baik, agar tidak menimbulkan konflik yang berkelanjutan. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antara kedua belah pihak, sampai kepada tahap di mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai penghalang dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing-masing. Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan sangat erat hubungannya denga konflik karena dalam persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus ke arah konflik, terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan aturan yang disepakati.

B.     Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR)
             Mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu yang sederhana. Cepat-tidaknya suatu konflik dapat diatasi tergantung pada kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot atau tingkat konflik tersebut. Sebuah sengketa atau konflik memang suatu hal yang harus diselesaikan dengan cara yang baik dan bijaksana. Kita tahu, bahwa dalam penyelesain sebuah sengketa atau konflik ada dua, yakni dengan litigasi (melalui pengadilan) dan non-litigasi (alternatif penyelesaian sengketa/ADR).
             Kedua hal itu penting dan memiliki peran yang sangat baik. Tetapi untuk lebih menghemat waktu, biaya, efektif dan efisien banyak menggunakan APS/ADR dalam menyelesaikan sengketa atau konflik baik konflik agama, ras, dua pihak dan sebagainya. Kalau kita ketahui bahwa penyelesain melalui litigasi terlalu banyak aturan dan prosedur-prosedur yang harus di ikuti dan mungkin memberatkan. Tetapi hal itu bukan berarti tidak baik, litigasi tetap baik. Namun, ada yang lebih efisien dalam menyelesaiakan sebuah sengketa dapat menggunakan APS/ADR, sekarng sangat berkembang dan dipakai dikalangan masyarakat.
             Istilah Alternative Dispute Resolution ( ADR ) pertama kalinya lahir di Amerika Serikat seiring dengan pencarian alternatif pada Tahun 1976, yaitu ketika “Chief Justice Warren Burger” mengadakan “ the Rescoe E. Pound Confrenceon the Causes of Popular Dissatisfaction with the Administratration of Justice” (Pound Conference ) di Saint Paul, Minesota. Para akademisi, para anggota pengadilan, dan para public interest lawyer, secara bersama-sama mencari cara-cara baru dalam menyelesaiakn konflik. Pada Tahun 1976 itu pula American Bar Association ( ABA ) mengakui secra resmi gerakan Alternative Dispute Resolution (ADR ) dan membentuk suatu komisi khusus untuk penyelesaian sengketa (Special Committee on Dispute resolution ).[6]
             Bila menyimak sejarah perkembangan Alternative Dispute Resolution (ADR) di Negara tempat pertama kali dikembangkan (Amerika Serikat), pengembangan Alternative Dispute Resolution (ADR) dilatarbelakangi oleh kebutuhan sebagai berikut :
·         Mengurangi kemaceta di pengadilan, banyaknya kasus yang diajukan ke pengadilan, menyebabkan proses pengadilan sering kali berkepanjangan, sehingga memakan biaya yang tinggi dan sering memberikan hasil yang kurang memuaskan
·         Meningkatkan ketertiban masyarakat dalam proses penyelesaian sengketa
·         Memperlancar serta memperluas akses pengadilan  
·         Memberikan kesempatan bagi tercapainya penyelesaian sengketa yang menghasilkan keputusan yang dapat diterima oleh semua pihak dan memuaskan.[7]
             Di Indonesia perkembangan ADR yang paling menonjol adalah Arbitrase. Ada dua badan Arbitrase di Indonesia yaitu BANI ( Badan Arbitrase Nasional Indonesia ) dan BAMUI (Badan Arbitrase Muamalat Indoneisa). Dan setiap badan Arbitrase memilik sejarah dan karakteristik yang berbeda. Di Indonesia istilah ADR (alternative dispute resolution) relatif baru dikenal, tetapi sebenarnya penyelesaian-penyelesaian sengketa secara consensus sudah lama dilakukan oleh masyarakat yang intinya menekankan pada upaya musyawarah mufakat, kekeluargaan, perdamaian, dan sebagainya. ADR mempunyai daya tarik khusus di Indonesia, karena keserasiannya dengan sistem sosial budaya tradisional berdasarkan musyawarah mufakat. Sehubungan dengan itu, istilah ADR perlu dicari padanannya di Indonesia. Dewasa ini dikenal beberapa istilah untuk ADR, antara lain :
·         Pilihan penyelesaian sengketa (PPS)
·         Mekanisme alternatif penyelesaian sengketa (MAPS)
·         Pilihan Penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dan mekanisme penyelesaian sengketa secara kooperatif.[8]
                        Untuk mengetahui apa itu ADR, George Applebey dalam tulisannya An Overview of Alternative Dispute Resolution, berpendapat bahwa ADR awalnya merupakan suatu eksperimen untuk mencari model-model :
·         Model-model baru dalam penyelesaian sengketa
·         Penerapan-penerapan baru terhadap metode-metode lama
·         Forum-forum baru bagi penyelesaian sengketa
·         Penekanan yang berbeda dalam pendidikan hukum
                        Dalam pengertian diatas masih sangat luas dan terlalu akademis. Pengertian lain yang lebih sempit dan akademis dikemukakan oleh Philip D. Bostwick yang menyatakan, bahwa ADR merupakan serangkaian praktik dan teknik-teknik hukum yang ditujukan untuk :
·         Memungkinkan sengketa-sengketa hukum diselesaikan di luar pengadilan untuk keuntungan atau kebaikan para pihak yang bersengketa
·         Mengurangi biaya atau keterlambatan kalau sengketa tersebut diselesaikan melalui litigasi konvensional
·         Mencegah agar sengketa-sengketa hukum tidak dibawa ke pengadilan.[9]
                        Perlu disadari bahwa secara historis, kultur masyarakat Indonesia sangat menjunjung tinggi pendekatan konsesus. Pengembanagan keputusan secara tradisional dan penyelesaian sengketa secra adat. Alasan cultural bagi eksitensi dan pengembangan Alternative Dispute Resolution ( ADR) di Indonesia tampaknya lebih kuat dibandingkan alasan ketidakefisienan proses peradilan dalam menangani sengketa.[10]
            Dengan demikian, ADR merupakan kehendak sukarela dari pihak-pihak yang berkepentingan untuk menyelesaikan sengketa mereka di luar pengadilan, dalam arti di luar mekanisme ajudikasi standar konvensional. Oleh karena itu, meskipun masih berada dalam lingkup atau sangat erat dengan pengadilan, tetapi menggunakan prosedur judikasi nonstandar, mekanisme tersebut masih merupakan ADR. Dalam Bab I Ketentuan Umum UU No. 30 Tahun 1999, Pasal 1 butir 10, disebutkan bahwa ADR adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara atau metode konsultasi, negosiasi, mediasi, konsolidasi atau konsiliasi atau penilaian ahli.[11] Sehingga dapat dipahami, bahwa ADR merupakan sebuah lembaga untuk menyelesaikan sengketa tanpa melalui litigasi melainkan melalui non-litigasi yang diharapkan dan dengan maksud untuk menghasilkan keputusan yang bijaksana dan saling menguntungkan antara kedua belah pihak.

