Aliran-Aliran dalam Konsep KeTuhanan
Oleh : SETIONO
A. Latar
Belakang
Dalam perjalanannya problem yang
dihadapi oleh manusia makin kompleks, sehingga membutuhkan jawaban yang
kompleks pula, jawaban yang diberikan terhadap suatu problem tidak selalu dapat
tuntas, bahkan kadang-kadang hanya sebagian kecil saja dari problem-problem
yang ada terjawab dengan baik. Hal tersebut dikarenakan latar belakang yang
berbeda-beda, baik dilihat dari aspek manusianya maupun dari aspek masalahnya,
maka hal tersebut berpenganruh terhadap jawaban-jawaban yang diberikan.
Oleh karena jawaban dari suatu
masalah dilihat dari berbagai sudut pandang sehingga mengakibatkan jawaban yang
berbeda pula, maka timbullah bermacam-macam aliran dalam filsafat. Manusia
memegang peranan penting dalam munculnya aliran-aliran dalam filsafat ini,
karena pada hakikatnya manusia mempunyai unsur kejiwaan, yaitu cipta, rasa, dan
karsa, maka setiap individu dapat menghasilkan filsafatnya masing-masing. Namun
pada sisi yang lain kenyataannya menunjukkan bahwa hanya orang-orang tertentu
saja yang dapat mengemukakan pendapat serta ajaran yang bernilai filsafat.
Aliran mengenai konsep ketuhanan
berbeda dengan perkembangan konsep kepercayaan kepada Tuhan. Kalau perkembangan
konsep ketuhanan lebih menekankan pada aspek sejarah dan perubahan yang terjadi
dari satu fase ke fase berikutnya, sedangkan dalam aliran tentang konsep ketuhanan
tidak dilihat dari aspek sejarah, tetapi hubungan Tuhan dengan dunia dan
makhluk-makhluk-Nya, seperti apakah Tuhan jauh atau dekat dari alam? Dan apakah
Tuhan setelah menciptakan alam selalu menjaga dan mengaturnya? Pengetahuan
tentang Tuhan dan kesetiaan terhadap aturan-aturan-Nya merupakan dasar bagi
tiap agama, baik agama langit atau pun bumi. Namun kesadaran
manusia akan eksistensinya menggiring ia untuk melihat bahwa eksistensinya
dipengaruhi oleh tiga sifat; faktisitas, transendensi dan kebutuhan
untuk mengerti.[1]
Hambatan-hambatan yang ditimbulkan
oleh kata dan susunan kalimat dalam suatu bahasa seringkali memaksa seorang
filusuf untuk menyusun kalimat atau merangkai kata baru, hal ini dilakukan
semata mata untuk bisa membuat representasi yang mendekati dengan apa yang
terkandung dalam pikirannya. Oleh karena filsafat merupakan hasil perenungan
jiwa manusia yang terdlam, maka corak (sifat,khas) dalam tiap-tiap aliran tidak
terlepas dari unsur-unsur yang menyusun manusia itu sendiri. Maka dari itu
dalam pembahasan kali ini saya akan membahas tentang aliran-aliran dalam Filsafat pada pembahasan kali ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja aliran-aliran konsep
ketuhanan dalam filsafat?
2. Bagaimana penjelasan dari setiap
aliran-aliran tersebut mengenai konsep ketuhanan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui aliran-aliran
konsep ketuhanan dalam filsafat.
2. Untuk mengetahui pemahaman setiap
aliran-aliran mengenai konsep ketuhanan.
