BIDANG SOSIAL
PERNIKAHAN SESAMA JENIS
Oleh
SETIONO
A.
Latar
Belakang Masalah
Merambaknya Akulturasi budaya dengan agama saat ini memunculkan hal-hal
baru yang unik, seperti halnya pernikahan sesama jenis yang semakin marak. Serta
capaian-capaian lain yang amat pesat di ranah ilmu pengetahuan telah membawa
manusia pada satu era yang belum pernah terbayangkan sebelumnya. Satu era
keterbukaan, kebebasan serta pemujaan terhadap hak asasi yang terlalu
berlebihan, seperti halnyapenikahan sesama jenis yang semakin marak
diperbincangkan. Pernikahan sejenis disebut juga dengan Homoseksualitas.
Homoseksualitas sebenarnya sudah ada pada sejak masa lalu, namun masa lalu
kuantitasnya lebih kecil dan dilakukan dalam kerahasiaan, tidak terang-terangan
di depan mata atau mungkin memang kaum homoseksual tidak menunjukkan dirinya
sebagai homoseksual.[1]
Sedangakan, akhir-akhir ini muncul suatu kecenderungan di antara
sebagian orang untuk membuat perilaku homoseksual dapat diterima atas nama
keadilan dan toleransi yang mengatasnamakan penegakan HAM. Sebaliknya, wacana
tersebut juga ditentang oleh masyarakat yang menuntut hukuman yang tegas bagi
pelaku ini. Pandangan dan pemikiran tersebut berpotensi menimbulkan kerancuan
pemikiran terutama bagi umat Islam. Dimana sudah jelas, bahwa hukum di negara
Indonesia maupun hukum Islam yang mengacu pada Al-Qur’an dan Hadits tidak ada
satupun yang membolehkan. Berdasarkan uraian di atas, maka untuk lebih
mengetahui lebih dalam lagi mengenai hukum perkawinan sejenis,penulis akan meninjau kasus ini dari berbagai sudut
pandang agar tidak menimbulkan kerancuan pemikiran bagi kita semua.[2]
B.
Teori
Tentang Perkawinan Sejenis
Dalam
pembahasan mengenai pernikahan sesama jenis, ini menimbulkan beberapa perbedaan pemikiran di kalangan para ahli
Agama ataupun para pakar ilmu pengetahuan lainya. Untuk mengetahui bagaimana
hukum pernikahan sesama jenis, terlebih dahulu harus mengetahui pengertian
perkawinan itu sendiri. Sistem berpikir hukum islam biasanya berpedomanpada
Al-Qur’an dan Hadits. Perkawinan berasal dari dua kata yaitu nikah yang
merupakan masdar dari kata kerja nakaha, dan kata sinonimnya zawaja. Kata zawaja berarti pasangan dan kata nakaha berarti berhimpun.[3]
Dengan demikian, dari sisi bahasa perkawinan berarti berkumpulnya dua insan
yang semula berdirii sendiri menjadi satu kesatuan yang utuh dan bermitra.[4] Secara
umum al-Qur’an hanya menggunakan dua kata ini untuk menggambarkan terjadinya
hubungan seorang laki-laki (suami) dengan seorang perempuan (istri) secara sah,
baik hubungan lahir atau batin. Sedangkan dari sisi istilah atau syari’ah
mempunyai arti bahwa, ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan
perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia
berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.[5]
Menurut peraturan perundang-undangan menyatakan, bahwa dalam
undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan berbunyi: “ perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seoarang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang
berbahagia dan kekal berdasarka ketuhanan Yang Maha Esa”.[6] Dilihat
dari sisi sosiologi merupakan fenomena penyatuan dua kelompok keluarga besar
yang asalnya dari dua keluarga yang tidak saling mengenal, yaitu dari kelurga
suami dan satunya dari keluarga istri. Dua kelurga yang semula berdiri sendiri
dan tidak saling mengenal kemudian menjadi satu kesatuan yang utuh.[7]
Perkawinan merupakan anugerah Tuhan bagi seluruh makhluk
ciptaan-Nya. Anugerah dalam bentuk perkawinan adalah jalan yang dapat digunakan
makhluk Tuhan untuk mempertahankan kehidupan di alam dunia dan terus berkembang
biak. Seperti halnya aturan hukum perkawinan di Indonesia yang termuat dalam
UUP adalah bukan saja dipengaruhi oleh adat dan budaya masyarakat setempat, tetapi
juaga dipengaruhi oleh Agama Hindu, Budha, Kristen, Katolik, dan Islam, bahkan
juga dipengaruhi oleh aliran kepercayaan dan budaya perkawinan ala Barat. Hal
ini pada “lain masyarakat lain juga aturan perkawinanya”.[8]
Maka, bagaimana dengan istilah perkawinan sesama jenis, yang pada
akhirnya menunutut beberapa pendapat untuk memberi pengertian baru pada istilah
pengertian perkawinan itu sendiri. Secara umum perkawinan sesama jenis adalah
perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang berjenis kelamin sama. Hal ini Ada
dua bagian yaitu gay dan lesbian. Ditinjau dari beberapa
pengertian di atas, maka akan jelas terlihat kerancuan makna, diamana
pengertian perkawinan sendiri sudah mengandung makna ikatan lahir batin antara
seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri. Penggunaan kata
perkawinan sesama jenis, menurut penyusunan sebagai upaya pemaksaan pengertian
yang lebih bertujuan untuk mendapat pengakuan. Sehingga kurang tepat jika
menggunakan istilah perkawinan sesama jenis, karena hal itu bukan sebuah
perkawinan sebagaimana makna sebenernya yang ada, tetapi hanya ikatan antara
dua insan semata. Apalagi dihubungkan dengan hukum Islam, hal itu sudah sangat
jelas dilarang oleh syari’at Islam.[9]
“Manusia membuat sejarahnya sendiri, tetapi mereka tidak membuatnya tepat seperti
yang mereka sukai, mereka tidak membuatnya dalam situasi-situasi yang dipilih
oleh mereka sendiri, melainkan dalam situasi-situasi yang langsung dihadapi,
ditentukan, dan ditransmisikan dari masa lalu” (Karl Marx).Menurut ilmu psikologi manusia
dikelompokkan menjadi pria ataupun wanita atas dasarlebih kepada sifat-sifat kejiwaannya,
sebagai contoh, Bisa jadi ia seorang dengan bentuk anatomi pria, tetapi ia
memiliki sifat-sifat kejiawaan wanita. Lalu apa yang menjadi dasar seorang
secara administrasi kependudukan menjadi pria ataupun wanita sudah tentu atas
dasar analisa kedokteranlah yang digunakan.Dan Bagimana jika seseeorang homoseksual tersebut melakukan operasi penggantian
kelamin, lengkaplah sudah ia secara medis tergolong kedalam golongan/kelompok
wanita ataupun pria, hal ini sudah banyak terjadi di Indonesia, dengan
melakukan operasi seseorang mendapatkan identitas baru (KTP) baru sebagai lawan
jenis dari sebelumnya.
Maka lengkaplah sudah persyaratan untuk melakukan perkawinan di Indonesia, cukup dengan berkorban dari salah satu pasangan homoseksual ini untuk melakukan operasi pergantian kelamin saja. mereka sudah dapat menikah denga tertib administrasi.[10]
Maka lengkaplah sudah persyaratan untuk melakukan perkawinan di Indonesia, cukup dengan berkorban dari salah satu pasangan homoseksual ini untuk melakukan operasi pergantian kelamin saja. mereka sudah dapat menikah denga tertib administrasi.[10]
C.
Sejarah
Budaya dalam
bentuk hubungan sesama jenis dalam sejarah umat manusia sebenarnya sudah
dikenal lama. Dikalangan umat Islam sejarah hubungan sesama jenis tidak
terlepas dari kisah kaum Nabi Lut as. Kemunculan adanya fenomena kawin sesama jenis dalam sejarah manusia sudah dikenal
lama. Dikalangan umat Islam sejarah hubungan sesama jenis tidak lepas dari kisah kaum Nabi
Lut as. Kemunculan adanya upaya untuk menyebut hubungan sesama jenis tersebut menjadi
bentuk perkawinan sesama jenis dipengaruhi oleh anggapan bahwa tafsir keagamaan
sangat dihegemoni oleh keadaan kejiwaan seks yang cenderung bermitraseks dengan
segala jenis baik dengan satu jenis kelamin maupun jenis kelamin lain (heteroseksualitas)[11].
Nilai-nilai patriarkal dan bias gender, yaitu idiologi
yang mengharuskan manusia berpasangan dengan lawan jenis dan harus tunduk pada aturan
hesteroseksualitas yang
menggariskan tujuan perkawinan semata-mata
untuk prokreasi, yaitu menghasilkan keturunan.
Mengenai hubungan
seksual sesama jenis sebagai sebuah perilaku menyimpang yang terjadi pada zaman
Nabi Lut as sebagaimana yang diterangkan dalam al-Qur’an dijelaskan oleh
Muhammad ‘Ali as-Sabuni dalam tafsirnya Safwah at-Tafasir. Menurut as-Sabuni
dijelaskan bahwa umat manusia yang pertamakali melakukan homoseksual adalah kaum
Nabi Lut as.
Kisah Nabi Lut
as, sebagai salah satu sejarah yang menggambarkan adanya kebiasaan menyukai sesame jenis,
secara eksplisit ditunjukkan dalam beberapa ayat al- Qur’an yang secara jelas menyebutkan
tentang perbuatan dan hubungan sesama jenis ini dilakukan oleh kaum normal
(bukan gay) yang mereka lebih menyukai sesama jenisnya (sesama laki-laki) daripada lawan jenisnya
(perempuan). Pernyataan ini ditunjukkan dalam
beberapa ayat al- Quran yang secara jelas menyebutkan tentang perbuatan dan
hubungan sesama jenis, misalnya yaitu:
dalam surah an-Naml (27):54-55.
“Dan (ingatlah kisah)
Lut, ketika dia berkata dengan kaumnya mengapa
kamu mengerjakan perbuatan fasyah (keji)
padahal kamu melihatnya (kekejian).”
“Mengapa kamu datangi laki–laki untuk (memenuhi) syahwatmu, bukan
(mendatangi) perempuan? Sungguh, kamu adalah
kaum yang tidak mengetahui ( akibat perbuatanmu).”
Perbuatan tersebut tidak hanya melibatkan kaum Nabi Lut as, tetapi juga isterinya
sendiri. Sehingga Allah menurunkan azab dengan
membalikkan bumi yang atas berada dibawah (terbalik) dan juga dihujani batu
yang sangat panas kaum dan isteri Nabi Lut
as ikut dibinasakan oleh Allah, hal ini sebagaimana
disebutkan dalam firman Allah
QS.al-A’raf (7).80-81.
“Sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama lelaki bukan kepada
perempuan. Kamu benar-benar kaum yang
melampaui batas.”
“Dan kami hujani mereka dengan hujan
(batu). Maka perhatikanlah bagimana kesudahan
orang yang berbuat dosa itu”.
Hubungan sesama jenis khususnya
dalam masalah seks,
atau sering dikenal dengan homoseksual dalam catatan sejarah, seperti disebutkan De’de’
Oetomo dalam bukunya
“Memberi Suara Pada
Yang Bisu”. Seperti tentang homoseksual di Barat walaupun banyak terjadi budaya mitos. Seperti dalam masyarakat Yunani kuno homo seks dianggap
ideal dan dilembagakan, prakteknya para prajurit diharapkan mempunyai sahabat laki-laki
yang lebih muda. Dalam mitologi yunani tentang kisah percintaan sesama jenis kelamin, sebagaimana yang dilakukan oleh
Zeus dan
Ganymede.[12]
Berkaitan dengan bentuk hubungan sesama jenis
yang dilakukan dengan bentuk perkawinan
di Barat. Salah satunya terjadi di Amerika,
yang dilakukan seorang wali kota
San Fransisco bernama Gavin Newson dengan memberikan kebijakan untuk menikahkan tidak kurang dari
3000 pasang jenis, gay dan lesbian secara legal (baca: mendapat surat nikah
) hanya dalam waktu seminggu.[13]
Saat ini
di beberapa Negara seperti Belanda, Belgia,
Kanada, Amerika Serikat, Australia, pasangan gay (laki-laki dengan laki–laki
) dan lesbian (perempuan dengan perempuan) dapat hidup serumah dalam ikatan yang sah secara hukum.[14] Mereka anggap bahwa hidup sesama jenis merupakan
hak asasi manusia dan sudah menjadi kodrat.
D.
Bentuk-bentuk
hubungan sesama jenis
Manusia normal memiliki orientasi seksual terhadap lawan jenisnya.
Seseorang laki-laki tertarik pada seseorang perempuan, atau sebaliknya,
seseorang perempuan tertarik pada seorang laki-laki. Namun lain halnya dengan
kaum homoseks, mereka tidak memiliki kecenderungan seksual yang normal seperi
itu. Kaum homoseksual justru lebih tertarik pada sesama jenisnya, mereka ini
lazim disebut gay. Begitu pula, para wanita homoseks tertarik pada sesama
wanita. Mereka ini lazim disebut lesbian.
a.
ciri-ciri
Gay (laki-laki suka dengan laki-laki)
Bahwa kata gay mempunyai arti sama dengan kata homoseksual[15]yaitu
orang yang mempunyai orientasi seksnya dengan sesama jenis. Demikian dapat
diperoleh pengertian bahwa perkawinan gay berarti perkawinan yang dilangsungkan
antara laki-laki dengan laki-laki. Untuk mengetahui apakah seseorang itu gay
atau tidak, setidaknya perlu diketahui ciri-ciri gay. Sayangnya sulit untuk
mengetahui secara pasti dan akurat mengenai ciri-ciri khusus yang terlihat
kasat mata tentang gay, karena ciri-ciri mereka mungkin berbeda di suatu daerah
dengan daerah lain atau di suatu negara dengan negara lain, mereka pun (kaum
gay), terutama di Indonesia cenderung sangat tertutup. Ciri-ciri khusus yang
mereka miliki hanya bisa diketahui oleh kelompoknya atau orang-orang tertentu
saja.
·
Diantaranya
ciri-ciri gay menurut Zafar Khan sebagai berikut:
` a. Memakai anting di telinga sebelah kanan
b. Menyembulkan sapu tangan di kantong
belakang
c. Memakai aksesoris atau perhiasan yang
berlebihan
d. Gaya bicara feminim (beda dengan
waria)
e. Lebih tertarik pada aktivitas yang
biasanya dilakukan wanita[16]
Khan
mengingatkan, bahwa bukan hanya gay yang seperti itu, jadi hal ini belum pasti
menandakan penggunanya seorang gay. Disamping hukum islam mengharamkan
perkawinan sesama jenis, hukum perundang-undangan yang ada di Indonesia, tidak
ada satu pasal pun yang membolehkannya (baik UU No. 1 Tahun 1974 maupun KHI).
Namun, dalam kehidupan nyata bukan berarti perkawinan sesama jenis tidak pernah
terjadi.[17]
b. ciri-ciri Lesbian (perempuan suka dengan
perempuan)
Homoseksualitas
sering disalah artikan sebagai hubungan seks antara sesama laki-laki saja.
padahal, hubungan antara sesama perempuan juga termasuk ke dalam
homoseksualitas. Sedangkan lesbian dalam
pengertian psikologinya dapat diartikan penyimpangan perilaku sosial dimana
kenikmatan seksual seoran perempuan
didapat dari perempuan lain. Bahkan terkadang tidak sebatas seksual, tetapi
juga fisik, emosional dan secara spiritual. Bila laki-laki homoseks lazim
disebut gay, permpuan homoseksual disebut dengan lesbian. Mengenai ciri-ciri
hampir sama dengan gay, sulit menetapkannya karna tergantung dengan wilayah
atau negara. Seperti dikalangan lesbian remaja Yogyakarta, sebagaimana dikutip
salah satu media masa bahwa kalangan lesbian lebih tertutup dari pada kaum gay.
Salah satunya dikalangan lesbian remaja Yogyakarta dikenal istilah butchie
dan femme[18]
untuk membedakan peran mereka.
Maraknya
lesbianisme di Indonesia menurut Zafar Khan dipengaruhi oleh beberapa sebab
yaitu :
a.
Berawal
dari rangsangan-rangsangan yang di dapat anak perempuan di sekolah mereka,
terutama sekolah yang berasrama dimana dua orang atau lebih anak perempuan
ditempatkan dalam satu kamar.
b.
Jumlah
pria dan perempuan yang tidak berimbang, dimana saat ini pada umumnya di dunia,
jumlah kaum perempuan jauh melampaui jumlah kaum pria.
c.
Rangsangan
media informasiseperti televisi, majalah, film, dan lain sebagainya yang banya
mempromosikan ”gaya hidup alternatif”.
d.
Emansipasi
wanita yang salah langkah, di mana saat ini para wanita seringkali merasa
tertindas oleh “superioritas” kaum laki-laki. Hal ini menumbuhkan benih
kebencian di hati perempuan terhadap laki-laki.
e.
Trauma yang dirasakan perempuan akibat kekerasan
yang dilakukan ayahnya yang tentu saja pria. Hal ini menumbuhkan benih
kebencian di hati perempuan terhadap kaum pria.
f.
Sebagai
wanita merasa tidak pernah memiliki hubungan yang baik dengan pasangan prianya,
baik suaminya maupun pacarnya. Mereka memandang kaum pria sebagai makhluk yang
egoisme, termasuk dalam soal seks. Mereka tidak terpuaskan dengan kaum pria,
sehingga mereka mencari wahana baru untuk memuaskan hasrat mereka itu. Mereka
merancang seks bagi mereka sendiri yakni lesbianisme.[19]
c. Dasar Keharaman Perkawinan Sesama Jenis
Pengharaman perkawinan sesama jenis dapat didasari ayat al-Quran
yang memuat tentang kisah Nabi Luth as, seperti Q.S. Al-A’raf(7):80-81, An-Naml
(27): 54-55. Dilihat dari sudut pandang usul al-fiqh, maka penetapan hukumnya
adalah termasuk syar’u man qablana (syari’at umat sebelum islam).
Dengan ketentuan bahwa apabila al-Quran dan Hadist telah
menerangkan status hukum yang disyari’atkan oleh Allah kepada umat sebelum umat
islam, kemudian al-Quran dan Hadist menetapkan bahwa hukuman tersebut
diwajibkan atau diharamkan pula kepada umat Islam, sebagaimana diwajibkan atau
diharamkan kepada mereka, maka tidak diperselisihkan lagi bahwa hukum tersebut
adalah sebagai syari’at bagi umat Islam dan sebagai hukum yang harus diikuti.[20]
Dengan demikian perngharaman perkawinan sesama jenis juga dapat merujuk pada
larangan terhadap perbuatan yang telah dilakukan oleh kaum Nabi Lut as, dan itu
dapat berlaku juga kepada umat Islam sekarang. Karena hukum itu merupakan hukum
Ilahi yang telah disyari’atkan melalui para Rasul dan Nabi-Nya serta tidak ada
dalil yang me-nasakh-nya. Perbuatan penyimpangan perilaku seks sesama jenis
yang dilakukan oleh kaum Nabi Lut as merupakan
salah satu yang dimurkai Allah, sehingga Allah menghancurkan kaum Nabi Lut
as dengan siksaan sebagaimana digambarkan dalam firman Allah Q.S An-Naml
(27):57-58, Q.S Al-A’raf (7):83-84, Q.S Hud(11):82-83.[21]
Dalam al-Quran tersebut secar tegas menyebutkan beberapa hal sebagai berikut:
a.
Bahwa
perilaku suka sesama jenis terjadi
pertama kali pada masa Nabi Lut as. karena itu kosa kata yang bisa digunakan
untuk kebiasaan ini disebut dengan liwat atau liwatah.
b.
Perilaku
sesama jenis dikelompokkan sebagai perbuatan fahisyah yaitu perbuatan
keji yang identik dan sebangun dengan perbuatan zina.
c.
Perilaku
sesama jenis dimasukan dalam perbuatan pidana (jarimah).
d.
Para
pelaku umumnya tidak menyadari akibat yang ditimbulkan oleh perbuatannya.
e.
Pelaku
sesama jenis cepat atau lambat berhak atas siksa Allah SWT.[22]
Kelima poin
diatas, bertemu pada kesimpulan hukum yaitu bahwa al-Qur’an dengan jelas
melarang dan mengharamkan periaku seksual sesama jenis atau status pernikahannya.
Sekalipun ada kasus perkawinan sesama jenis, yang jelas semua agama
mengharamkan tindakan seperti itu. Karena tidak sesuai dengan fitrah sebagai
manusia normal, yang membutuhkan keturunan sebagai penerus sejarah perjuangan
dan cita-cita orang tuanya yang terputus.[23]
Pendapat Sayyid as-Sabiq, dalam pandangannya lesbian diberi hukuman dalam
bentuk ta’zir saja.[24]
Jadi hukumannya lebih ringan dibandingkan dengan bahaya homoseksual.
Pemikiran lain
Kholidul Adib mengenai homoseksual juga nampak pada pandangan-pandangannya
mengenai upaya yang harus dilakukan, atas dugaan ataupun tuduhan adanya
penindasan terhadap kaum homoseksual. Asumsi tentang adanya penindasan kaum
heteroseksual terhadap homoseksual, Adib dasarkan pada keputusan para psikiater
pada tahun 1993 yang tertuang dalam buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosa
(PPDG) II yang diterbitkan oleh Direktorat Kesehatan Jiwa, Depkes RI.[25]
Pokok pemikiran
Kholidul Adib yang cukup kontrofersial adalah pemikiran dan pandangan tentang
pernikahan sesama jenis. Pernikahan sesama jenis di Indonesia dan beberapa di
negara lain merupakan sebuah tindakan yang dilarang negara, walaupun ada
beberapa wilayah disebuah negara memperbolehkannya. Secara garis besar, inti
pemikiran Adib tentang pernikahan sesama jenis dimulai dengan pembenarannya
terhadap pendapat Dede Oetomo seorang homoseks dan aktifis gay Indonesia.
Pendapat Dede Oetomo yang ditulisnya dalam buku “memberi suara pada sang bisu”
menyatakan kalau manusia harus menurut agama sampai ia sangat menderita, apakah
hal itu dapat dibenarkan? Bukankah fungsi agama adalah memberi pegangan hidup
bagi seorang pribadi dalam hidup di dunia ini? Selama sifat homoseks kita
pergunakan untuk mencintai dan karenanya berbuat baik kepada sesama manusia,
bukankah itu ajaran agama?[26]
Penilaian dan
pernyataan pembenaran tersebut memunculkan pandangan Kholidul Adib, bahwa wajah
agama yang menindas itu harus dikritik dan direkonstruksi. Alasan Adib,
lagi-lagi dia mengutip dan menyepakati pendapat yang menilai bahwa kitab suci
al-Qur’an yang memuat setumpuk doktrin Islam itu, seharusnya dibaca dan
dipahami secara kritis dan di dialogkan dengan memperhatikan kebutuhan
masyarakat yang ada. Bukanya menjadi senjata ampuh untuk memvonis benar dan
salah secara tekstual.[27]
E. Kesimpulan
Dari pemaparan uraian di
atas, sehingga dapat mengetahui jawaban atas pokok masalah yang diajukan. Ada beberapa kesimpulan
yang bisa dirangkum dalam pemaparan tersebut.
Landasan dari pemikiran M. Kholidul Adib tentang bolehnya perkawinan sesame jenis, di
antaranya:
a. Tidak ada perbedaan laki-laki dan perempuan. Salah satu berkah Tuhan adalah bahwasannya semua manusia,
baik laki-laki atau wanita,
adalah sederajat,
manusia dihargai hanya berdasarkan ketaatannya.
b. Intisari ajaran Islam adalah memanusiakan manusia dan menghormati kedaulatannya.
Homoseksualitas adalah berasal dari Tuhan, dan karena itu harus diakui sebagai hal yang alamiah.
c. Dalam teks-teks suci yang dilaraang lebih tertuju kepada perilaku seksualnya.
Sebab, menjadi heteroseksual, homoseksual (gay dan lesbi), dan biseksual adalah kodrati,
sesuatu yang “given” atau dalam bahasa fikih disebut sunnatullah. Sementara perilaku seksual bersifat konstruksi manusia.
Dalam
Islam sendiri, soal homoseksual ini sudah jelas hukumnya, baik yang terdadapat dalam ayat-ayat
al-Qur’an maupun Hadis, sudah cukup sebagai dasar pengharaman perkawinan sesama jenis.
DAFTAR PUSTAKA
Kamus Kontemporer.
1998. al-‘Asrly Arab Indonesia.
Yogyakarta. Multi Karya Grafika
Skripsi Fatchurrohman. 2010. Pandangan Hukum Tentang pernikahan
sesama jenis. Jurusan Syari’ah dan Hukum UIN SUKA
Nasution Khairuddin. 2004. Hukum Perkawinan 1, Yogyakarta. ACAdeMIA
& TAZZAFA
UU No. 1 Tahun
1 1974 tentang Perkawinan Pasal 1
Adi Kusuma Hilman. 1990. Hukum
Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan Hukum Adat dan Hukum Agama. Bandung. Mandar Maju
file:///H:/Aris_Rahmatdi%20%20Ada%20Apa%20Dengan%20Perkawinan%20Sejenis.
htm, diambil tanggal 8 mei, jam
13.20
Lihat Pius A. Partantodan M.Dahlan
Al Barry. 2006. Kamus Ilmiah Popular.
Surabaya. Arkola
John M. Echolasdan Hassan Shadil. 1995. KamusInggris-Indonesia.
Jakarta. Gramedia.
Bandingkan dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,. 1989. KamusBesarBahasa Indonesia. Jakarta. BalaiPustaka
Zafar Khan. 2003. Pandangan Islam tentangHomoseksual, alih bahasa Yudi. Jakarta. Pustaka Zahra.
NurAini. 2004. Terserah Orang BilangApa, Tapi Allah Melihat Mata Hati . Edisi 25 Th. XI
Yahya Mukhtar dan Fathurrahman. 1986. Dasar-dasarPembinaanHukumFiqh Islam. Bandung. Al-Ma’arif
Mahmassani Sabhi. 1988. Filsafat Hukum dalam Islam. Cet. II. Bandung. Al-Ma’arif,
Q.S. An-Naml: 57-58, Al A’raf: 83-84, Hud: 82-83.
Muhammad Rawwas.
Qal’ah Jidan Sadiq Muhammad Qunaibi, Mu’jam al-Lugat AhmaIbnHanbal, Musnad
Ahmad Ibn Hanbal . Beirut: Dar al-Ilm, I: 24.
Sayyid as Sabiq, Fiqh as-Sunnah, II: 367
Baca Dede Oetomo. 2003. Memberi Suara Pada Yang Bissu. Yogyakarta. Pustaka Marwa. Cet. II
[1] Skripsi Fatchurrohman, Pandangan Hukum
tentang Pernikahan Sesama Jenis, Jurusan
Syari’ah dan Hukum UIN SUKA, 2010.
[10] file:///H:/Aris_Rahmatdi%20%20Ada%20Apa%20Dengan%20Perkawinan%20Sejenis.htm, diambil
tanggal 8 mei, jam 13.20,
[11] Lihat Pius A. Partanto dan M.Dahlan Al Barry,
kamus Ilmiah Popular, (Surabaya: Arkola), hlm.220
[12] Skripsi
Fatchurrohman, Pandangan Hukum tentang Pernikahan Sesama Jenis, Jurusan Syari’ah
dan Hukum UIN SUKA, 2010
[13]Jelasnya lihat Harian
jawa pos tanggal 22 februari 2004
[14] Skripsi Fatchurrohman, Pandangan
Hukum tentang Pernikahan Sesama Jenis, Jurusan Syari’ah dan Hukum UIN SUKA, 2010
[15]DalambahasaInggriskelompok
kata inidisebut Slang.Slangadalahbahasa yang berlogatkasar, kata gay
mempunyaiarti yang samadengankata homoseksualyaitu rasa
tertarikdanmencintaijenisseks yang sama, Lihat John M. Echolasdan Hassan
Shadily, KamusInggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1995), hlm. 264. Banding kandengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 102.
[16]Zafar Khan, Pandangan Islam tentangHomoseksual, alihbahasaYudi
(Jakarta; Pustaka Zahra, 2003), hlm. 77.
[17]NurAini, “Terserah Orang BilangApa, Tapi Allah Melihat Mata Hati Kita”,
dalamJurnalJustisia, Edisi 25 Th. XI, 2004, hlm. 65-68.
[18]Butchiea dalah lesbian yang berperan sebagai pihak cowok dalam hubungan mereka, dan biasanya ceweknya berpenampilan
tomboy.Sedngkan Femme berperan sebagai cewek.
[20]Mukhtar Yahya dan Fathurrahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1986), hlm.
114. Sabhi Mahmassani, Filsafat Hukum dalam Islam, Cet. II, alihbahasa Ahmad Sudjono,
(Bandung: Al-Ma’arif, 1989), hlm. 142.
[21]Q.S. An-Naml: 57-58, Al A’raf: 83-84, Hud: 82-83.
[24]Sayyid as Sabiq, Fiqh as-Sunnah, II: 367.
[25] Baca Dede Oetomo, MemberiSuaraPada Yang Bissu,
(Yogyakarta: PustakaMarwa, 2003) Cet. II, hlm. 19.