C.     Model-Model Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR)
             Perlu kita ketahui bahwa dalam alternatif penyelesaian sengketa ada model-model (bentuk-bentuk) yang termasuk dalam ADR, diantaranya negosiasi, mediasi, arbitrase, konsiliasi, konsultasi dan sebagainya. Sebenarnya banyak pembahasan mengenai model-model alternatif penyelesaian sengketa, dalam pembahasan ini hanya menekankan secara umum tentang negosiasi, mediasi, dab arbitrase, karena hal ini hanya sebagai pengantar. Mungkin seringkali kita juga mengenal adanya kompromi, kooperatif dan sebagainya. Beberapa model alternatif penyelesaian sengketa yaitu sebagai berikut.

a.       Negosiasi
Secara epistemologi, negosiasi sering dianggap sepadan dengan istilah “berunding”, “bermusyawarah”, atau “bermufakat”. Kata negosiasi berasal dari bahasa Inggris “negosiation” yang berarti perundingan. Orang yang melakukan perundingan dinamakan dengan negosiator. Negosiasi dapat diartikan sebagai berikut:
1.      Proses tawar-menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau menerima guna mencapai kesepakatan yang sama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) yang lain.
2.      Penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak-pihak yang bersengketa.[12]
Secara terminologis, negosiasi yang dikemukakan oleh Goodpaster (1993: 5) merupakan proses upaya untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain, suatu proses interaksi dan komunikasi yang dinamis dan beraneka ragam, dapat lembut dan bernuansa, sebagaimana manusia itu sendiri.
Negosiasi (Negotiation) merupakan proses konsensus yang digunakan oleh para pihak untuk mendapatkan kesepakatan diiantara mereka. Menurut Fisher dan Ury (1991), negosiasi adalah komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan diantara dua belah pihak memiliki berbagai  kepentingan yang sama maupun berbeda. Negosiasi merupakan sarana bagi pihak-pihak yang mengalami sengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa melibatkan pihak ketiga penengah yang tidak berwenang mengambi keputusan (meditasi) dan pihak ketiga pengmbil keputusan (arbritase dan litigasi).[13]
Negosiasi bisa digunakan dalam sengketa yang tidak terlalu pelik, dimana para pihak masih beriktikat baik untuk duduk bersama dan memecahkan masalah. Negosiasi dilakukan apabila komunikasi antar pihak yang bersengketa masih terjadi dengan baik, masih memiliki rasa saling percaya, serta ada keinginan untuk cepat mendapatkan kesepakatan dan menjalin hubungan yang baik. Dalam advokasi terdapat dua bentuk, yaitu formal dan informal. Bentuk formalnya, negosiasi sedangkan bentuk informalnya disebut lobi. Proses lobi tidak terikat oleh waktu dan tempat, serta dapat dilakukan secara terus-menerus dalam jangka waktu panjang sedangkan negosiasi tidak, negosiasi terikat oleh waktu dan tempat. Faktor yang paling berpengaruh dalam negosiasi adalah filosofi yang menginformasikan bahwa masing-masing pihak yang terlibat. Ini adalah kesepakatan dasar kita bahwa “semua orang menang”, filsafat ini menjadi dasar setiap negosiasi. Kunci untuk mengembangkan filsafat supaya “semua orang menang” adalah dengan mempertimbangkan setiap aspek negosiasi dari sudut pandang pada pihak lain dan pihak negosiator.
            Sehingga dapat dipahami, bahwa Negoisasi adalah komunikasi dua arah dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat keduabelah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama atau berbeda. Negoisasi memiliki kelebihan yakni, mengetahui pandanga pihak lawan, kesempatan mengutarakan isi hati untuk didengar pihak lawan, memungkinkan sengketa secara bersama-sama, mengupayakan solusi terbaik yang dapat diterima oleh keduabelah pihak, tidak terikat kepada kebenaran fakta atau masalah hukum dan dapat diadakan dan diakhiri sewaktu waktu. Sedangkan kelemahan Negoisasi yakni, tidak dapat berjalan tanpa adanya kesepakatan dari keduabelah pihak, tidak efektif jika dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang mengambil kesepakatan, sulit berjalan apabila posisi para pihak tidak seimbang, memungkinkan diadakan untuk menunda penyelesaian untuk mengetahui informasi yang dirahasiakan lawan, dapat membuka kekuatan dan kelemahan salahsatu pihak, serta dapat membuat kesepakan yang kurang menguntungkan.[14]

