Rabu, 16 Desember 2015

Cahaya Syurga



BERKHIDMAH dalam JALANKU
Oleh : SETIONO
            Dua puluh satu tahun yang lalu, umurku masih tiga tahun. Kedua orang tuaku bercerai dan aku hidup bersama tetangga. Tepatnya di Cilacap Doplang Penikel. Aku yang tak tau harus berbuat apa? Karena usiaku yang masih balita, tak tau apa-apa. Ibuku merantau ke Batam untuk bekerja, sedangkan ayahku entah kemana, hingga kemudian ada kabar, bahwa ayahku telah menikah lagi dengan perempuan dari Jeruk Legi. Pada waktu itu usiaku sudah menginjak lima tahun dan aku dititipkan di panti asuhan Darussalam Cilacap. Sejarah hidupku mulai berlanjut, bagaikan aliran nafas yang selalu berhembuskan doa-doa suci.
            Usiaku yang sudah lima tahun, aku mulai merasakan keinginan kasih sayang dari orang tua. Tetapi, mau bagaimana aku harus berkata? Sedangkan kedua orang tuaku telah berpisah. Hingga akhirnya ku jalani hidup dengan ke istiqomahan, meski ku masih kecil. Ketika usiaku mulai menginjak umur tujuh tahun, aku mulai sekolah di SD N 1 Doplang. Akan tetapi, kemudian beberapa bulannya aku di bawah Ibuku ke Purbalingga. Sehingga aku tinggal bersama ibuku. Tidak berhenti di situ, ayahku kemudian membawaku kembali ke Cilacap. Hingga berapa kali aku berpindah-pindah sekolah, karena masalah hak anak. Pada akhirnya ibuku yang memiliki kuasa atasku.
            Setelah kejadian itu, aku pun telat sekolah dua tahun. Kemudian saat aku duduk di kelas empat SD di SD N 1 Kedungwuluh, aku di masukkan ke pondok pesantren Tunas Ilmu di Purbalingga oleh ibuku. Saat aku di pondok pesantren, ibuku hijrah ke negara lain untuk mencari nafkah. Demi aku dan adikku, ibuku rela membanting tulang di negara lain. Aku pun tetap di pondok pesantren dan adikku ikut kakek-nenek. Ibuku pulang empat tahun sekali, hingga aku jarang ketemu ibu, ibu hanya satu minggu libur di rumah dan setelah itu berangkat lagi ke negeri sebrang, yakni Hongkong.
            Ketika aku sudah duduk di SMP kelas satu dengan beasiswa prestasi, aku pun pindah pondok pesantren dengan keinginan sendiri. Kemudian aku minta izin pada Pak Ustadz Zaeni Muhayat, tepat pada hari Rabu, bahwa aku mau pindah pondok Pesantren ke Nurul Ichsan Al Islami, setelah aku di izinkan dan hari Jum’at aku sudah di pondok pesantren Nurul Ichsan Al Islami, dan pada hari itu juga Ustadz Zaeni Muhayat telah mangkat ke hadapan Allah SWT. Aku hanya mengingat pesan beliau, bahwa ingat jangan sekali-kali kamu meninggalkan Sholat, Puasa Sunnah, Duha, terus belajar, dan jangan pernah minum-minuman keras, serta teruslah berdakwah sepanjang nafasmu. Hingga pesan itu aku tanamkan dalam hidupku.
            Setelah itu, aku mulai mendalami agama secara tekun dan giat, meski aku hanya anak kampung. Saat aku SMP, aku begitu semangatnya bertabur kebaikan. Hingga aku sering mewakili sekolahku untuk lomba Dai. Tetapi, perjalanan hidupku tak semuanya indah. Kadang juga ada yang menyindir tentang orang tuaku, aku hanya bisa bersabar dan mendoakan. Tidak cukup sekali senior-seniorku mengejek tentang diriku dan ibuku, aku hanya berkata mudah-mudahan kalian mendapatkan kebaikan. Mereka pun terdiam tersipu malu. Mungkin saja orang lain bisa marah saat orang lain mengejek dan mencaci makinya. Bagiku, aku hanya sebuah nafas yang harus selalu memberi kehidupan dalam aliran cinta.
