Jumat, 30 September 2016

Apa Itu Ushul Fiqh?

USHUL FIQH
OLEH: 
SETIONO
 


Al-Quran dan hadist merupakan sumber hukum islam yang sangat mendasar. Keduanya merupakan sumber hukum islam yang utama. Al-Quran merupakan sumber hukum yang turun langsung dari Allah SWT sehingga tak ada satu keraguan apapun bahwa Al-Quran merupakan sumber hukum yang utama, selain itu pula hadist merupakan sumber hukum yang langsung dari nabi Muhammad SAW. Untuk mengetahui hukum-hukum tidak cukup hanya dengan petunjuk, melainkan perlu cara khusus. Cara khusus itulah yang disebut metode dan ilmu yang digunakan untuk mengetahui cara itu disebut metologi. Metologi untuk memahami hukum islam dari petunjuk-petunjuknya disebut ilmu ushul fiqih.
Ushul fiqih mempunyai tujuan dan fungsi yang beragam salah satunya memberi bekal untuk menentukan hukum melalui berbagai metode yang dikembangkan oleh mujtahid. Selain itu ushul fiqih juga mempunyai produk atau hasil dari ushul fiqih itu sendiri. Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang apa saja produk ushul fiqih tersebut.
 
Rumusan masalah
1.      Apa itu ushul fiqih?
2.      Apa tujuan dan fungsi ushul fiqih?
3.      Apa hasil dari ushul fiqih?
     Tujuan
1.      Mengetahui pengertian ushul fiqih
2.      Mengetahui tujuan dan fungsi ushul fiqih
3.      Mengetahui hasil dari ushul fiqih


PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ushul Fiqih
Pengertian ushul fiqih dapat kita lihat dari dua aspek yaitu aspek bahasa dan aspek istilah. Dari segi bahasa ushul fiqih berasal dari dua kata yaitu ushul dan fiqih. Ushul yang merupakan bentuk jama’ dari kata ashl yang mempunyai arti “fondasi sesuatu baik yang bersifat materi atau bukan”. Jadi menurut bahasa ushul fiqih berarti “sesuatu  yang diatasnya dibangun fiqih atau dengan kata lain dasar-dasar atau sendi sendi yang diatasnyalah didirikan hukum-hukum sara’ ‘amali”.[1]
Sedangkan menurut istilah ushul fiqih mempunyai banyak definisi dari berbagai ulama antara lain:
a.       Imam Al- ghazali berpendapat bahwa ushul fiqih merupakan pengetahuan tentang dalil-dalil hukum syara’ yang amali serta pengetahuan tentang dalil-dalil dari segi petunjuknya (dalalahnya) kepada hukum secara global.
b.      Kamaluddin ibnul humam berpendapat bahwa ushul fiqih merupakan pengetahuan tentang kaidah-kaidah yang dipergunakan sebagai alat untuk mengistinbatkan fiqih.
c.       Muhammad Ibn Ali ibn Muhammad asy-Syaukani berpendapat  bahwa ushul fiqih merupakan pengetahuan tentang kaidah-kaidah yang dipergunakan sebagai alat untuk mengistinbatkan hukum-hukum syara’ yang far’iyah dari dalil-dalilnya yang tafsili.
d.      Al-Imam Muhammad Abu zahrah berpendapat bahwa ushul fiqih ialah ilmu tentang kaidah-kaidah yang memberikan gambaran tentang metode-metode untuk mengistinbatkan hukum-hukum yang amali dari dalil-dalilnya yang tafsili.
Dari berbagai definisi yang dikemukakan oleh beberapa ulama diatas dapat diambil kesimplan bahwa ushul fiqih merupakn ilmu yang membahas tentang jalan-jalan yang dan metode-metode tertentu yang harus dilalui dan dipergunakan dalam mengeluarkan hukum-hukum baru yang berasal dari dalil-dalilnya. [2]
B.     Tujuan dan fungsi ushul fiqih
ushul fiqih merupakan slah satu sarana untuk mendapatkan hukum-hukum Allah yang sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT. dan Rasul-Nya, baik yang berhubungan dengan masalah aqidah, ibadah, mu’amalah, ‘uqubah, maupun akhlak. Dengan kata lain, ushul fiqih bukanlah sebagai tujuan melainkan hanya sebagai sarana[3]. Oleh karena itu , secara rinci Ushul Fiqih berfungsi sebagai berikut:
1.      Memberikan pengertian dasar tentang kaidah-kaidah dan metodologi para ulama mujtahid dalam menggali hukum.
2.       Menggambarkan persyaratan yang harus dimiliki seorang mujtahid agar mampu menggali hukum syara’ secara tepat, sedangkan bagi orang awam supaya lebih mantap dalam mengikuti pendapat yang dikemukakan oleh para mujtahid setelah mengetahui cara yang mereka gunakan untuk berijtihad.
3.      Memberi bekal untuk menentukan hukum melalui berbagai metode yang dikembangkan oleh para mujtahid, sehingga dapat memecahkan berbagai permasalahan baru.
4.      Memelihara  agama dari penyimpangan dan penyalahgunaan dalil. Dengan berpedoman pada ushul fiqih, hukum yang dihasilkan melalui ijtihad tetap diakui syara’.
5.      Menyusun kaidah-kaidah umum (asas hukum) yang dapat dipakai untuk menetapkan berbagai persoalan dan fenomena sosial yang terus berkembang di masyarakat.
6.      Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid, sejalan dengan dalil yang mereka gunakan.

C.     Hasil yang dicapai Ushul Fiqih
Hasil dari ushul fiqih memang tak seperti hasil  dari ilmu-ilmu lain yang dapat dilihat dengan mudah. Hasil-hasil ushul fiqih itu sendiri antara lain:
a.        Adanya jawaban hukum baru mengenai masalah yang baru tentang fiqih dengan penerapan kaidah-kaidah ushul fiqih.
b.       Agama jauh dari penyimpangan dan penyalahgunaan dalil.
c.       Rumusan-rumusan kaidah-kaidah baru yang memungkinkan timbulnya rumusan baru dalam fiqih. Penentuan kaidah baru itu tidak mungkin dapat dilakukan bila tidak mengetahui secara baik usaha dan cara ulama lama dalam merumuskan kaidahnya.[4]
d.      Mampu mengetahui dan mampu membedakan tentang hukum-hkum manakah yang haram atau manakah yang halal, mana yang sunah ataupun yang makruh. Maksudnya dapat menjelaskan alasan mengapa hal tersebut dikatakan halal, haram, makruh, sunah ataupun mubah.
e.       Mampu berijtihad dan mampu membentuk hukum baru yang belum ada sebelumnya dari dalil serta ayat alquran yang masih sangat umum belum menjelaskan hal yang terperinci.
Ilmu Fiqih juga merupakan salah satu produk dari ushul fiqih, Ilmu fiqih berkembang karena berkembangnya ilmu Ushul Fiqih. Sebaliknya Ilmu fiqih tidak akan pernah maju jika Ilmu Ushul Fiqih tidak mengalami kemajuan, karena Ushul Fiqih seperti alat yang menjelaskan berdasarkan dalil naqli maupun aqli. Contohnya Al-Quran menyuruh kita agar mengerjakan shalat, hukum menunaikan shilat itu belum dapat diketahui, apakah wajib atau sunnah, maka dari itu ushul fiqih memberikan kaidah. Dengan kaidah yang diambil dari ushul fiqih itu, maka diketahuilah bahwa hukum menunaikan sholat itu wajib. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ilmu fiqih merupakan produk dari ushul fiqih.[5]


KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ushul fiqih mempunya produk yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Produk dari ushul kfiqih ini yang nantinya akan menjadi pedoman manusia dalam melakukan suatu perbuatan. selain itu hasil ushul fiqih ini juga akan mwnjawab berbagai persoalan yang akn muncul  dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu Mempelajari ushul fiqih sangat berguna sekali terutama dalam mengetahui hukum syara’, baik dengan jalan yakin maupun dugaan kuat. Dengan ushul kita dapat terhindar dari taqlid (mengikuti pendapat orang tanpa mengetahui alasan-alasan dari pendapat-pendapat tersebut). Hal ini dapat berlaku jika ushul fiqih digunakan  semestinya yaitu mengambil hukum hal-hal yang terperinci dari hal-hal yang bersifat umum.
Ushul fiqih bukan hanya pekerjaan para mujtahid besar jaman dulu, namun juga menjadi suatu keharusan semua orang sampai dimasa mendatang dalam rangka mencari suatu hukum atas permasalahan yang timbul dalam masyarakat.


[1] Salam, Zarkasji Abdul dan Oman Fathurohman Sw, Pengantar Ilmu Ushul Fiqih I,  Yogyakarta : Lembaga Studi Filsafat Islam, 1994. Hlm. 65.

[2] Ibid., hlm . 69
[3] Syafe’i, Rahmat. Ilmu Uhsul  Fiqih, Bandung: Pustaka Setia, 2007. hlm 24.
[4] Pokja Akademik, Fiqh dan Ushul Fiqh, Yogyakarta : Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005. Hlm 15.
[5] Ibid., Hlm. 85

PRODUK INDONESIA DALAM PANDANGAN ISLAM



PRODUK INDONESIA PADA BERBAGAI SEKTOR DALAM PANDANGAN ISLAM
OLEH: 
SETIONO
 
Kebudayaan Islam merupakan suatu sistem yang memiliki sifat-sifat ideal, sempurna, praktis, aktual, diakui keberadaannya dan senantiasa diekspresikan. Sistem yang ideal berdasarkan pada hal-hal yang biasa terjadi dan berkaitan dengan yang aktual (Picktchall, 1993: 26-29). Sistem Islam menerapkan dan menjanjikan perdamaian dan stabilitas dimanapun manusia berada, karena pada hakikatnya manusia memiliki kedudukan yang sama di hadapan Allah SWT, yang berbeda justru hanya terletak pada unsur-unsur keimanan dan ketakwaannya saja. Allah mengangkat Nabi Muhammad sebagai Rosul yaitu memberikan bimbingan kepada umat. Manusia agar dalam mengembangkan kebudayaan tidak lepas dari nilai-nilai ketuhanan. Sebagaimana sabdanya yang berarti, “Sesungguhnya aku diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak.”.
Prinsip Kebudayaan Dalam Islam

 Menghormati akal
 Motivasi untuk menuntut dan mengembangkan ilmu
 Menghindari taklid buta
 Tidak membuat kerusakan
            Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya. Budaya tersebut tidak terlepas dari produk – produk bangsa Indonesia yang terdiri atas beberapa sektor, diantaranya :
a.       Sektor Pendidikan
b.      Sektor ekonomi
c.       Hukum
d.      Kesenian.
Semua produk masyarakat Indonesia yang mengandung prinsip budaya di atas termasuk ke dalam budaya islam, walau pengembangannya semakin modern.


a.       Pendidikan
 Sebagai ajaran agama pembawa rahmat bagi sekalian alam, sesungguhnya Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan segala aspek yang berkaitan dengan kehidupan manusia, termasuk mengenai pendidikan.
Al Qur’an juga mengingatkan kaum Muslim agar waspada untuk tidak meninggalkan keturunan yang lemah, yang akan menimbulkan kekhawatiran. ALLAH
berfirman : “ Hendaklah mereka waspada kalau sampai meninggalkan di belakang mereka anak turunan yang lemah, yang mereka khawatirkan. Maka bertakwalah kepada ALLAH, dan hendaklah berkata dengan perkataan yang benar.” (QS. An Nisa ; 9) .Keturunan yang lemah maksudnya adalah terbelakang, bodoh.
Melalui firman ALLAH itu dapat disimpulkan bahwa Tujuan Utama Pendidikan adalah pendidikan moral atau akhlak dan pengembangan kecakapan atau keahlian.
Berbicara mengenai akar sejarah pendidikan Islam di Indoensia tidak bisa dilepaskan dari pesantren. Karena Pesantren dianggap sebagai sistem pendidikan asli Indonesia (Haedari Amin, 2007: 34). Bertitik tolak dari akar sejarah pesantren atau sebut saja asal usul pesantren tidak bisa dipisahkan dari sejarah pengaruh Walisongo
abad 15-16 di Jawa. Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang unik di Indonesia. Walisongo adalah tokoh-tokoh penyebar Islam di Jawa abad 16 – 15 yang telah berhasil mengkombinasikan aspek-aspek sekuler dan spiritual dalam memperkenalkan Islam pada masyarakat. Keunikan yang dimaksud adalah hampir semua pesantren di Indonesia ini dalam mengembangkan pendidikan kepesantrenannya berkiblat pada ajaran Walisongo. Misal pondok pesantren Nahdlatul Wathan di Pancor Lombok Timur NTB yang saat ini santrinya lebih dari sepuluh ribu orang.
b.     Ekonomi
Islam menekankan dalam pencapaian kesejahteraan yang bersumber pada
 keuangan publik harus dikelola secara optimal , demi kebutuhan dan kemakmuran
generasi yang berkesinambungan, meningkatkan kemaslahatan umat serta tidak boleh
berlebihan (extravaganza). Kebijakan Negara dalam pencapaian segala bentuk tujuan
kesejahteraan publik ataupun non- publik semuanya harus berjalan secara
komprehensif. Sistem ekonomi Islam yang berlandaskan secara normative pada Alquran, sunah dan fiqh banyak sekali memuat mekanisme distribusi. Diantaranya adalah yang pertama, Islam memberikan mekanisme distribusi pada klasifikasi personal yang berhak menerima (mustahiq) dan salah satu sumber daya zakat. Hal ini terdiri dari delapan golongan yang secara jelas mencerminkan kekuasaan nilai-nilai Islam dalam distribusi. Kedua, Islam secara jelas mengeksplisitkan tujuan dari distribusi agar peredaran harta berkembang dalam pemerataan. Ketiga, mekanisme dan regulasi distribusi dalam Islam harus mencerminkan nilai-nilai keadilan. Seluruh aspek ekonomi dalam islam harus terbebas dari riba. Kita bisa menemukan sistem tersebut pada bank – bank syari’ah yang telah berdiri di Indonesia.
  1. Hukum
Ajaran Islam, sebagaimana dalam beberapa ajaran agama lainnya, mengandung aspek-aspek hukum, yang kesemuanya dapat dikembalikan kepada sumber ajaran Islam itu sendiri, yakni Al-Qur’an dan al-Hadith. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, baik sebagai pribadi, anggota keluarga dan anggota masyarakat, di mana saja di dunia ini, umat Islam menyadari ada aspek-aspek hukum yang mengatur kehidupannya, yang perlu mereka taati dan mereka jalankan.
Sepanjang telaah tentang sejarah hukum di Indonesia, maka nampak jelas kepada saya, bahwa sejak berabad-abad yang lalu, hukum Islam itu telah menjadi hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat Islam di negeri ini. Betapa hidupnya hukum Islam itu, dapat dilihat dari banyaknya pertanyaan yang disampaikan masyarakat melalui majalah dan koran, untuk dijawab oleh seorang ulama atau mereka yang mengerti tentang hukum Islam.
Jika kita melihat kepada perjalanan sejarah kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara di masa lampau, upaya untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam, termasuk hukum-hukumnya, nampak mendapat dukungan yang besar, bukan saja dari para ulama, tetapi juga dukungan penguasa politik, yakni raja-raja dan para sultan. Kita masih dapat menyaksikan jejak peninggalan kehidupan sosial keagamaan Islam dan pranata hukum Islam di masa lalu di Kesultanan Aceh, Deli, Palembang, Goa dan Tallo di Sulawesi Selatan, Kesultanan Buton, Bima, Banjar serta Ternate dan Tidore. Juga di Yogyakarta, Surakarta dan Kesultanan Banten dan Cirebon di Jawa. Semua kerajaan dan kesultanan ini telah memberikan tempat yang begitu penting bagi hukum Islam.
  1. Kesenian
Seni Islam merupakan hasil dari pengejawantahan Ke-esaan pada bidang keanekaragaman yang merefleksikan Ke-Esaan Illahi, kebergantungan keanekaragaman kepada Tuhan Yang Maha Esa, kesementaraan dunia dan kualitas- kualitas positif dari eksistensi kosmos atau makhluk sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an.
Dalam seni bangunan masyarakat Banjar sudah memiliki budaya berarsitektur yang cukup tinggi nilainya. Keadaan alam yang memiliki banyak sungai dan rawa pasang surut memberi ciri bentuk bangunan panggung pada arsitektur Kalimantan Selatan. Hasil hutan memberi ciri khusus pada bahan bangunannya yaitu kayu, khususnya kayu ulin. Agama Islam sebagai agama mayoritas secara fisik memberi nilai tambah pada ragam hias seperti ornamen kaligrafi dan pelapisan sosial dalam masyarakat Banjar memperkaya jenis rumah adat Kalimantan Selatan. Selain itu terjadi penyesuaian elemen dekoratif agar tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran agama Islam. Agama Islam sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat Banjar dan diwujudkan dalam perilaku atau aktivitas maupun benda-benda hasil karya masyarakat Banjar. rumah Bubungan Tinggi merupakan salah satu hasil karya mereka.
            Organisasi ruang rumah Bubungan Tinggi memusat pada ruang palidangan
sebagai ruang keluarga, tempat melakukan aktivitas bersama. Dengan masuknya agama Islam ruang palidangan ini berubah fungsi sebagai tempat melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan bersama-sama seluruh anggota keluarga seperti shalat berjamaah, mengaji. Pelaksanaan kegiatan ibadah pada ruangan ini diharapkan akan memberikan energi baik pada ruang-ruang lain disekitarnya. Anjung Kanan dan Anjung Kiwa, sebagai ruang tidur masyarakat Banjar memiliki aturan sendiri berkenaan dengan penggunaannya. Dalam masyarakat Banjar kedudukan orang tua sangat dihormati maka yang berhak tidur di Anjung Kanan adalah orang tua, sedangkan Anjung Kiwa adalah anak-anak. Sebelah kanan bagi umat Islam adalah sisi yang diutamakan, seperti ketika berwudhu (mensucikan anggota badan) sebelah kanan lebih dulu dari anggota badan. Sesuai dengan ajaran agama Islam yang melarang visualisasi makhluk hidup yaitu hewan dan manusia, maka bentuk-bentuk elemen dekoratif di rumah Bubungan Tinggi ini tidak ada yang memvisualisasikan makhluk hidup. Larangan tersebut muncul untuk mencegah perbuatan musrik atau menyembah selain Allah.                                                                                                                                                            


                                     DAFTAR PUSTAKA :
Dahlan, Ahmad. 2008. Format Keuangan Publik yang Islami. STAIN Purwokerto Press. Purwokerto
Haningsih, Sri. Peran Strategis Pesantren, Madrasah dan Sekolah Islam di Indonesia. Jurnal Pendidikan Islam Vol 1  (1) 2008.
Rizali, Nanang. Kedudukan Seni dalam Islam. Jurnal Kajian Seni Budaya Islam Vol 1 (1) Juni 2012.
Sari, Sriti dan Sherly Melinda.Aplikasi Pengaruh Islam pada Interior Rumah Bubungan Tinggi di Kalimantan Selatan.Jurnal Dimensi Interior Vol (2) 2 Desember 2004.