b.      Mediasi
                        Mediasi adalah suatu proses untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa, dan mediasi merupakan salah satu alternatif dan cara penyelesaian suatu persengketaan di mana pihak-pihak yang bersengketa menyerahkan penyelesaiannya kepada seorang mediator dengan maksud untuk memperoleh hasil yang adil dan diterima oleh para pihak yang bersengketa.[15] Mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa melalui perdamaian yang mempunyai prospek dan peluang untuk dikembangkan serta diberdayakan di pengadilan.[16] Sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan, mediasi sudah lama dipakai dalam berbagai kasus-kasus bisnis, lingkungan hidup, perburuhan, pertanahan, perumahan, sengketa konsumen, dan sebagainya yang merupakan perwujudan tuntutan masyarakat atas penyelesaian sengketa secara cepat, efektif, dan efisien.
                        Mediasi juga merupakan salah satu cara alternatif dalam penyelesaian sengketa dimana Majelis Hakim menesihati pihak-pihak beperkara dalam suatu persidangan pertama, yang kemudian menawarkan kepada para pihak atau wakilnya agar mau menyelesaikan sengketanya secara damai. Dalam proses menasihati dan menawarkan perdamaian inilah yang menurut pandangan Mahkamah Agung, sebagai upaya yang belum sungguh-sungguh pelaksanaannya oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama, dan oleh karenanya lahirlah Perma Nomor 2 Tahun 2003 tersebut, “mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator”.
                        Dari beberapa pengertian tentang mediasi yang telah di paparkan di atas maka mediasi mengandung makna, yaitu para pihak diharapkan diharapkan dapat mencapai kesepakatan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak melalui jalur perundingan dengan dibantu oleh seorang mediator. Dengan adanya kesepakatan yang telah dibuat oleh kedua belah pihak maka diharapkan dapat meminimalisir terbuangnya waktu serta biaya yang akan dikeluarkan oleh mereka dalam menyelesaikan sengketa.[17]
                        Menjadi mediator bukanlah perkara yang mudah, karena tugas seorang mediator juga telah diatur di dalam Bab III Perma Nomor 2 Tahun 2003, adapun tugas seorang mediator yang pertama adalah memberikan nasihat serta mengarahkan para pihak atau wakilnya agar mau menyelesaikan sengketanya secara damai, dan apabila ada hal-hal yang janggal atau kurang jelas dari keterangan tergugat, maka tugas mediator untuk mengajukan pertanyaan atau meminta kejelasan dari tergugat tentang hal-hal yang belum ditanggapi oleh tergugat, setelah selesai maka mediator menawarkan beberapa solusi agar sengketa tersebut dapat selesai secara damai. Tugas mediator yang kedua adalah memanggil kedua belah pihak memasuki ruang mediasi, mediator mempersilakan pihak penggugat atau kuasanya mengajukan poin-poin tuntutannya dan bila ada solusi damai yang ditawarkannya hendaknya diajukan secara tertulis. Dan tugas ketiga seorang mediator adalah mengelompokkan bagian-bagian yang telah disepakati dan apabila semua bagian telah disepakati berarti mediator berhasil mendamaikan para pihak.
                        Adapun pentingnya mediasi dalam konteks ini dimaknai bukan hanya sekedar untuk berupaya meminimalisir perkara-perkara yang masuk ke Pengadilan, baik itu Pengadilan tingkat pertama maupun tingkat banding, sehingga badan peradilan dimaksud terhindar dari adanya timbunan perkara, namun lebih dari itu, mediasi dipahami dan diterjemahkan dalam proses penyelesaian sengketa secara menyeluruh dengan penuh kesungguhan untuk mengakhiri suatu sengketa yang tengah berlangsung.