            Memang bagiku tidak mudah menjadi seorang anak yang jauh dari orang tua, tetapi mau bagaimana lagi? Aku hanya seorang hamba Tuhan, orang tuaku juga hamba Tuhan. Sehingga tak perlu aku mencari kesalahan atau menyesali kejadian yang memang sudah terjadi. Aku sadar, aku hanya manusia yang harus selalu belajar. Hingga ku menyelesaikan SMP dan melanjutkan ke SMA. Di SMA N 1 Sokaraja Banyumas aku bersekolah. Saat aku SMA, aku aktif di berbagai kegiatan ekstrakurikuler, seperti Pramuka, PMR, OSIS dan Rohis. Aku mulai sibuk dalam kegiatan organisasi sekolah dan aktif belajar, dan pada 2011 aku terpilih menjadi ketua OSIS.
            Saat aku SMA, aku tak pernah minta uang saku, karena aku sudah terbiasa mandiri. Meskipun aku bawa uang saku paling cuma Rp 500,- itu bagiku sudah cukup, meski hanya bisa beli permen tapi rasanya tetap senang. Kadang juga aku sering tak bawa uang saku, memang gak ada. Dari SMA itulah aku mulai merasakan tentang kepedulian terhadap orang lain. Karena aku tak bisa melihat orang-orang di sekitar ku kelaparan, terkadang aku berpikir kenapa masih banyak orang kelaparan di pinggir jalan? Aku bingung harus bagaimana membantu mereka, pada akhirnya aku hanya bisa mendoakan.
            Aku sekolah belajar hidup mandiri dan prihatin, karena aku hanya mengingat perjuangan ibuku untuk menyekolahkan aku dan adikku. Sehingga tanpa uang saku pun, aku tetap belajar dan sekolah. Aku bersyukur, bisa sekolah karena perjuangan ibuku bekerja, meski jarang ketemu. Kadang juga membuatku sedih, saat aku kepikiran masa laluku saat ibu dan ayahku bercerai. Apalagi saat di tanya oleh teman ataupun guru sekolah, orang tuamu mana Setiono? Setiono itulah namaku. Saat pertanyaan seperti itu, aku terdiam sejenak dan aku bilang ibu-ayahku sudah bercerai sejak usiaku tiga tahun, dan kini ibuku bekerja menjadi TKW di Hongkong. Saat aku menceritakan tentang hidupku di depan kelas, teman-teman menangis dan guruku pun ikut menangis. Pada akhirnya, aku hanya berpesan saai itu… Ingatlah orang tua kalian dan jangan pernah kalian menyakitinya. Merekapun merangkulku.
            Pada saat aku duduk di kelas tiga SMA aku hanya berpikir… Aku harus kuliah dan melanjutkan perjuangan para guru-guruku dan membuat bahagia orang tuaku. Setelah aku lulus SMA tahun 2012, dengan rasa syukur aku mendapatkan beasiswa bidikmisi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Hatiku sangat senang dan bahagia. Karena kuliahku dapat dibantu dengan beasiswa, sehingga mengurangi beban ibuku. Lika-liku hidupku terus berjalan. Aku kuliah dan aku mengenal banyak teman dari berbagai daerah. Aku suka diskusi dengan mereka. Hidup ku di kos-kosan ukuran 3x4 meter persis di depan koperasi mahasiswa. Aku setiap harinya kuliah, membaca, berorganisasi, dan diskusi.
            Hingga kemudian hari aku pulang ke Purbalingga, memang sudah satu tahun aku tidak pulang ke kampung. Dan aku di sambut gembira oleh keluarga, rasanya seperti lagi di surga. Hehe… Kakekku bertanya, Setiono kamu kapan selesai kuliah? Aku terdiam (mau jawab apa ya…), akhirnya aku jawab, 3,5 tahun wisuda kek. Kakekku seneng sekali dan langsung narik hidungku, hehe… Senang sekali saat kumpul dengan keluarga, karena memang lama tak bertemu. Esok harinya, aku minta izin mau ke Cilacap untuk ketemu ayahku. Dan akhirnya aku berangkat bersama adikku, dan ketemu ayahku di Jeruk Legi, sedang berdagang. Aku dan adikku lama sekali tak pernah ketemu ayahku, sekitar 14 tahun. Jadinya rasa kangen ada dan rasa sedih pun ada.
            Saat itu, aku berpikir dulu ayahku kemana saat anak-anaknya masih kecil hingga saat ini tak pernah menghampiri aku dan adikku. Hingga aku dan adikku yang mencari. Sudahlah, itu hanya masa lalu. Akhirnya aku bilang ke ayahku, kalau aku sudah kuliah semeseter tiga dan Aris (nama adikku) sudah kelas satu SMK. Ayahku terdiam, terus berkata. Nak, maafin ayah ya tak pernah menjenguk dan memabantu membiayai sekolah kalian. Ayahku menangis, dan kamipun ikut menangis. Aku bilang, ayah kami memaafkan ayah dan kami selalu mendoakan ayah sampai kapanpun. Yang sudah terjadi biarlah terjadi, kini ayah sudah punya keluarga baru, jadi sudah jangan mengingat masa lalu. Aku dan Aris tetap mengakui ayah sebagai ayah kami. Kami hanya minta doanya ayah, agar kami menjadi anak-anak yang berbakti dan berhasil.
            Setelah lama berbincang-bincang, aku dan adikku izin pamit pulang ke Purbalingga. Akhirnya aku dan adikku pulang ke Purbalingga. Esok harinya, aku berangkat lagi ke Jogja untuk kuliah. Saat itu juga aku kembali berjuang untuk menyelesaikan kuliahku yang sudah masuk semester tiga. Aku kuliah selalu berusaha untuk mendapatkan nilai yang terbaik, hingga aku bisa mendapat IPK 3,85. Aku terus istiqomah, optimis, disiplin, belajar, dan berdoa. Semua itu aku lakukan dengan penuh kesungguhan. Hingga kini aku semester tujuh jurusan Perbandingan Agama.
            Harapanku memang besar dalam meraih keberhasilan, tetapi aku tidak pernah takut, karena aku memiliki keteguhan bahwa aku bisa dan pasti bisa. Hingga kini aku tetap mempertahankan nilai IPKku dan bahkan tiap semesternya nilaiku selalu bagus. Aku sekarang sudah semester tujuh dan sudah seminar proposal skripsi. Dalam perjalananku ini penuh dengan perjuangan, aku harus bisa membagi waktu antara berorganisasi dan menyelesaikan skripsiku. Saat aku mengerjakan skripsi, aku teringat akan perjuangan ibuku yang membuatku selalu semangat untuk belajar. Dan aku ingin membuat ibuku bahagia dan bangga, maka dari itu aku harus mendapatkan nilai terbaik dan cumlaude.       
            Aku pun giat dalam belajar, ada hal yang penting lagi dalam prinsip hidupku adalah “Man Jadda Wa Jada dan Selalu Menebar Kebaikan”. Dengan prinsip hidupku, inilah yang menjadi salah satu pemicu aku harus menjadi orang yang berhasil dan dapat berbagi kebaikan dengan orang lain. Dengan rasa syukur kepada Tuhan, penelitianku mendapat apresiasi yang baik dari fakultas dan mendapatkan bantuan dana penelitian dari kampus. Aku yakin, bahwa Tuhan memang baik dan sayang kepada siapapun. Hingga kini aku sedang menyelesaikan skripsiku. Kini aku masih meniti jalan hidupku dalam mencapai keberhasilan.
            Sebelum aku akhiri cerita nyataku ini, aku berpesan bahwa hidup adalah nafas. Jadi, jangan pernah melupakan atau membenci orang tua kita sejahat apapun orang tua kita. Dan jangan pernah membuat orang tua kita kecewa, jadilah anak yang berbakti pada agamamu, orang tuamu, nusa dan bangsa. Dengan demikian, terus raih keberhasilanmu, sebab keberhasilanmu sudah ada pada dirimu. Sekian cerita pendek perjalanan hidupku. Pandai-pandailah mengatur waktumu, karena waktu adalah nafas keberhasilanmu. Semoga bermanfaat untuk kita semua dan kita semua dapat mengambil makna yang baik. Aamiin…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makna Tahlilan

  PROSESI DAN MAKNA TAHLILAN DI DESA KLORON PLERET BANTUL SETIONO    A.    Latar Belakang Tahlilan sangat erat sekali kaitannya de...