BAB II
PEMBAHASAN
Aliran dalam konsep ketuhanan
berbeda dengan perkembangan konsep kepercayaan kepada Tuhan. Kalau perkembangan
konsep ketuhanan lebih menekankan pada aspek sejarah dan perubahan yang terjadi
dari satu fase ke fase berikutnya, sedangkan dalam aliran tentang konsep
ketuhanan tidak dilihat dari aspek sejarah, tetapi hubungan Tuhan dengan dunia
dan makhluknya.[2]
Dalam
catatan sejarah yang ada terdapat bermacam-macam pandangan mnusia tentang
Tuhan, kali ini kami akan membahas tentang aliran-aliran:
- Teisme
- Deisme
- Panteisme
- Panenteisme
- Naturalisme
Parapenganut empat aliran ini mereka
semua sepakat tentang pemikiran bahwa Tuhan sebagai zat pencipta. Namun
demikian, mereka berbeda tentang cara berada, aktivitas, dan hubungan Tuhan
dengan alam dan manusia, mereka mendapat pandangan-pandangan tersebut dari
tokoh-tokoh mereka masing-masing yang notabennya masing-masing dari mereka
memiliki persepsi masing-masing tentang Tuhan karena latar belakang mereka
berbeda satusamalainnya.
A. Aliran
Teisme
Dalam aliran teisme mereka
berpendapat bahwa alam diciptakan oleh Tuhan yang tidak terbatas, antara Tuhan
dan makhluk sangat berbeda. Menurut teisme, Tuhan di samping berada di alam
(imanen), tetapi Dia juga jauh dari alam (transenden). Ciri lain dari aliran
teisme adalah mereka menegaskan bahwa Tuhan setelah menciptakan alam, tetap
aktif dan memelihara alam. Karena itu, dalam teisme mukjizat yang menyalahi
hukum alam diyakini kebenarannya, begitu juga doa seseorang akan didengar dan
dikabulkan. Agama-agama besar yang ada saat ini pada dasarnya menganut paham
teisme, seperti Yahudi, Kristen, dan Islam.
Adabeberapa
tipe yang ada didalam aliran teisme itu sendiri antara lain:
- Teisme rasional
- Teisme fenomenologi
Teisme juga dapat dibedakan dalam
hal kepercayaan tentang Tuhan dan hubungan-Nya dengan alam. Sebagian besar dari
penganut aliran teisme percaya bahwa materi alam adalah nyata, sedangkan yang
lain mengatakan tidak nyata, itu hanya eksis dalam pikiran dan idea. Namun
kebanyakan dari mereka yakin bahwa Tuhan tidak berubah, namun sebagian dari
mereka ada yang terpengaruh oleh panteisme, sehingga mengatakan bahwa Tuhan
berubah dalam beberapa hal.
Terdapat perbedaan yang cukup
menonjol dalam teisme adalah antara agama Yahudi dan Islam di satu pihak dangan
Kristen Ortodoks di pihak lain. Dalam keyakinan pihak pertama bahwasanya Tuhan
adalah zat yang Esa, sedangkan pihak yang lain mereka meyakini bahwa Tuhan
adalah tiga pribadi (trinitas).[3]
Dalam Islam kejelasan tentang Tuhan adalah Esa, sekaligus transenden dan imanen
dijelaskan dalam ayat Al-Qur’an, yaitu surat: Al-Ikhlas ayat 1, Al-A’raf ayat
54, dan Qaf ayat 16.
Ayat-ayat diatas menegaskan bahwa
dalam Islam Tuhan adalah transenden dan sekaligus imanen. Lebih lanjut tokoh
Islam Al-Gazali mengatakan, menurutnya, Allah adalah zat yang Esa dan
pencipta alam serta berperan aktif dalam mengendalikan alam. Menurut Al-Gazali
mukjizat adalah suatu peristiwa yang wajar karena Tuhan bisa mengubah hukum
alam yang dianggap tidak bisa berubah. Menurut Al-Gazali, karena tuhan maha
kuasa dan berkehendak mutlak, maka tuhan mampu mengubah segala ciptaan-Nya
sesuai dengan kehendak mutlak-Nya.[4]
Sementara itu menurut tokoh Kristen
St. Agustinus, menurutnya Tuhan ada dengan sendirinya (self-sxisting), tidak
diciptakan, tidak berubah, abadi, bersifat personal, dan maha sempurna.
Menurutnya Tuhan adalah kekuatan personal, yang terdiri dari tiga person, yaitu
Bapak, Anak, dan Roh Kudus. Menurutnya, Tuhan menciptakan alam, jauh dari alam,
di luar dimensi waktu, tetapi Dia mengendalikan setiap kejadian dalam alam.
Menurut Agustinus, mukjizat benar-benar ada karena Tuhan selalu mengatur
ciptaan-Nya.
Sedangkan menurut filosof
Yunani yang berpaham teisme yang bernama Ibn Maimun atau Maimonides.
Menurutnya, Tuhan meliputi semua posisi yang penting, tidak berjasad dan tidak berpotensin
dan tidak menyerupai makhluk. Singkatnya menurut dia ketika seseorang berbicara
tentang Tuhan dia hanya bisa menggunakan sifat-sifat yang negatif. Dalam hal
tersebut menurutnya Tuhan sama sekali jauh dari pengetahuan dan pemahaman
manusia. Oleh karena itu menurutnya Tuhan adalah trensenden. Sedangkan bukti
bahwa Tuhan memperhatikan nasip makhluknya, karena Dia memberikan nikmat kepada
makhluknya bertingkat-tingkat. Semakin penting sesuatu itu untuk kebutuhan
hidup, semakin mudah dan murah diperoleh. Sebaliknya, semakin tidak dibutuhkan,
maka hal itu semakin jarang dan mahal.
Dari ketiga filosof tersebut
terdapat benang merah yang menghubungkan pemikiran mereka. bahwasanya, mereka
berpendapat bahwa Tuhan secara zat adalah transenden dan jauh dari pengetahuan
manusia. Namun, ditinjau dari segi perbuatan-Nya, Tuhan berada dalam alam dan
bahkan memperhatikan nasip makhluknya.
Kontribusi
positif yang terdapat dalam teisme, antara lain:
- Sebagian pemikir mengakui adanya suatu realitas tertinggi yang perlu dianut.
- Dalam kehidupan yang selalu burubah, teisme menawarkan suatu landasan yang kokoh, teisme menegakkan standar moral yang universal untuk semua manusia, bahkan untuk semua ras.
- Sebagian besar aliran pandangan menempatkan manusia dalam posisi tertinggi. Teisme meletakkan suatu dasar yang kokoh dalam menghargai manusia, dengan prinsip bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan dan sekaligus wakilnya di muka bumi.
- Para penganut nihilisme yang menyimpulkan bahwa hidup adalah sesuatu yang tidak bernilai, dalam hal ini teisme menawarkan suatu tujuan tertinggi bagi kehidupan. Teisme mempertegas keberadaan manusia di dunia, dari mana, sedang ke mana, dan mau ke mana. Maka dari itu teisme menawarkan kehidupan yang abadi setelah mati.
B. Aliran
Deisme
Kata deisme berasal dari bahasa
latin deus yang berarti Tuhan. Dari akar kata ini kemudian berubah menjadi
dewa, menurut paham deisme Tuhan berada jauh di luar alam. Tuhan menciptakan
alam dan sesudah alam diciptakan, Ia tidak memperhatikan dan memelihara alam
lagi. Menurut aliran ini alam berjalan sesuai dengan peraturan-peraturan yang
telah diciptakan ketika proses penciptaan, peraturan-peraturan tersebut tidak
dapat berubah-ubah dan sangat sempurna.
Aliran deisme mengibaratkan tuhan
seperti tukang jam yang sangat ahli, sehingga setelah jam itu selesai tidak
membutuhkan si pembuatnya lagi, jam itu berjalan sesuai dengan mekanisme yang
telah tersusun dengan rapi. Alam dalam paham deisme diibaratkan bagaikan jam.
Setelah diciptakan, alam tidak butuh lagi kepada Tuhan dan berjalam menurut apa
yang telah ditetapkan oleh Tuhan ketika pertama kali menciptakan alam.
Karena hal tersebut maka aliran ini
tidak mempercayai akan mukjizat dan kejadian-kejadian yang bertentangan dengan
hukum alam, dan juga dalam deisme wahyu dan doa tidak dibutuhkan lagi. Hal ini
dikarenakan mereka beranggapan bahwa Tuhan telah memberi akal kepada manusia,
sehingga dengan akal manusia dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang
buruk, mana yang benar dan mana yang salah. jadi, menurut deisme manusia dengan
akalnya mampu mengurus kehidupan dunia.[5]
Aliran deisme muncul pada abad ke
17, yang dipelopori olehNewton(1642-1727). Menurutnya, Tuhan hanya menciptakan
alam dan jika ada kerusakan, baru alam membutuhkan tuhan untuk memperbaikinya.
Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, sebagian dari para ilmuan
semakin meyakini kebenaran dan keuniversalan hukum-hukun fisika yang tidak
berubah. Akibatnya, ahli fisika beranggapan bahwa kebutuhan alam kepada tuhan
dengan sendirinya semakin kecil.
Parapenganut deisme sepakat bahwa
Tuhan Esa dan jauh dari alam, serta maha sempurna. Mereka juga sepakat bahwa
Tuhan tidak melakukan intervensi pada alam lewat kekuatan supranatural. Namun
tidak semua pengikut deisme detuju tentang keterlibatan tuhan dalam alam dan kehidupan
setelah mati. Atas dasar tersebut deisme dapat dibagi menjadi empat tipe,
yaitu:
- Tuhan tidak terlibat dengan pengaturan alam
- Tuhan terlibat dengan kejadian-kejadian yang sedang berlangsung di alam
- Tuhan mengatur alam dan sekaligus memperhatikan perbuatan moral manusia
- Tuhan mengatur alam dan mengharapkan manusia mematuhi hukum moral yang berasal dari alam
Salah satu tokoh deisme adalah
Thomas Paine, ia berpendapat bahwa di percaya Tuhan Esa, maha kuasa, maha tahu,
tidak terbatas, dan maha sempurna. Namun, dia menegaskan bahwa satu-satunya
cara mengungkapkan Tuhan hanyalah akal. Dia menolak pengetahuan tentang Tuhan
yang berasal dari wahyu. Paine berpendapat bahwa wahyu Tuhan yang serbenarnya
adalah manusia yang sudah dilengkapi dengan akal.[6]
Paine menegaskan bahwa wahyu mustahil diturunkan karena keterbatasan manusia
untuk menangkap kandungannya. Menurut dia wahyu Tuhan tidak berubah dan
universal, sedangkan bahasa manusia tidak universal dan berubah. Karena itu
menurutnya manusia tidak memiliki sarana untuk berkomunikasi dengan yang tidak
berubah itu.
Paine menolak dengan tegas berbagai
kelompok agama yang mengaku pernah menerima wahyu, baik secara tertulis maupun
secara lisan. Ia beranggapan bahwa semua kepercayaan semacam itu tidak lain
hanyalah penemuan manusia, yang dirancang untuk memperbudak orang lain,
memonopoli kekuasaan, dan mencari keuntungan. Ia memberi contoh yaitu agama
“wahyu”. Kristen yang mempraktikan hal tersebut. Paine berargumen, dari
semua sistem agama yang pernah ditemukan tidak ada yang lebih merendahkan
derajat tuhan, tidak bermanfaat bagi manusia, menentang akal, dan pertentangan
dalam dirinya dari pada agama Kristen. Menurutnya agama Kristen sangat mustahil
untuk dipercaya, dianut karena tidak konsisten dalam praktek, sehingga membuat
perasaan tidak tentram, bahkan bisa menjadi ateis dan fanatik.
Aspek positif dari aliran ini adalah
peranan akal ditonjolkan untuk memahami masalah-masalah agama secara lebih
kritis. Contohnya tentang fungsi akal dalam membedakan mana mukjizat yang
sebenarnya dan mana mukjizat yang palsu, aspek positif yang lain adalah
sebagian agama menyimpang dari ajaran pokoknya karena masuknya unsur-unsur budaya
lokal dan takhayul, serangan deisme terhadap keyakinan itu sedikit banyak bisa
membantu penganut agama untuk mengevaluasi kepercayaannya agar terhindar dari
keteklidan dan kejumudan.