c.       Arbitrase
            Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa. Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausul arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.[18]
            Pemahaman mengenai arbitrase menjadi suatu yang penting untuk menyelesaikan dispute pada kedua belah pihak untuk suatu bentuk kerja sama. Untuk menyelesaikan sengketa yang timbul dapat ditempuh beberapa alternatif penyelesaian, yaitu melalui negosiasi, mediasi, pengadilan, dan arbitrase. Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang disebut secara tertulis oleh pihak yang bersengketa. Di Indonesia penyelesaian sengketa melalui arbitrase diatur oleh UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Masalah.[19]
            Arbitrase mempunyai dua kelembagaan yaitu arbitrase nasional dan internasional yang telah menjadi bagian terpenting dalam perkembangan ekonomi di wilayah negara dan dunia. Arbitrase mempunyai peran penting dalam perkembangan ekonomi karena dapat memberikan jaminan stabilitas kepada investor. Selain sebagai peradilan umum, arbitrase juga merupakan sebgai alternatif bagi penyelesaian sengketa perdata dalam ruang lingkup hukum perdagangan seperti perniagaan, perbankan, keungan, penanaman modal, industri, dan hak kekayaan intelektual. Dengan lahirnya Undang-Undang No 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan APS, lembaga ini memiliki  sejumlah kelebihan dibandingkan dengan lemabaga peradilan umum antara lain :
·         Di jamin kerahasiaan sengketa para pihak, karena putusannya tidak dipublikasi.
·         Dapat dihindari kelembatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif.
·         Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannnya mempunyai pengetahuan, pengalaman, serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan.
·         Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase.
·         Putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat pihak dan dengan melalui tata cara sederahana saja atau langsung dapat dilaksanakan.[20]
            Arbitrase yang diatur dalam undang-undang ini merupakan cara penyelesaian suatu sengketa di luar peradilan umum yang didasarkan atas perjanjian tertulis dari pihak yang bersengketa. Walaupun demikian, masih ada sampai saat ini terdapat beberapa hambatan untuk menyelesaikan sengketa ke arbitrase, salah satunya kurang informasi dan sosialisasi mengenai lembaga ini, dan juga tidak semua sengketa dapat diselesaikan melalui arbitrase, melainkan hanya sengketa mengenai hak yang menurut hukum dikuasai sepenuhnya oleh para pihak yang bersengketa atas dasar kata sepekat mereka. Sengeketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikusai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Sedangkan sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat didakan perdamaian.
            Lembaga arbitrase merupakan badan yang dipilih oleh para hak sengketa untuk memberiakn putusan mengenai sengeketa tertentu. Namun tanpa adanya suatu sengketa lembaga arbitrase dapat menerima permintaan yang diajukan oleh para pihak dalam suatu perjanjian. Adanya suatu perjanjian arbitrase meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian atau beda pendapat yang termuat di dalam perjanjiannya ke pengadilan negeri. Pengadilan negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase.[21] Pengadilan negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu peneyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase sebagi berikut :
·         Tanggung jawab arbiter atau majelis arbitrase.
·         Hukum acara yang berlaku di hadapan majelis arbitrase.
·         Pembatalan putusan arbitrase.
                        Memang banyak mengenai model-model alternatif penyelesaian sengketa dan semua model tersebut sangat membantu dalam menyelesaikan sebuah sengketa. Mungkin dari tiga model tersebut dapat dipakai atau digunakan dan bisa menjadi referensi atau pemahaman kita mengenai model-model penyelesaian sengketa. Masih banyak model lain, tetapi tiga hal diatas termasuk model yang sering dipakai oleh para pihak yang bersengketa, sebenarnya ada lagi yaitu konsiliasi. Sehingga dapat kita pahami bahwa ketiga komponen tersebut seringkali dipakai dalam menyelesaiakan sebuah sengketa. Dengan demikian, istilah Alternative Dispute Resolution (ADR) menunjukan pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui prosedur yang disepakati para pihak  (self – governing system) dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, penilaian ahli, atau arbitrase.





