Rabu, 21 Oktober 2015

Islam, Negara dan Kemajukan Umat



ISLAM, NEGARA DAN KEMAJEMUKAN UMAT
Oleh:
SETIONO

            Islam merupakan suatu agama yang sangat progresif dalam perkembangan ataupun penyebarannya, bahkan Islam sendiri mudah menerima kebudayaan baru dengan cara memfilter hal-hal yang positif. Islam juga suatu hal yang unik dalam perjalanannya dan penyebarannya, karena Islam mampu membentuk suatu kebudayaan yang dapat melahirkan suatu demokrasi yang dapat diterima oleh masyarakat. Islam sangat toleran dalam hal-hal agama dan demokrasi, sebab Islam telah mampu menggabungkan atau memasukan nilai-nilai agama dalam suatu kebudayaan. Ketika Islam mampu melahirkan suatu kebudayaan yang mampu diaktualisasikan, maka pada saat itu juga telah muncul nilai-nilai religius dan nilai-nilai demokrasi pada tubuh Islam itu sendiri.
            Agama itu sendiri suatu hal yang mampu memberikan daya dorong perubahan sosial secara demokratik. Karena agama tidak hanya sebagai pandangan hidup manusia saja, akan tetapi agama juga merupakan sarana manusia untuk menciptakan kedamaian serta mampu mengemukakan pendapatnya secara demokratis. Bahkan menurut Imam Aziz, 1993 : “Agama diposisikan sebagai landasan satu-satunya bagi pembentukan masyarakat dan pemecahan krisis kemanusiaan secara umum”. Bahkan agama sendiri berada dalam posisi yang kontroversial. Di satu sisi, agama diharapkan mampu mendorong lahirnya sikap-sikap inklusif dalam proses demokrasi dan demokratisasi. Di sisi lain, agama justru menjadi kendala serius bagi munculnya sikap inklusif itu, ketika ia mementingkan dirinya sendiri dalam bentuk symbol-simbol dan pelembagaan agama yang kaku. Sehingga hal tersebut seringkali sulit untuk dihindari, mengingat setiap orang dalam memeluk agama bukanlah sekedar persoalan individual, tetapi sangat terkait dengan dimensi sosiokultural tertentu.
            Agama sangat berhubungan erat dengan pelembagaan, struktur sosial dan proses perubahan sosial. Hubungan itu dapat bermakna fungsional yang positif ataupun disfungsional yang negatif, tetapi seringkali samar-samar. Demokrasi dalam agama merupakan persoalan yang rumit dalam tradisi Islam. Persoalannya bermula dari hubungan agama dan Negara yang tidak tuntas dalam Islam. Karena pemerintahan yang tidak berasal dari rakyat disebut pemerintahan yang tidak mempunyai legitimasi. Pemerintahan yang tidak dijalankan oleh rakyat disebut pemerintahan otoriter. Pemerintahan yang dijalankan tidak untuk rakyat adalah suatu pemerintahan yang korup. Dari ketiga hal tersebut, kita dapat menguji, apakah pemerintahan bisa disebut demokratis atau tidak.
            Sejumlah gerakan religius berhasil meraih sukses, sekalipun pendukung-pendukungnya yang ekstrem telah ditumpas, ketika gagasan-gagasan mereka diasimilasi ke dalam ideologi politik Negara. Yang ditemukan oleh Juergensmeyer menegaskan bahwa ideologi agama formal yang diramalkan sebagai tidak memiliki masa depan itu ternyata semakin menunjukkan kekuatannya. Oleh karena itu, sulit diterima analisis yang menyatakan bahwa keberadaan organized religion akan ditinggalkan orang. Kebangkitan agama-agama formal semakin menguat, yang dalam batas-batas tertentu berpadu secara simbiotik dengan semangat etnisitas.
            Dari uraian diatas sehingga dapat disimpulkan bahwa agama memiliki dua sisi yaitu positif dan negatif. Agama juga mampu mendorong untuk merubah suatu hal yang baru dan bahkan kaitannya sangat erat dengan kehidupan masyarakat atau sosial masyarakat. Bahkan agama itu sendiri mampu melahirkan kebudayaan yang dapat diaktualisasikan oleh masyarakan sehingga membentuk suatu demokrasi. Dengan demikian agama mampu bangkit dan menunjukkan kekuatan-kekuatan positif yang mampu membangun suatu demokrasi dan demokratisasi. Sehingga agama mampu saling membaur dengan kehidupan masyarakat dan Negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makna Tahlilan

  PROSESI DAN MAKNA TAHLILAN DI DESA KLORON PLERET BANTUL SETIONO    A.    Latar Belakang Tahlilan sangat erat sekali kaitannya de...