Tafsir Al Baqarah 118-121




AYAT 118
tوَقَالَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ لَوْلَا يُكَلِّمُنَا اللَّهُ أَوْ تَأْتِينَا آَيَةٌ كَذَلِكَ قَالَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ مِثْلَ قَوْلِهِمْ تَشَابَهَتْ قُلُوبُهُمْ قَدْ بَيَّنَّا الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ (118) [البقرة/118]

“Dan orang-orangyang tidak mengetahui berkata: 'Mengapa Allah tidak berbicara dengan kami atau datang tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami?” Demikian pula orang-orangyang sebelum mereka telah mengucapkan seperti ucapan mereka itu; hati mereka serupa. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kaum yang mau meyakini.”
Ayat ini adalah lanjutan dari ucapan sesat dan bodoh, yang diucapkanoleh orang-orang kafir. Kalau sebelumnya mereka menduga Allah memililkianak, di sini mereka-yakni Barn Isra'il dan kaum musyrik Mekah-mempertanyakan sebab mengapa Allah swt. tidak berbicara langsung denganmereka: Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata, mengapa kami tidakmendengar suara Allah? Mengapa Allah tidak berdialog dan berbicara langsungdengan kami dalam menyampaikan perintah dan tuntunan-Nya? Mengapaharus melalui Nabi Muhammad saw.? Atau paling tidak, datang tanda-tandakekuasaan-Nya kepada kami, yakni mereka menuntut bukri yang bersifatindrawi, yang dapat mereka lihat, raba atau dengar. Itu permintaan merekauntuk dapat percaya.
Sebelum menjawab, Allah terlebih dahulu menghibur Nabi-Nyadengan berfirman: Demikian pula orang-orangyang sebelum mereka (antara lainleluhur Bani Isra’il yang hidup pada masa Nabi Musa as.) ada yang telahmengucapkan seperti ucapan mereka itu kepada nabi-nabi sebelummu wahaiMuhammad. Leluhur orang Yahudi yang mengajukan permintaan di atas,pernah Juga meminta kepada Nabi Musa as. agar diperlihatkan Tuhan kepadamereka. Mereka berkata, “Kami tidak akan percaya kalau kami tidak melihat Allah secara terang.” (QS. al-Baqarah [2]: 55). Persamaan ucapan dan keinginanitu, menurut lanjutan ayat yang dibahas ini, karena hati mereka serupa dalamkesesatan dan sikap kepala batu.
 Mengapa Allah tidak memberi bukti-bukti yang bersifat indrawi? Di tempat lain, Allah menjelaskan bahwa, "Sekali-kali tidak adayang menghalangi Kami untuk mengirimkan kepada mereka tanda-tanda kekuasadn Kami yangbersifat indrawi, melainkan karena tanda-tanda itu telah kami paparkan,tetapi didustakan oleh orang-orang dahulu yang sifat mereka sama dengan yangmeminta kepadamu sekarang. Sebagai contoh, Kami telah berikan kepada Tsamud, unta-yang Kami ciptakan dari batu -yang mengeluarkan susuyang dapat mereka minum sebagai mukjizat indrawi yang sangatjelas. Tetapimereka lalu menganiaya unta betina itu, dan mereka tetap tidak beriman. Kalausekarang kami penuhi permintaan mereka, hasilnya akan sama saja, merekapun tidak akan beriman (baca QS. al-Isra" [17]: 59).
Ayat 118 ini ditutup dengan menyatakan bahwa “Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kaum yang mau meyakini.”Yakni, sebenarnya aneka bukti rasional telah Allah kemukakan, baik dalamkitab suci yang terbaca, maupun “kitab alam” yang terhampar. Bukti-buktitelah Allah jelaskan dengan bahasa dan cara-Nya, juga dengan bahasa Rasul,serta para ulama, dan cendekiawan. Itu makna kata "Kami" pada ayat diatas. Bahkan, tantangan kepada yang ragu untuk membuat semacam al-Qur’an walau satu surat pun telah pula dipaparkan, tetapi mereka tetaptidak mau percaya.
Sebenarnya, kalau mereka mau memperhatikan tanda-tanda yangdisajikan Allah itu, atau yang dijelaskan oleh Rasul dan para cerdik pandai (ulama), bukan saja mereka akan percaya, tetapi mereka akan yaldn, yaknihati mereka akan sangat mantap menerimanya. Tidak akan ada sedildt punkeraguan yang menyentuhnya. Orang yang yakin, tidak akan bergemingdengan alasan apapun yang dikemukakan untuk mengurangi keyakinannya,dan ddak perlu pula ia meninjau ulang keyakinan itu. Ayat ini sekaligusmerupakan penjelasan yang membukdkan bahwa Nabi Muhammad saw.adalah Rasul pilihan Allah.
Untuk mempertegas makna ayat tersebut sambil menunjukkan bahwa mereka tidak wajar untuk diajak berdiskusi, karena mereka melecehkan aneka bukti dan argumentasi, maka ayat berikut menyatakan:

AYAT 119
! إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَا تُسْأَلُ عَنْ أَصْحَابِ الْجَحِيمِ (119) [البقرة/119]
“Sesungguhnya Kami telah mengutusmu dengan iiacf; sebagai pembawa berita gembira
dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungawaban) tentang penghuni-penghuni neraka.”
Anda lihat, ayat ini ddak ditujukan atau bebicara tentang mereka. Redaksinya ditujukan langsung kepada Nabi Muhammad saw. yang disertaidengan kata yang mengandung pengukuhan, Sesungguhnya, dan penegasanbahwa Kami telah mengutusmu hai Nabi Muhammad denganhaq yakni denganbenar dan membawa kebenaran. Pemilihan beliau sebagai Rasul adalahbenar dan haq. Risalah dan ajaran yang disampaikan-Nya juga benar danhaq, karena semuanya dari Kami, yakni Allah swt.
Keengganan mereka untuk percaya, sangat menyedihkan bahkanmerisaukan Nabi saw. Karena itu Nabi Muhammad diingatkan bahwaengkau hanya Kami tugaskan sebagai pembawa berita gembira dan pemberiperingatan. Dan karena itu pula, penutup ayat ini menghibur beliau bahwa, “Dan kamu wahai Muhammad tidak akan diminta pertanggungjawaban tentangpenghuni-penghuni neraka.”Yakni, mereka yang mengingkari risalahmu danmenolak al-Qur'an sebagai firman Allah adalah penghuni-penghuni neraka.Karena mereka penghuni neraka, maka wajar Jika mereka tidak berimankepadamu.

AYAT 120

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ (120) [البقرة/120]

“Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (sepanjang masa)hingga engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah kamu: "Sesungguhnya petunjukAllah itulah petunjuk (yang benar).” Demi, Sesungguhnya jika engkau mengikutikemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagimenjadi pelindung dan penolong bagimu.”
Ayat yang lalu menghilangkan kerisauan Nabi saw. disebabkan olehkeengganan orang-orang Yahudi untuk beriman kepada beliau, bahwa beliautidak akan dituntut untuk mempertanggungjawabkan keengganan itu. Padaayat ini, keengganan orang-orang Yahudi dan Nasrani- walau bukansemuanya-untuk mengikuti ajakan Nabi Muhammad saw. lebih dipertegaslagi. Atau, ayat yang lalu menjelaskan bahwa Nabi Muhammad saw. Diutusuntuk menyampaikan berita gembira dan peringatan kepada semua pihak,dan karena semsetinya yang diberi berita gembira atau diberi peringatanakan menyambut dengan baik siapa yang menyampaikannya kepadanya,maka melalui ayat ini Allah menyampaikan bahwa tidak semua akan senangdan bergembira. Orang-orang beriman akan sangat rela dan senang denganberita gembiradan peringatanmu dan sebagian orang-orang yang beragamaYahudi dan beragama Nasrani tidak akan rela kepadamu wahai Muhammadsepanjang masa hingga engkau hanya memberi berita gembira kepadamerekadan ajaran yang mereka anut, dan ini tidak dapat terjadi kecuali jika engkaumengikuti agama mereka serta menyetujui perubahan petunjuk-petunjuk Ilahiyang mereka lakukan.
 Nabi Muhammad saw. yang dikenal sangat ingin agar semua manusiamemeluk Islam, seakan-akan bertanya: Jika demikian apa yang saya harus katakan kepada mereka? Beliau dituntun: Katakanlah kamu: "Sesungguhnyapetunjuk Allah yang dianugerahkan kepada nabi-nabi sebelum aku dansebelum kamu, serta petunjuk-petunjuk yang disampaikan-Nya kepadaku itulah petunjuki yang menyeluruh sempurna dan benar; yang bertentangandengannya pastilah kesesatan."
 Selanjutnya Allah memperingatkan Nabi Muhammad saw. Besertaseluruh umat Islam bahwa Demi keagungan Allah, Sesungguhnya jika engkauseandainya mengikuti kemauan mereka yang sesat itu setelah pengetahuan yakni wahyu-wahyu Allah serta petunjuk nalar yang sehat datang kepadamu, makaAllah tidak lagi menjadi pelindung sedikit pun dan penolong bagmu.
 Ayat di atas menyatakan bahwa mereka sama sekali tidak akanmeninggalkan agama mereka walaupun Nabi Muhammad saw. Mengajakmereka sekuat tenaga. Karena, bagaimana mungkin mereka akanmeninggalkan agama mereka, padahal mereka tidak rela kecuali jika NabiMuhammad saw. mengikud mereka, sedangkan buat Nabi Muhammad,mengikuti agama mereka adalah suatu yang mustahil. Jika demikian,mustahil mereka mengikuti agamamu wahai Muhammad. Demikianlahmaksud dari firman Allah swt. ayat 120 di atas.
 Ayat ini biasa Juga dipahami sebagai bukd bahwa semua orang Yahudidan Nasrani tidak rela kecuali jika kaum muslimin mengikuti agama mereka.Pemahaman semacam itu, tidak sejalan dengan redaksi dan hubungan ayat,tidak juga dengan makna yang dikemukakan oleh mayoritas ulama-ulamatafsir masa lalu seperti Fakhruddin ar-Razi, juga Tafsir yang sangat populerdan sederhana al-Jalalain dan ulama tafsir masa kini seperti Thahir Ibn "Asyurdalam tafsirnya, at-Tahrir, serta Muhammad Sayyid Thanthawi, mantanMufti Mesir yang kini adalah Syeikh Al-Azhar. Bahkan, ulama kontemporerini menulis bahwa, kata "hingga engkau mengikuti agama mereka" adalahkinayah, yakni tidak menyebutkan secara tegas apa yang dimaksud tetapimenyebut sesuatu yang lain yang dapat mengantarf kepada apa yangdimaksud. Redaksi ini menggambarkan keputusasaan menyangkutkemungkinan Ahl al-Kitab memeluk agama Islam. Jadi sekali lagi, ayat initidak dapat dijadikan dasar bahwa Ahl al-Kitab berusaha untukmengkristenkan umat Islam, apalagi me-Yahudi-kannya, karena agamaYahudi bukan agama misi. Bahwa ada yang berusaha untuk maksud tersebut,tentu saja tidak dapat disangkal, namun bukanlah ayat ini yang berbicaratentang hal tersebut.
Di sisi lain, karena ayat ini menggunakan redaksi yang menunjukkankepastian yang berlanjut terus menerus, tidak akan rela kepadamu (sepanjangmasa), sedang terbukti kemudian bahwa ada dari Barn Israeli yang memelukagama Islam, maka dengan demikian, yang dimaksud dengan orang Yahudidan Nasrani oleh ayat ini adalah orang-orang tertentu di antara mereka,bukan semua Ahl al-Kitab. Sedangkan makna sepanjang masa, dipahamidari kata ( لن) lan, yang digunakan ayat di atas.
Perlu juga digarisbawahi di sini, bahwa redaksi pernyataan, tidak akan rela. Ketika menggambarkan sikap orang Yahudi, ayat di atas menggunakankata lan yang berarti tidak akan untuk selama-lamanya, sedang ketidakrelaanorang-orang Nasrani digambarkan dengan kata ( لا ) la, yang berartimenafikan, tetapi ridak mengandung makna selama-lamanya. Perbedaankeduanya jelas sekali. Seandainya akan dipersamakan, maka ayat di atasdapat berbunyi "tidak akan rela atau tidak rela orang Yahudi dan Nasrani.”
Sebagian ulama berpendapat bahwa pembedaan itu dimaksudkanuntuk menunjukkan kemandirian sekaligus perbedaan masing-masing daridua kelompok Bani Isra'il atau Ahl al-Kitab itu, jika yang ini rela, yang itutidak rela. Hemat penulis, perbedaannya bukan hanya sampai di situ. Ayatini juga menunjukkan bahwa ada perbedaan antara Yahudi dan Nasranidalam sikap mereka terhadap Nabi Muhammad saw. dan ajaran beliau.
Untuk menjelaskan hal itu perlu terlebih dahulu diketahui, bahwamenurut pengamatan penults, al-Qur'an tidak menggunakan kata ( يهود)yahud/Yahudi kecuali dalam konteks kecaman terhadap sekelompok tertentudari Bani Israeli. Ini berbeda dengan penggunaan al-Qur’an untuk kata( نصارى) nashdra/Nasrani. Kata ini antara lain digunakan Juga menunjukkepada sekelompok Bani Isra'il pengikut Nabi 'Isa as. yang bersikapbersahabat terhadap orang-orang Islam (baca QS. al-Ma'idah [5]: 82).
Nah, karena al-Qur'an tidak menggunakan kata Yahudi kecualiterhadap kelompok Bani Isra'il yang memusuhi umat Islam, maka wajar jikaayat di atas menggunakan redaksi yang menginformasikan bahwa merekatidak akan rela untuk selama-lamanya terhadap Nabi Muhammad saw., adapunkaum Nasrani keadaan mereka tidak demikian. Dari sini, kata nashara padaayat di atas tidak menafikan kerelaan mereka untuk selama-kmanya. Perlujuga diingatkan kembali bahwa ayat-ayat di atas berbicara tentang orang-orang Yahudi dan Nasrani, yang hidup pada masa Rasul saw. Keadaanmereka sesudahnya tidak harus sama dengan masa ini. Hal ini, insya Allahakan diuraikan dalam ayat-ayat lain yang berbicara tentang Barn Isra'il.
Bagaimana sikap yang tepat dalam menghadapi mereka, seperd yang diuraikan oleh ayat 120 ini? Tuntunan ayat itu menyatakan: Katakanlah:"Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk yang benar." Petunjuk Allah hanyasatu. Ini dipahami dari penggunaan bentuk tunggal ( هو) huwa dan pada  kata ( هدى الله) huda Allah/petunjuk Allah, yakni berarti bahwa petunjuk itulah satu-satunya petunjuk yang sempuma. Tidak ada petunjuk yang benar, kecuali yang bersumber dari Allah serta nilai-nilai ajaran-Nya.
Selanjutnya, ayat ini mengingatkan kaum muslimin bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani yang dimaksud di atas, bukan hanyamempertahankan keyakinan mereka yang sesat, bahkan mereka juga akanberusaha agar Nabi Muhammad mengikud keinginan-keinginan yangdilahirkan oleh hawa nafsu mereka. Jika beliau mengikuti kemauan-kemauanhawa nafsu mereka, setelah pengetahuan datang kepada beliau, maka Allahtidak lagi akan menjadi pelindung dan penolong baginya. Keinginan merekaitu banyak dan bermacam-macam, sebagaimana dipahami dari penggunaankata (أهواء) ahwa’ yang menggunakan bentuk jamak (plural).
Redaksi ayat di atas tertuju kepada Nabi Muhammad saw. Manusia paling bertakwa pun diupayakan oleh orang Yahudi dan Nasrani itu untukdisesatkan, apalagi orang kebanyakan. Di sisi lain, Nabi Muhammad,kekasih Allah dan pilihan-Nya pun diancam oleh-Nya dengan ancamankeras bila mengikud mereka: "Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” Beliau saja diancam apalagi selain beliau. Sekali lagi, perlu diingatbahwa ayat ini bukan berbicara tentang semua Ahl al-Kitab
      Obyektivitas al-Qur^an terhadap mereka mencapai puncaknya padaayat berikut:

AYAT 121
t الَّذِينَ آَتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (121) [البقرة/121]

"Orang-orangyang telah Kami berikan al-Kitdb, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barang siapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.”
  Setelah mengancam siapa di antara Ahl al-Kitab yang wajardiperingati dan diancam karena mengubah kandungan al-Kitab, dijelaskandi sini kelompok yang wajar mendapat berita gembira. Mereka adalah orang-orang yang telah Kami berikan al-Kitab yakni Taurat atau Taurat dan Injil,mereka membacanya dengan bacaanyang sebenarnya yakni mengikud tuntunannyasecara baik dan sempurna serta sesuai dengan apa yang diturunkan Allahtanpa melakukan atau mempercayai perubahan yang ada, mereka itu yakniyang sungguh dnggi kedudukannya di sisi Allah beriman kepadanya yaknikepada kitab suci itu atau kepada petunjuk Allah yang sempurna itu. Danbarang siapa yang ingkar kepadanya yakni kepada kitab suci atau petunjukAllah, maka mereka itulah bukan selain mereka orang-orang yang benar-benarrugi, celaka dan binasa."
Anda baca di atas, al-Qur'an ddak menggeneralisir. Ada kelompokdi antara Ahl al-Kitab yang sikapnya ddak seperd yang digambarkan olehayat sebelum ini. Memang kelompok ini tidak banyak, sebagaimanadiisyaratkan pada ayat-ayat yang lalu, misalnya ayat 100. Tetapi, betapapun kecilnya, mereka ada. Dan agar ddak menimbulkan kesalahan penilaian,surah al-Baqarah menggarisbawahi keberadaan mereka.
 Kalimat ( يتلونه حق تلاوته ) yatlunahu haqqa tilawatihi/ mereka membacanyadengan bacaan yang sebenarnya, yakni membaca al-Kitab, Taurat atau Injil.Redaksi yang mereka baca adalah redaksi asli kitab suci itu. Mereka jugamembaca dengan tekun sambil mempelajari secara sungguh-sungguhkandungannya, lalu mengikud bacaan itu dengan pengamalan yang benar.Ini dipahami demikian karena karena kata kerja ( يتلو) yatlu pada mulanyaberarti mengikuti. Yang membaca mengikud apa yang dibacanya huruf demihuruf dan membunyikan huruf-huruf itu dengan lidah atau hatinya. Darisini ia biasa diartikan membaca. Tetapi ia dapat juga berarti mengikutituntunannya dengan pengamalan. Penafsiran di atas menggabung kedua makna tersebut dan hal ini tidak bertentangan karena itu-dalam pandangan ulama-tidak ada salahnya menggabung sekian makna yang berbeda selama makna-makna itu tidak bertentangan.

Makna Tahlilan

  PROSESI DAN MAKNA TAHLILAN DI DESA KLORON PLERET BANTUL SETIONO    A.    Latar Belakang Tahlilan sangat erat sekali kaitannya de...