BAB III
KESIMPULAN

                        Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa peran lembagaalternatif penyelesaian sengketa (APS/ADR) dalam penyelesaian sengketa adalah sebagai lembaga perdamaian di luar pengadilan. Yang bertujuan untuk mencari suatu kesepakatan atau perdamaian dalam Menyelesaikan sengketa hukum di luar pengadilan untuk keuntungan para pihak yang bersengketa selain itu pula untuk mengurangi biaya litigasi konvensional dan pengunduran waktu yang biasa terjadi dan mencegah terjadinya sengketa hukum yang biasanya diajukan ke pengadilan.
                        Konflik dapat diartikan sebagai suatu situasi dimana dua pihak atau lebih dihadapkan pada perbedaan kepentingan, tidak akan berkembang menjadi sebuah sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan hanya memendam perasaan tidak puas atau keprihatinan. Sebuah konflik berubah atau berkembang menjadi sebuah sengketa, bilamana pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas atau keprihatinannya, baik secara langsung kepada pihak ynag dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada pihak lain. Dari penjelasan tentang pengertian konflik diatas, dapatlah diartikan, bahwa sengketa merupakan keadaan dimana pihak yang merasa dirugikan atas konflik yang terjadi dengan pihak lain menyatakan ketidakpuasaannya tersebut dengan jalan melakukan suatu perbuatan tertentu.
                        ADR atau APS merupakan kehendak sukarela dari pihak-pihak yang berkepentingan untuk menyelesaikan sengketa mereka di luar pengadilan, dalam arti di luar mekanisme ajudikasi standar konvensional. Oleh karena itu, meskipun masih berada dalam lingkup atau sangat erat dengan pengadilan, tetapi menggunakan prosedur judikasi nonstandar, mekanisme tersebut masih merupakan ADR. Dalam Bab I Ketentuan Umum UU No. 30 Tahun 1999, Pasal 1 butir 10, disebutkan bahwa ADR adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara atau metode konsultasi, negosiasi, mediasi, konsolidasi atau konsiliasi atau penilaian ahli.
                        Negoisasi adalah komunikasi dua arah dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat keduabelah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama atau berbeda. Sedangkan Mediasi adalah suatu proses untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa, dan mediasi merupakan salah satu alternatif dan cara penyelesaian suatu persengketaan di mana pihak-pihak yang bersengketa menyerahkan penyelesaiannya kepada seorang mediator dengan maksud untuk memperoleh hasil yang adil dan diterima oleh para pihak yang bersengketa. Kemudian Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa. Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausul arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. Dengan demikan, dalam menyelesaikan sebuah sengketa perlu adanya pemahaman dan kesadaran diri mengenai pentingnya penyelesaian sengketa secara damai, kerjasama, dan saling menguntungkan tanpa adanya diskriminasi.



















DAFTAR PUSTAKA

Ø  Sumaryanto. Manajemen Konflik Sebagai Salah Satu Solusi dalam Pemecahan Masalah. FIK UNY : acara OPPEK Dosen UNY, 2010.
Ø  Usman, Rachmadi. Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan. Bandung; PT. Citra Aditya Bhakti, 2003.
Ø  Gautama, Sudargo.  Arbitrase Dan Mediasi ( Hak Milik Intelektual ) WIPO. Bandung : PT. Citra Aditya Bhakti, 1996.
Ø  Amriani, Nurnaningsih. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Jakarta Rajawali Pers, 2006.
Ø  Margono, Suyud. Alternative Dispute resolution (ADR) dan Arbitrase. Jakarta: GhaliaIndonesia, 2000.
Ø  Nawawi, Ismail. Manajemen Konflik Industrial. Surabaya: ITS Press, 2009.
Ø  Abdurrasyid, Priyatna. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. PT. Fikahati Aneska dan BANI, 2002.
Ø  Jacqualine M, Nolan – Halvey. Alternative Dispute Resoolution in Arbitrase Nutshell. S.T. Pal, Minn : west Publishing Co, 1992.
Ø  Luthans, F. Organizational Behavior. Singapore: Mc Graw Hill. 1981.
Ø  Robbins. Organizational Behaviour. Siding: Prentice Hall, 1996.
Ø  Wirawan. Konflik dan Manajemen Konflik : Teori, Aplikasi, dan Penelitian. Jakarta : Salemba Humanika, 2013.


            [1] Sumaryanto,  Manajemen Konflik Sebagai Salah Satu Solusi dalam Pemecahan Masalah, (FIK UNY : acara OPPEK Dosen UNY, 2010), hlm. 1.

                [2]  Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik : Teori, Aplikasi, dan Penelitian, (Jakarta : Salemba Humanika, 2013), hlm. 1.
                [3]  Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik : Teori, Aplikasi, dan Penelitian, hlm. 5.
                [4]  Robbins, Organizational Behaviour, (Siding: Prentice Hall, 1996), hlm. 1.
                [5]  F. Luthans, Organizational Behavior, (Singapore: Mc Graw Hill. 1981), hlm. 5.
  [6]  Jacqualine M, Nolan – Halvey,  Alternative Dispute Resoolution in Arbitrase Nutshell, (S.T. Pal, Minn : west Publishing Co, 1992), hlm. 2
                [7]  William Ury, J.M. Brethh dan S.B. Goldberg, Gretting Dispute Resolved, hlm. 35.
                [8]  Sophar Maru Hutagalung, Praktik Peradilan Perdata dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta : Sinar Grafika, 2014), hlm. 311.
                [9]  Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (PT. Fikahati Aneska dan BANI, 2002), hlm. 15.
 [10]  Sujud Margono,Alternative Dispute Resolution ( ADR ) dan Arbitrase, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000), hlm.38.

                [11]  Sophar Maru Hutagalung, Praktik Peradilan Perdata dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta : Sinar Grafika, 2014), hlm. 312.
[12]  Ismail Nawawi, Manajemen Konflik Industrial, (Surabaya: ITS Press, 2009), hlm. 25.
[13]  Ismail Nawawi, Manajemen Konflik Industrial, hlm. 17.
                [14]  Suyud Margono,  Alternative Dispute resolution ( ADR ) dan Arbitrase, (Jakarta: GhaliaIndonesia, 2000),  hlm. 35 – 36.
                [15] Sophar Maru Hutagalung, Praktik Peradilan Perdata dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta : Sinar Grafika, 2014), hlm. 322.
                [16] Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, ( Jakarta Rajawali Pers, 2006), hlm. 9.
                [17]  Sudargo Gautama,  Arbitrase Dan Mediasi ( Hak Milik Intelektual ) WIPO, Bandung  : PT. Citra Aditya Bhakti, 1996,  hlm. 96.
                [18] Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik : Teori, Aplikasi, dan Penelitian, hlm. 213.
                [19] Sophar Maru Hutagalung, S.H., Praktik Peradilan Perdata Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta : Sinar Grafika, 2014), hlm. 314.
                [20]  Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Bandung; PT. Citra Aditya Bhakti, 2003),  hlm.3.

                [21] Sophar Maru Hutagalung, S.H., Praktik Peradilan Perdata Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, hlm. 318.

3 komentar:

  1. Menarik Pak.. Kebetulan lagi belajar ADR

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lanjutkan. Dan banyak2 baca buku juga saudaraku.

      Hapus
  2. https://www.niagahoster.co.id/ref/276579?r=simple-wordpress

    BalasHapus

Makna Tahlilan

  PROSESI DAN MAKNA TAHLILAN DI DESA KLORON PLERET BANTUL SETIONO    A.    Latar Belakang Tahlilan sangat erat sekali kaitannya de...