Namun
demikian aliran ini juga tidak luput dari kritikan dan kelemahan, kritikan dan
kelamahan deisme, antar lain:
- Deisme menolak mukjizat, namun mereka mengakui bahwa Tuhan yang menciptakan alam
- Sebagian penganut deisme meyakini keuniversalan dan kemutlakan hukum-hukum alam
- Jika Tuhan menciptakan alam tentu bertujuan untuk kebaikan makhluk-Nya
- Jika wahyu adalah sesuatu yang mungkin terjadi, seseorang tidak mungkin menolak wahyu tanpa melakukan pembuktian terlebih dahulu.
C. Aliran Panteisme
Panteisme terdiri atas tiga kata,
yaitu pan berarti seluruh, theo berarti Tuhan, dan ism (isme), berarti paham.
Jadi, pantheism atau panteisme adalah paham bahwa seluruhnya Tuhan. Mereka
berpendapat bahwa seluruh alam ini adalah Tuhan dan tuhan adalah seluruh alam.
Sedangkan benda-benda yang dapat ditangkap oleh panca indra adalah bagian dari Tuhan.
Tuhan, dalam pandangan panteisme sangat dekat dengan alam (imanen). Hal ini
bertolak belakang dengan deisme. Karena seluruh kosmo ini satu, maka Tuhan
dalam panteisme juga satu, hanya tuhan mempunyai penampakan-penampakan atau
cara berada Tuhan di alam. Tuhan dalam panteisme disamping Esa juga maha besar,
dan tidak berubah. Alam indrawi adalah ilusi atau khayalan belaka karena selalu
berubah. Adapun, yang wujud hakiki hanya satu, yakni Tuhan.
Dalam Islam paham ini dikenal dengan
nama wahdat al-wujud (kesatuan wujud) yang dikemukakan oleh Ibn al-‘Arabi.
Namun antara paham wahdat al-wujud dan panteisme disamping memiliki persamaan
keduanya juga memiliki perbedaan. Dalam panteisme alam adalah Tuhan dan Tuhan
adalah alam, sedangkan dalam wahdat al-wujud alam bukan Tuhan, tetapi bagian
dari Tuhan. Karena itu dalam aliran wahdat al-wujud alam dan Tuhan tidak
identik, sedangkan dalam panteisme identik.
Seorang tokoh panteisme abad ketiga yang
bernama Plotinus mengatakan, alam mengalir dari tuhan dan berasal dari-Nya.
Tuhan tidak terbagi-bagi dan tidak mengandung arti banyak. Sedangkan filosof
modern yang mempelopori panteisme adalah Benedict de Spinoza. Baginya jagat
raya tidak ada yang rahasia karena akal manusia mencakup segala sesuatu,
termasuk Allah, bahkan Allah menjadi objek pemikiran akal yang terpenting. Ferkiss seorang tokoh panteisme
modern dalam gagasannya telah memberikan nuansa baru terhadap panteisme,
sehingga dapat dijuluki sebagai pelopor neopanteisme. Gagasan barunya itu
terletak pada penerapan konsep panteisme dalam menghadapi ancaman kerusakan
alam, menurutnya manusia yang merusak alam sama dengan merusak Tuhan, karena
alam identik dengan Tuhan.
Mary Long seorang filosof modern
menambahkan bahwa agama-agama timur bisa memberikan sumbangan pikiran tentang
kelestarian alam, yaitu dengan menyatukan antara ilmu dan agama. Seperti
perkataan dia, “panteisme dan penemuan ilmiah bisa sejalan secara harmonis
dengan agama”. Mukjizat bagi panteisme mustahil terjadi karena semua adalah
Tuhan dan Tuhan adalah semua. Kalau mukjizat diartikan sebagai peristiwa yang
menyalahi hukum alam, maka hal itu tidak berlaku bagi panteisme sebab Tuhan
identik dengan alam.[7]
Kelebihan
panteisme, antara lain:
- Panteisme diakui menymbangkan sesuatu pemikiran yang holistik tentang sesuatu.
- Panteisme menekankan tentang imanensi tuhan, sehingga seseorang selalu sadar bahwa Tuhan selalu dekat dengan dirinya.
- Panteisme mengungkapkan bahwa seseorang tidak mampu memberi batasan terhadap tuhan dengan bahasa manusia yang terbatas.
Kekurangan
panteisme, antara lain:
- Menurut panteisme radikal, manusia adalah Tuhan, sedangkan Tuhan dalam pandangan ini tidak berubah dan abadi. Kenyataannya manusia berubah dan tidak abadi.
- Panteisme mengatakan bahwa alam ini adalah maya bukan yang hakiki.
- Jika Tuhan adalah alam dan alam adalah Tuhan, mak tidak ada konsep kejahatan atau tidak ada kemutlakan kejahatan dan kebaikan
Kritik terhadap panteisme ini
berasal dari para tokoh agama, kritikan tersebut dikarenakan panteisme tidak
memperhatikan moral dan mukjizat. Sedangkan dalam agama Islam, Kristen, dan
Yahudi kedudukan moral sangat penting sebab moral itulah yang menentukan nasib
manusia di akhirat nanti. Tanpa ada kejelasan antara baik dan buruk, maka akhirat
tidak ada artinya. Dan kalau akhirat tidak berarti tentu tujuan hidup
orang-orang beragama sama dengan kaum materialistis.
D. Aliran Panenteisme
Istilah
panenteisme telah diperkenalkan pertama kali oleh filsuf idealis Jerman Karl
Friedrich Christian Krause (1781-1832). Panenteisme berasal dari kata Yunani pan
berarti semua, en berarti didalam
dan theos yang berarti Tuhan. Dengan demikian, berarti Semua
berada di dalam Tuhan (all-in-God).[8]
Istilah ini merujuk kepada sebuah sistem kepercayaan yang beranggapan bahwa
dunia semesta berada dalam Tuhan. Bagi Karl Friedrich Christian Krause
(1781-1832) sebagai seorang Hegelian dan guru Schopenhauer, mempergunakan kata panenteisme
untuk mendamaikan konsep teisme dengan panteisme. Istilah panenteisme
muncul pertama kali sebagai system pemikiran filosofis dan religius pada tahun
1828. Harry Austryn Wolfson (1887-1974), Profesor Harvard University seorang
ahli spritualis Yunani kuno.
Sementara
itu, pandangan panenteisme di abad 20 dan 21. dipengaruhi oleh gagasan Teologi
Proses, yang cenderung menolak transendensi Tuhan, kemahakuasaan dan
kemahatahuan. Para Ilmuwan, Kosmolog, filosof dan Teolog di Barat sangat
tertarik dengan panenteisme. Mereka mencapai kesepakatan: “Tuhan tidak lain
alam itu sendiri, setidak-tidaknya ditempatkan sebagai bagian dari itu. tapi
hanya tersedia bagi pengalaman mistik yang terdapat di dalamnya.”[9]
Dari segi nama panenteisme terlihat mirip dengan panteisme, namun pada kenyataannya
keduanya berbeda dalam pandangan tentang Tuhan. Panteisme berarti semua adalah
Tuhan, tetapi dalam panenteisme berarti semua dalam Tuhan.
Dalam kelompok panenteisme mereka
lebih menekankan Tuhan pada aspek terbatas, berubah, mengatur alam, dan bekerja
sama dengan alam untuk mencapai kesempurnaan ketimbang memandang Tuhan sebagai
zat yang tidak terbatas, menguasai alam, dan tidak berubah. Namun pada
dasarnya, panenteisme setuju bahwa Tuhan terdiri atas dua kutub. Kutub potensi
adalah Tuhan yang abadi, tidak berubah, dan transenden, sedangkan kutub aktual
adalah Tuhan yang berubah, tidak abadi, dan imanen.
Menurut
Whitehead salah seorang pelopor panenteisme, ia mengklasifikasikan Tuhan dalam
tiga konsep, yaitu:
- Konsepasiatimur tentang tatanan yang impersonal yang sejalan dengan alam.
- Konsep semit tentang suatu zat yang personal yang eksistensinya adalah realitas metafisik yang tertinggi, absolut, dan mengatur alam.
- Konsep panteistik yang sudah tergambar dlam konsep semit. Namun berbeda dalam memandang alam.
Beberapa
sumbangan pemikiran panenteisme yang bisa diambil, antara lain:
- Parapenganut panenteisme dianggap berjasa dalam memahami realitas secara utuh.
- Panenteisme berhasilkan menjelaskan hubungan Tuhan dan alam secara mendalam tanpa menghancurkan salah satunya.
- Panenteisme mengakui teori-teori baru dalam ilmu teknologi karena hal tersebut tidak bertentangan dengan prinsip dasar mereka.
Kritikan
yang di tujukan kepada panenteisme, antara lain:
- Ide tentang satu Tuhan yang sekaligus terbatasdan tidak terbatas, mungkin dan tidak mungkin, absolut dan relatif adalah suatu kerancuan tersendiri.
- Ide tentang Tuhan sebagai wujud yang disebabkan oleh diri sendiri menimbulkan problem.
- Sulit dimengerti bagaimana segala sesuatu yang relatif dan selalu berubah, bisa diketahui kebenarannya.
- Parapendukung panenteisme dihadapkan pada suatu dilema. Mereka meyakini Tuhan meliputi semua jagat raya dalam waktu yang sama. Namun, mereka jug meyakini Tuhan terbatas dalam ruang dan waktu.
E. Aliran Naturalisme
Naturalism adalah suatu faham yang
berpanadangan bahwa manusia maju bukan karena kekuatan-kekuatan gaib melainkan
pada kekuatan diri sendiri yang membuktikan diri dalam kemajuan ilmu
pengetahuan. Oleh karena itulah kepercayaan terhadap ilmu pengetahuan sebagai
pemecah segala masalahmanusia itu disebut saintisme. Menurut pandangan
ini agama harus digantikan dengan ilmu pengetahuan.[10]
Semangat itu paling jelas dirumuskan
oleh Aguste Comte (1798-1857), bapak posotivisme yang memandang bahwa manusia
berkembang melalui hukum tiga tahap dalam kesempurnaannya. Tahap
pertama adalah tahap teologis, tahap kedua adalah metafisik dan
tahap ketiga adalah menjadi manusia positiv yang rasional. Pada tahap
ketiga ini, manuisa dipandang tidak perlu lagi membutuhkan tuhan.
BAB
III
PENUTUP
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tentang
aliran-aliran dalam filsafat, yang mana dalam aliran ini terdapat
perbedaan-perbedaan antara satu aliran dengan aliran-aliran yang lain sehingga
aliran-aliran tersebut sering berselisih paham antara satu sama lainnya, namun
pada pembahasan kali ini kami hanya membahas tentang bagai mana suatu aliran
itu terbentuk dan bentuk pemikiran apa yang ada didalamnya, sehingga kita dapat
memahami setiap aliran-aliran dalam filsafat, seperti panteisme yang mengatakan
bahwa setiap sesuatu adalah Tuhan maupun pada aliran teisme yang mengartikan
bahwa Tuhan itu satu namun dengan kepribadian yang khas.
Dari semua pandangan tentang teisme,
deisme, panteisme, dan panenteisme, tidak dapat memuaskan para filosof, dan
ketidakpuasan mereka atas berbagai pandangan diatas adalah wajar karena hal itu
adalah pernainan logika dan katagori-katagori akal. Lagi pula ruang metafisika
terbuka untuk mengadakan spekulasi sebanyak mungkin dan sedalam- dalamnya.
Karena itu, menurut penganut agama penjelasan yang sangat memuaskan tentang
Tuhan bukan berasal dari akal, tetapi dari wahyu. Wahyulah yang mendatangkan
ketenangan dan sekaligus kejelasan tentang Tuhan. Akal hanya sebagai alat bantu
untuk memahami wahyu tersebut, bukan sebagai sumber utama. Jadi, dalam
perkembangannya begitu rumitnya dalam memahami aliran-aliran dalam konsep
ketuhanan. Maka, kita sebagai akademisi harus lebih menelaah dan memahaminya
jangan secara tekstual.
Sebenarnya aliran-aliran dalam
konsep ketuhanan tidak hanya itu saja, tetapi dengan yang sedikit itu semoga
bisa menambah wawasan kita dalam memahami aliran-aliran konsep ketuhanan dalam
filsafat. Sehingga kita mampu menelaah dengan baik, benar, kritis dan paham apa
yang telah dijelaskan di atas dan dalam praktik kehidupan sehari-harinya mampu
memahami mana yang seharusnya diyakini.
DAFTAR PUSTAKA
v Leahy,
Louis. 1993. Filsafat Ketuhanan
Kontemporer. Yogyakarta dan Jakarta: Kanasius dan Gunung Mulia.
v Bakhtiar, Amsal. 1999. Filsafat Agama. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
v Gazali, Al. 1968. Tahafut al-Falasifah. Kairo: Dar al-Ma’arif.
v MacGregor, Geddes. 1960. Introduction
to Religious Philosophy. London: Macmillan & CoLTD.
v Geisler, Norman L. dan Williams D.
Watkins. 1984. Perspectives Understanding
and Evaluating Today’s World Views. California: Here’s Life Publishers,
Inc.
v Cooper,
John W. 2006. Panenteisme: The Other God of the Philosophers. Baker
Academic.
v Suseno,
Franz magnis. 2001. Menalar Tuhan,
Yogyakarta : Kanasius.
v http://thedarkancokullujaba.blogspot.com/2012/09/konsep-ketuhanan.html,
Kamis, 18 September 2014, pukul 19:21 wib.
v http://www.britannica.com/EBchecked/topic/441190/panenteisme.html, For a definition of “panenteisme”, visit Merriam-Webster. Kamis, 18 September 2014,
pukul 21:20 wib.
[1] Louis Leahy, Filsafat
Ketuhanan Kontemporer, 1993, Yogyakarta dan Jakarta: Kanasius dan
Gunung Mulia, hlm. 38-42.
[5] Geddes MacGregor, Introduction to Religious Philosophy,
(London: Macmillan & CoLTD, 1960), hlm. 36.
[6] Norman L. Geisler dan Williams D.
Watkins, Perspectives Understanding and
Evaluating Today’s World Views, (California: Here’s Life Publishers, Inc,
1984), hlm. 143.
[7] http://thedarkancokullujaba.blogspot.com/2012/09/konsep-ketuhanan.html, Kamis, 18 September 2014, pukul
19:21 wib.
[8]
Sistem filsafat yang disebut panenteisme oleh Krause pada dasarnya sebagai
upaya untuk mendamaikan panteisme dan teisme. Krause menegaskan bahwa Tuhan
adalah suatu hakikat yang berisi keseluruhan alam semesta dalam dirinya, namun
tidak habis olehnya. Dia menempatkan penekanan khusus pada perkembangan
individu sebagai bagian integral dari kehidupan keseluruhan. Untuk lebih
jelasnya, lihat John W. Cooper, Panenteisme: The Other God of the
Philosophers (Baker Academic, 2006), hlm. 18.
[9] Panenteisme. (2009). In Encyclopaedia Britannica. Retrieved May 18, 2009, from
Encyclopædia Britannica Online: http://www.britannica.com/EBchecked/topic/441190/panenteisme.html,
For a definition of “panenteisme”, visit
Merriam-Webster. Kamis, 18 September 2014, pukul 21:20 wib.
[10] Franz magnis suseno, Menalar Tuhan, Yogyakarta : kanasius., 2001, hlm. 57.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar