Agama sebagai Sistem Kebudayaan
(Analisis Pemikiran Clifford Geertz)
Oleh: SETIONO
Dalam buku kebudayaan dan agama,
Clifford Geertz menjelaskan bahwa simbol-simbol keramat tertentu memuat makna
dari hakikat dunia dan nilai-nilai yang diperlukan seseorang untuk hidup
dimasyarakatnya. Simbol-simbol keagamaan semacam itu mampu untuk menggiring
bagaimana seseorang merasa cocok untuk melihat, merasa, berfikir, dan
bertindak. Betul bahwa orang tidak hanya mempercayai apa yang dapat
dilihat saja. Akan tetapi seseorang seringkali juga hanya akan melihat apa yang
selama ini telah dia percayai. Bilamana kecocokan itu diberlakukan, diperteguh
dan diulang-ulang dalam berbagai bentuk upacara bagi para warganya.
Agama
berlaku sebagai sistem kebudayaan dan bukan sekedar sebuah idiologi hasil
rekayasa sosial belaka, karena mengalami batas batas pemikiran penderitaan yang
tertahankan, serta masalah masalah moral yang tak terpecahkan, manusia beragama
tak sanggup membuat penafsiran dan menemukan adanya dunia lain yang aneh, khaos
terselami. agama bukan soal bagaimana manusia memecahkan penderitaan melainkan
manusia mampu menderita.
Agama
sebagai sistem kebudayaan secara defitif dapat dijelaskan oleh Geertz, sebagai
Suatu sistem simbol yang bertujuan untuk menciptakan perasaan dan motivasi yang
kuat, mudah menyebar, dan tidak mudah hilang pada diri seseorang dengan cara
membentuk konsepsi tentang sebuah tatanan umum eksistensi dan melekatkan
konsepsi ini kepada pancaran-pancaran faktual, dan pada akhirnya perasaan dan
motivasi ini akan terlihat sebagai suatu realitas yang unik. Yang disebut
dengan sebuah sistem simbol adalah segala sesuatu yang memberikan seseorang
ide-ide. Satu hal yang penting bahwa simbol-simbol dan ide-ide tersebut bukan
bersifat pribadi, tetapi ide dan simbol tersebut milik masyarakat yang berada
di luar individu. Sama dengan program komputer yang dapat diletakkan di dalam
dan di luar komputernya. Program komputer tersebut dapat ditelaah dan
dipelajari secara obyektif terpisah dari obyek fisik tempat dia diinstalkan,
maka begitu juga dengan simbol religius. Meskipun simbol tersebut tertanam
dalam pemikiran individu secara privasi, namun dia juga dapat diangkat dari
otak individu yang memikirkan simbol tersebut.
Simbol-simbol
tersebut menciptakan perasaan dan motivasi yang kuat, mudah menyebar dan tidak
mudah hilang dalam diri seseorang. Agama menyebabkan seseorang merasakan atau
melakukan sesuatu. Motivasi tentu memiliki tujuan-tujuan tertentu, dan orang
yang termotivasi tersebut akan dibimbing oleh seperangkat nilai tentang apa
yang penting, apa yang baik dan buruk, serta apa yang benar dan salah bagi
dirinya. Bagi para pemeluk agama-agama tersebut akan mewujudkan impian mereka
itu untuk mendapatkan pengalaman religius secara khusus di tempat yang
disakralkan oleh tradisi masing-masing.
Geertz
menjelaskan tentang etos suatu bangsa sebagai sifat, watak, dan kualitas
kehidupan mereka, moral dan gaya estetis dan suasana hati mereka. Etos adalah
sikap mendasar terhadap diri mereka sendiri dan terhadap dunia mereka yang
direfleksikan dalam kehidupan. Pandangan dunia mereka adalah gambaran mereka
tentang kenyataan apa adanya, Konsep mereka tentang alam, diri, dan masyarakat.
kepercayaan dan ritus religius berhadapan dan saling meneguhkan satu sama lain.
Etos secara intelektual dibuat masuk akal dengan diperlihatkan sebagai sebuah
cara hidup yang tersirat oleh masalah-masalah actual dari cara hidup itu, dan
cara hidup itu adalah suatu ekspresi otentik. Dia menjelaskan agama adalah
sebagian usaha untuk memperbincangkan kumpulan makna umum. Dengan kumpulan
makna umum itu,masing-masing individu menafsirkan pengalamannya dan mengatur
tingkah lakunya. Akan tetapi makna hanya dapat disimpan didalam simbol.
Simbol-simbol religius semacam itu dalam ritus-ritus atau yang dikaitkan dalam
mitos-mitos sangat dirasakan bagi mereka yang tergetar oleh symbol-simbol
itu.Yang membentuk sebuah system religius adalah serangkaian symbol sakral yang
terjalin menjadi sebuah keseluruhan tertentu yang teratur.
Karena
dalam kepercayaan dan praktik religius termasuk dalam mitos, pandangan hidup
suatu kelompok secara intelektual dan masuk akal dijelaskan dengan melukiskanya
sebagai suatu cara hidup yang secara ideal disesuaikan dengan permasalahan
aktual yang dipaparkan pandangan dunia itu. Sementara itu, pandangan dunia
dijelaskan secara emosional dan meyakinkan dengan menjelaskanya sebagai sebuah
gambaran tentang permasalahan aktual yang khusunya ditata baik untuk
menyelesaikan cara hidup seperti itu. Disatu pihak, hal itu
mengobjektivikasikan pilihan-pilihan moral dan estetis dengan menggambarkannya
sebagai kondisi-kondisi hidup yang dipaksakan dan yang implisit (mutlak) dalam
suatu dunia dengan struktur tertentu, sebagai akal sehat belaka yang memberi
bentuk tetap pada kenyataan. Di lain pihak, hal itu mendukung
kepercayaan-kepercayaan tentang susunan dunia yang diakui ini dengan
membangkitkan dan merasakan secara mendalam sentimen-sentimen moral dan estetis
sebagai bukti eksperiensial untuk kebenaran pandangan hidup dan pandangan dunia
itu
Seperti
yang diungkapkan Clifford Geertz, bahwa simbol-simbol religius merumuskan
sebuah kesesuaian dasariah antara sebuah gaya kehidupan tertentu dan sebuah
metafisika khusus atau mutlak, dan dengan melakukan itu mereka akan mendukung
masing-masing dengan otoritas yang dipinjam dari yang lain.
Kekuatan
sebuah agama dalam menyangga nilai-nilai sosial lantas terletak pada
kemampuan-kemampuan symbol-simbolnya untuk merumuskan sebuah dunia tempat
nilai-nilai itu, menjadi bahan-bahan dasarnya. Agama melukiskan kekuatan
imajinasi manusia untuk membangun sebuah gambaran kenyataan. Seperti yang Max
Weber kemukakan bahwa peristiwa-peristiwa tidak hanya disana yang terjadi,
melainkan peristiwa-peristiwa itu mempunyai sebuah makna dan terjadi karena
makna itu.
Agama
menopang tingkah laku yang layak dengan suatu dunia yang didalamnya tingkah laku
adalah satu-satunya akal sehat. Etos dan pandangan dunia,antara gaya hidup yang
diterima dan struktur kenyataan yang diandaikan, terdapat sesuatu yang dipahami
sebagai sebuah kesesuaian yang jelas dan mendasar, sehingga keduanya saling
melengkapi dan saling memberi makna satu sama lain, itulah yang menyebabkan
tingkah laku adalah satu-satunya akal sehat.
Kekuatan
perasaan bagi para pemeluk agama tidak datang begitu saja dan bukanlah hal yang
sepele bagi mereka. Perasaan tersebut muncul karena agama memiliki peran yang
amat penting, yaitu agama membentuk konsep-konsep tentang tatanan seluruh
eksistensi. Geertz mengatakan bahwa agama mencoba memberikan “penjelasan hidup
mati” tentang dunia. Agama bukan terkait dengan persoalan kehidupan sehari-hari
seperti olah raga, permainan atau mode pakaian dan seni, melainkan terpusat
pada makna final (ultimate meaning), suatu tujuan pasti bagi dunia. Peran agama
terasa penting bagi kehidupan masyarakat, terlihat jika agama telah kacau, maka
yang akan terjadi adalah chaos (kekacauan) dalam seluruh tatanan kehidupan.
Agama akan memperlihatkan jati dirinya ketika manusia secara inteletual
menghadapi masalah yang tidak dapat dimengerti sepenuhnya, atau secara
emosional mereka menghadapi penderitaan yang tidak dapat dihindari, atau secara
moral mereka menyaksikan kejahatan di mana-mana yang tidak dapat mereka terima.
Pada moment-moment seperti inilah peran agama akan sangat jelas terlihat,
walaupun terkadang kelihatan bertentangan dengan kenyataan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar