BERKHIDMAH dalam JALANKU
Oleh : SETIONO
Dua puluh satu tahun yang lalu,
umurku masih tiga tahun. Kedua orang tuaku bercerai dan aku hidup bersama
tetangga. Tepatnya di Cilacap Doplang Penikel. Aku yang tak tau harus berbuat
apa? Karena usiaku yang masih balita, tak tau apa-apa. Ibuku merantau ke Batam
untuk bekerja, sedangkan ayahku entah kemana, hingga kemudian ada kabar, bahwa
ayahku telah menikah lagi dengan perempuan dari Jeruk Legi. Pada waktu itu
usiaku sudah menginjak lima tahun dan aku dititipkan di panti asuhan Darussalam
Cilacap. Sejarah hidupku mulai berlanjut, bagaikan aliran nafas yang selalu
berhembuskan doa-doa suci.
Usiaku yang sudah lima tahun, aku
mulai merasakan keinginan kasih sayang dari orang tua. Tetapi, mau bagaimana
aku harus berkata? Sedangkan kedua orang tuaku telah berpisah. Hingga akhirnya
ku jalani hidup dengan ke istiqomahan, meski ku masih kecil. Ketika usiaku
mulai menginjak umur tujuh tahun, aku mulai sekolah di SD N 1 Doplang. Akan
tetapi, kemudian beberapa bulannya aku di bawah Ibuku ke Purbalingga. Sehingga
aku tinggal bersama ibuku. Tidak berhenti di situ, ayahku kemudian membawaku
kembali ke Cilacap. Hingga berapa kali aku berpindah-pindah sekolah, karena masalah
hak anak. Pada akhirnya ibuku yang memiliki kuasa atasku.
Setelah kejadian itu, aku pun telat
sekolah dua tahun. Kemudian saat aku duduk di kelas empat SD di SD N 1
Kedungwuluh, aku di masukkan ke pondok pesantren Tunas Ilmu di Purbalingga oleh
ibuku. Saat aku di pondok pesantren, ibuku hijrah ke negara lain untuk mencari
nafkah. Demi aku dan adikku, ibuku rela membanting tulang di negara lain. Aku
pun tetap di pondok pesantren dan adikku ikut kakek-nenek. Ibuku pulang empat
tahun sekali, hingga aku jarang ketemu ibu, ibu hanya satu minggu libur di
rumah dan setelah itu berangkat lagi ke negeri sebrang, yakni Hongkong.
Ketika aku sudah duduk di SMP kelas
satu dengan beasiswa prestasi, aku pun pindah pondok pesantren dengan keinginan
sendiri. Kemudian aku minta izin pada Pak Ustadz Zaeni Muhayat, tepat pada hari
Rabu, bahwa aku mau pindah pondok Pesantren ke Nurul Ichsan Al Islami, setelah
aku di izinkan dan hari Jum’at aku sudah di pondok pesantren Nurul Ichsan Al
Islami, dan pada hari itu juga Ustadz Zaeni Muhayat telah mangkat ke hadapan
Allah SWT. Aku hanya mengingat pesan beliau, bahwa ingat jangan sekali-kali
kamu meninggalkan Sholat, Puasa Sunnah, Duha, terus belajar, dan jangan pernah
minum-minuman keras, serta teruslah berdakwah sepanjang nafasmu. Hingga pesan
itu aku tanamkan dalam hidupku.
Setelah itu, aku mulai mendalami
agama secara tekun dan giat, meski aku hanya anak kampung. Saat aku SMP, aku
begitu semangatnya bertabur kebaikan. Hingga aku sering mewakili sekolahku
untuk lomba Dai. Tetapi, perjalanan hidupku tak semuanya indah. Kadang juga ada
yang menyindir tentang orang tuaku, aku hanya bisa bersabar dan mendoakan.
Tidak cukup sekali senior-seniorku mengejek tentang diriku dan ibuku, aku hanya
berkata mudah-mudahan kalian mendapatkan kebaikan. Mereka pun terdiam tersipu
malu. Mungkin saja orang lain bisa marah saat orang lain mengejek dan mencaci
makinya. Bagiku, aku hanya sebuah nafas yang harus selalu memberi kehidupan
dalam aliran cinta.
Memang bagiku tidak mudah menjadi
seorang anak yang jauh dari orang tua, tetapi mau bagaimana lagi? Aku hanya
seorang hamba Tuhan, orang tuaku juga hamba Tuhan. Sehingga tak perlu aku
mencari kesalahan atau menyesali kejadian yang memang sudah terjadi. Aku sadar,
aku hanya manusia yang harus selalu belajar. Hingga ku menyelesaikan SMP dan
melanjutkan ke SMA. Di SMA N 1 Sokaraja Banyumas aku bersekolah. Saat aku SMA,
aku aktif di berbagai kegiatan ekstrakurikuler, seperti Pramuka, PMR, OSIS dan
Rohis. Aku mulai sibuk dalam kegiatan organisasi sekolah dan aktif belajar, dan
pada 2011 aku terpilih menjadi ketua OSIS.
Saat aku SMA, aku tak pernah minta
uang saku, karena aku sudah terbiasa mandiri. Meskipun aku bawa uang saku
paling cuma Rp 500,- itu bagiku sudah cukup, meski hanya bisa beli permen tapi
rasanya tetap senang. Kadang juga aku sering tak bawa uang saku, memang gak
ada. Dari SMA itulah aku mulai merasakan tentang kepedulian terhadap orang
lain. Karena aku tak bisa melihat orang-orang di sekitar ku kelaparan,
terkadang aku berpikir kenapa masih banyak orang kelaparan di pinggir jalan?
Aku bingung harus bagaimana membantu mereka, pada akhirnya aku hanya bisa
mendoakan.
Aku sekolah belajar hidup mandiri
dan prihatin, karena aku hanya mengingat perjuangan ibuku untuk menyekolahkan
aku dan adikku. Sehingga tanpa uang saku pun, aku tetap belajar dan sekolah.
Aku bersyukur, bisa sekolah karena perjuangan ibuku bekerja, meski jarang
ketemu. Kadang juga membuatku sedih, saat aku kepikiran masa laluku saat ibu
dan ayahku bercerai. Apalagi saat di tanya oleh teman ataupun guru sekolah,
orang tuamu mana Setiono? Setiono itulah namaku. Saat pertanyaan seperti itu,
aku terdiam sejenak dan aku bilang ibu-ayahku sudah bercerai sejak usiaku tiga
tahun, dan kini ibuku bekerja menjadi TKW di Hongkong. Saat aku menceritakan
tentang hidupku di depan kelas, teman-teman menangis dan guruku pun ikut
menangis. Pada akhirnya, aku hanya berpesan saai itu… Ingatlah orang tua kalian
dan jangan pernah kalian menyakitinya. Merekapun merangkulku.
Pada saat aku duduk di kelas tiga
SMA aku hanya berpikir… Aku harus kuliah dan melanjutkan perjuangan para
guru-guruku dan membuat bahagia orang tuaku. Setelah aku lulus SMA tahun 2012,
dengan rasa syukur aku mendapatkan beasiswa bidikmisi di UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. Hatiku sangat senang dan bahagia. Karena kuliahku dapat dibantu
dengan beasiswa, sehingga mengurangi beban ibuku. Lika-liku hidupku terus
berjalan. Aku kuliah dan aku mengenal banyak teman dari berbagai daerah. Aku
suka diskusi dengan mereka. Hidup ku di kos-kosan ukuran 3x4 meter persis di
depan koperasi mahasiswa. Aku setiap harinya kuliah, membaca, berorganisasi,
dan diskusi.
Hingga kemudian hari aku pulang ke
Purbalingga, memang sudah satu tahun aku tidak pulang ke kampung. Dan aku di
sambut gembira oleh keluarga, rasanya seperti lagi di surga. Hehe… Kakekku
bertanya, Setiono kamu kapan selesai kuliah? Aku terdiam (mau jawab apa ya…),
akhirnya aku jawab, 3,5 tahun wisuda kek. Kakekku seneng sekali dan langsung
narik hidungku, hehe… Senang sekali saat kumpul dengan keluarga, karena memang
lama tak bertemu. Esok harinya, aku minta izin mau ke Cilacap untuk ketemu
ayahku. Dan akhirnya aku berangkat bersama adikku, dan ketemu ayahku di Jeruk
Legi, sedang berdagang. Aku dan adikku lama sekali tak pernah ketemu ayahku,
sekitar 14 tahun. Jadinya rasa kangen ada dan rasa sedih pun ada.
Saat itu, aku berpikir dulu ayahku
kemana saat anak-anaknya masih kecil hingga saat ini tak pernah menghampiri aku
dan adikku. Hingga aku dan adikku yang mencari. Sudahlah, itu hanya masa lalu.
Akhirnya aku bilang ke ayahku, kalau aku sudah kuliah semeseter tiga dan Aris
(nama adikku) sudah kelas satu SMK. Ayahku terdiam, terus berkata. Nak, maafin
ayah ya tak pernah menjenguk dan memabantu membiayai sekolah kalian. Ayahku
menangis, dan kamipun ikut menangis. Aku bilang, ayah kami memaafkan ayah dan
kami selalu mendoakan ayah sampai kapanpun. Yang sudah terjadi biarlah terjadi,
kini ayah sudah punya keluarga baru, jadi sudah jangan mengingat masa lalu. Aku
dan Aris tetap mengakui ayah sebagai ayah kami. Kami hanya minta doanya ayah,
agar kami menjadi anak-anak yang berbakti dan berhasil.
Setelah lama berbincang-bincang, aku
dan adikku izin pamit pulang ke Purbalingga. Akhirnya aku dan adikku pulang ke
Purbalingga. Esok harinya, aku berangkat lagi ke Jogja untuk kuliah. Saat itu
juga aku kembali berjuang untuk menyelesaikan kuliahku yang sudah masuk
semester tiga. Aku kuliah selalu berusaha untuk mendapatkan nilai yang terbaik,
hingga aku bisa mendapat IPK 3,85. Aku terus istiqomah, optimis, disiplin,
belajar, dan berdoa. Semua itu aku lakukan dengan penuh kesungguhan. Hingga
kini aku semester tujuh jurusan Perbandingan Agama.
Harapanku memang besar dalam meraih
keberhasilan, tetapi aku tidak pernah takut, karena aku memiliki keteguhan
bahwa aku bisa dan pasti bisa. Hingga kini aku tetap mempertahankan nilai IPKku
dan bahkan tiap semesternya nilaiku selalu bagus. Aku sekarang sudah semester
tujuh dan sudah seminar proposal skripsi. Dalam perjalananku ini penuh dengan
perjuangan, aku harus bisa membagi waktu antara berorganisasi dan menyelesaikan
skripsiku. Saat aku mengerjakan skripsi, aku teringat akan perjuangan ibuku
yang membuatku selalu semangat untuk belajar. Dan aku ingin membuat ibuku
bahagia dan bangga, maka dari itu aku harus mendapatkan nilai terbaik dan cumlaude.
Aku pun giat dalam belajar, ada hal
yang penting lagi dalam prinsip hidupku adalah “Man Jadda Wa Jada dan Selalu Menebar Kebaikan”. Dengan prinsip
hidupku, inilah yang menjadi salah satu pemicu aku harus menjadi orang yang
berhasil dan dapat berbagi kebaikan dengan orang lain. Dengan rasa syukur
kepada Tuhan, penelitianku mendapat apresiasi yang baik dari fakultas dan
mendapatkan bantuan dana penelitian dari kampus. Aku yakin, bahwa Tuhan memang
baik dan sayang kepada siapapun. Hingga kini aku sedang menyelesaikan skripsiku.
Kini aku masih meniti jalan hidupku dalam mencapai keberhasilan.
Sebelum aku akhiri cerita nyataku
ini, aku berpesan bahwa hidup adalah nafas. Jadi, jangan pernah melupakan atau
membenci orang tua kita sejahat apapun orang tua kita. Dan jangan pernah
membuat orang tua kita kecewa, jadilah anak yang berbakti pada agamamu, orang
tuamu, nusa dan bangsa. Dengan demikian, terus raih keberhasilanmu, sebab
keberhasilanmu sudah ada pada dirimu. Sekian cerita pendek perjalanan hidupku.
Pandai-pandailah mengatur waktumu, karena waktu adalah nafas keberhasilanmu.
Semoga bermanfaat untuk kita semua dan kita semua dapat mengambil makna yang
baik. Aamiin…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar