Selasa, 01 Desember 2020

Peran dan Tantangan FBNGO

 

Peran dan Tantangan FBNGO Humanitarian Internasional  Di Indonesia yang Multikultur

(Studi atas Muslim Aid dan Catholic Relief Services)

OLEH : SETIONO 


Kemajuan zaman yang begitu deras tidak dapat dipungkiri dengan berbagai perkakasnya. Dibalik semua itu nilai-nilai kemanusiaan terasa luntur dan degradasi moral semakin kuat. Nilai-nilai ke gotong royongan seolah-olah mulai luntur dan menghilang, gotong royong juga merupakan identitas dari bangsa Indonesia sendiri. Hakikat dengan adanya kemajuan zaman tantangan semakin banyak, namun masalah kemanusiaan semakin kompleks. Tantangan krisis kemanusiaan global yang kompleks dan Indonesia yang memiliki beragam keunikan, disamping ragam etnis, agama, dan budaya. Indonesia yang begitu beragam bukan berarti Indonesia menjadi negara yang maju, namun Indonesia juga memiliki tantangan sendiri. Dengan keragaman yang ada, maka Indonesia semakin diuji dengan nilai-nilai persatuan dan kemanusiaan dalam menghargai perbedaan dan gotong royong. Namun, Indonesia dalam menjawab dan menghadapi krisis kemanusiaan, kegiatan-kegiatan kemanusiaan di Indonesia yang diakibatkan konflik, kemiskinan, kelaparan, dan bencana, sudah relatif dapat dikelola dengan baik. Semua itu, karena dengan adanya kerjasama dan partisipasi dari berbagai organisasi atapun lembaga kemanusiaan dan keagamaan baik nasional maupun imternasional.

Lembaga-lembaga humanitarian dapat dilihat dari sejarah Indonesia berdiri sejak tahun 1970, namun pusatnya di Amerika Serikat. Jika dilihat dari paradigma studi agama, maka lembaga internasional secara umum dapat dibedakan menjadi dua yaitu lembaga humaniter sekuler dan lembaga humaniter berbasis agama. Lembaga yang disebut terakhir sering disebut dengan istilah faith-based non-government organization (FBNGO). Oleh karenanya, lembaga humaniter yang berbasis agama mengajak semua orang dari berbagai keyakinan, agama dan latar belakang yang berbeda-beda untuk dapat berbagi nilai-nilai yang dapat membantu meningkatkan dan membangkitkan semangat hidup serta dapat membawa pada berbagai manfaat yang baik. Keberadaan FBNGO selama ini sangat mewarnai dunia humaniter internasional. FBNGO telah mampu memberikan manfaat besar bagi aksi-aksi kemanusiaan dan memperkaya corak gerakan kemanusiaan tersebut. Meskipun demikian hal itu tidak berarti FBNGO bebas dari masalah. Identitas dasarnya sebagai lembaga humaniter keagamaan membuat FBNGO menghadapi tantangan, terutama dalam konteks masyarakat yang multikultur. Khususnya Indonesia yang begitu terkenal sebagai negara yang pluralisme atau mulitkulturalisme dan mayoritas adalah Muslim. Namun bagi FBNGO hal itu bukan menjadi sebuah kendala yang besar, sebab semua itu bisa diatasi dengan berbagai nilai-nilai yang ada dalam ajaran agama yaitu membantu dalam kebaikan (menerapkan nilai-nilai kasih). FBNGO memiliki orientasi keagamaan yang sangat jelas dengan menempatkan agama sebagai motivasi utama dalam aksi kemanusiaannya. Dan terbukti bahwa mereka mampu melebur dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Artikel ini juga menjelaskan MA (Muslim Aid) dan CRS (Catholic Relief Services) yang merupakan lembaga dalam kategori humanitarian sintesis. Sebagai lembaga humanitarian sintesis, MA dan CRS masing-masing menempatkan teologi Islam dan Kristen sebagai prinsip, semangat, dan sumber inspirasi gerakannya. Dalam company profile-nya, CRS menyebut dirinya dimotivasi oleh ajaran Yesus Kristus untuk menghormati, melindungi, dan menegakkan martabat kehidupan semua manusia, mengembangkan kedermawanan dan keadilan. Sedangkan, MA menyandarkan identitas institusinya dan kegiatannya pada ajaran-ajaran kemanusiaan dari nilai-nilai luhur Islam. Namun, pada hakikatnya antara MA dan CRS mengaplikasikan nilai-nilai ajaran agama yaitu implementasi dari kasih itu sendiri. Sebab, setiap agama mengajarkan kasih. Meskipun terdapat program khusus keagamaan, porsi program keagamaan di CRS dan MA sangat kecil dibandingkan dengan program kemanusiaannya. Pada dasarnya keberadan mereka sangat memiliki pengaruh yang baik untuk masyarakat Indonesia. Merekapun memiliki peran yang penting bagi masyarakat Indonesia. Namun, apakah hanya misi kemanusiaan saja yang mereka terapkan? Jika dalam kaca mata pembaca, mungkin tidak hanya misi kemanusiaan saja, tidak sekedar misi dakwah. Namun, ada misi lain yang secara eksplisit tidak dijelaskan, karena adanya prinsip-prinsip humanitarian internasional. Dengan demikian, bahwa lembaga-lembaga tersebut memiliki andil yang besar disaat adanya krisis kemanusiaan, baik itu terjadinya konflik maupun bencana. Disinilah peran-peran lembaga kemanusiaan dibutuhkan, namun akan lebih baik lagi jika tidak hanya saat terjadinya konflik ataupun bencana saja.

JIHADIS dan Kembalinya dari Syiria

 

JIHADIS dan RETURNEE dari Syiria

Oleh: Tio Jagat

Kemajemukan bangsa Indonesia menjadi hal yang berbeda dengan negara-negara lain. Namun, dengan kemajemukan yang ada dapat memicu seseorang untuk melakukan hal-hal yang bersifat extremisme, separatisme bahkan dapat mengarah pada gerakan radikal. Hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja, apalagi bangsa Indonesia dengan mayoritas Muslim, setiap Muslim memiliki pemahaman agama yang berbeda yang menurut keyakinannya benar, teks-teks suci ada yang dipahaminya secara tekstual dan adapula yang dipahami secara kontekstual. Pemahaman agama yang sempit dapat mudah untuk dipengaruhi dengan doktrin-doktrin yang bersifat jihad. Maka perlu adanya sinergitas antara umat Islam dan pemerintah untuk melakukan upaya-upaya dan strategi untuk melakukan preventif, penilaian, mengawasi ataupun memonitor, karena pernah terjadi di Indonesia banyak orang Indonesia yang ingin bergabung dengan ISIS di Suriah, namun banyak yang ditangkap dan dikirim pulang ke Indonesia. Bahkan pada tahun 2018, lebih dari 500 WNI telah dideportasi, sebagian besar dari Turki.

Gerakan ISIS yang begitu sistematis dan masif sangat mudah untuk mempengaruhi seseorang untuk bergabung. Seruan jihad yang dilakukan ISIS cukup membuat seseorang tergoyah pola pikirnya, apalagi dengan pemahaman agama yang masih minim dan apalagi belajar secara online melalui media sosial itu sangat mengkhawatirkan. Jadi perlu ada upaya perbaikan dan penjaminan terhadap mereka yang terkena faham ISIS atau terindikasi sebagai pendukung ISIS melalui rehabilitasi yang kontinyu. Sejumlah WNI telah diizinkan pulang seletah mengikuti program-program rehabilitasi yang belum pernah diikuti dengan sempurna. Indonesia hampir tidak mempunyai kapasitas untuk mengawasi mereka atau menilai risiko yang mungkin mereka bawa, dalam upaya aksi teroris dan atau radikalisasi. Pada bulan Mei 2018, orang-orang yang dideportasi dari Turki telah berhenti tetapi kebutuhan untuk melacak orang-orang yang telah kembali masih tetap tinggi.

Pada bulan Juni 2016, ISIS mulai memanggil para pendukungnya di Asia Tenggara untuk bermigrasi ke Mindanao karena menyeberang ke Suriah sudah lebih sulit. Namun, sedikit yang menjawab seruan tersebut, bahkan dengan kondisi yang mudah untuk bepergian dari Indonesia dan militer aliansi pro-ISIS di Marawi yang memungkinkan mereka menahan serangan pasukan keamanan Filipina selama lima bulan. Namun, sekitar 40 ekstreamis Indonesia telah berupaya pergi ke Mindanao pada tahun 2016 dan 2018. Di antara mereka, 9 orang telah dideportasi, 6 tewas dalam pertempuran, 12 ditangkap di Indonesia sebelum mereka pergi, 3 ditangkap di Filipina, 5 ditangkap di Sabah, dan sisanya masih di Mindanao. Hal ini menjadi kekhawatiran kita semua, artinya pemerintah harus lebih tegas lagi dalam menangani permasalahan-permasalahan teroris dan radikalisme. Apalagi dengan adanya keberadaan ISIS ini sangat dapat mempengaruhi warga negara Indonesia, maka pemerintah dengan upayanya untuk merehabilitasi mereka yang dideportasi dan melakukan monitoring atau pengawasan diharapkan dapat menjadi salah satu strategi yang baik. Namun, menurut saya upaya-upaya tersebut masih belum maksimal, karena masih banyak usaha-usaha mereka yang dideportasi untuk kembali ke ISIS, perlu adanya peningkatan dalam penanganan masalah serius ini, perlu adanya sinergitas antara pemerintah dan lembaga-lembaga keagamaan ataupun dengan BIN dan BNPT. Upaya-upaya yang sudah ada ditingkatkan kembali, undang-undang harus tegas, sehingga upaya-upaya tersebut dapat berjalan sesuai dengan target dan sasaran. Dengan demikian, semua elemen tersebut harus memiliki komitmen yang berkelanjutan dalam penanganan masalah tersebut.

Rabu, 08 Juli 2020

Peran Pancasila dalam Beragama

PERAN PANCASILA DALAM BERAGAMA

Setiono

            Pancasila merupakan bentuk dari kesepakatan leluhur bangsa dimana sebuah kesepakatan tidak akan berfungsi jika tidak memiliki status yang jelas, dengan itulah pancasila sebagai bentuk kesepakatan leluhur dijadikan sebagai ideologi bangsa dan falsafah negara. Pancasila sebagai ideologi bangsa mengikat warga negara dengan berbagai ketentuan – ketentuan yang sangat mendasar. Pengamalan pancasila sendiri harus diresapi secara keseluruhan bukan hanya masing – masing sila.

            Indonesia memiliki karakteristik masyarakat mengedepankan nilai spiritualitas yakni berkaitan dengan nilai keagamaan. Pancasila memberikan petunjuk arah kebersamaan dalam keberagaman menjadi penting mengingat bangsa Indonesia adalah  bangsa yang memiliki corak umum sebagai bangsa yang ber-Tuhan. Bukti dari segi krohanian bangsa Indonesia yang tertuang dalam pancasila adalah pada sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Selain itu lebih jelas lagi tertuang dalam pembukaan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 disebutkan bahwa bangsa Indonesia merrdeka atas berkat rahmat dari Allah.

            Namun, sebagai ideologi bangsa masih dirasa adanya tumpang tindih antara Pancasila dengan sisi kehidupan beragama. Seperti yang telah kita ketahui bahwa agama memiliki jangkauan yang universal berlaku bagi seluruh umat manusia, dan akan sulit jika hanya dibatasi dari segi ke- Indonesiaan saja. Kita mengetahui bahwa Indonesia sendiri terdiri atas beberapa agama dimana keberadaan agama – agama yang berbeda harus diupayakan untuk menunjukan sisi harmonis atas perbedaan itu. Terkait perbedaan beragama, sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan dasar pengikat dari kehidupan beragama di Indonesia bahwa Indonesia pada dasarnya ber Tuhan dan mengakui adanya banyak agama untuk berkembang. Sangat wajar dengan adanya banyak agama di Indonesia memunculkan banyak persepsi tentang Tuhan, tetapi sebagai nilai dasar maka Ketuhanan Yang Maha Esa itulah yang menjadi corak umum bangsa Indonesia.

            Banyak kalangan agama melihat adanya suatu keharusan bagi Pancasila untuk membatasi diri dalam batas – batas minimal untuk pengaturan kehidupan beragama. Peran pancasila disini dapat dianalogikan sebagai “Polisi Lalu lintas” kehidupan beragama. Oleh karena itu perlu adanya suatu pengaturan yang perlu disepakati dan ditunduki bersama. Fungsi dari pancasila sendiri juga terwujud dalam membuat aturan permainan antar ummat beragama. Dengan kata lain fungsi dari Pancasila itu sendiri minimal dapat memberikan batasan – batasan minimalnya yang tidak boleh ditundukkan kepada kehendak agama itu sendiri.

            Pada prinsipnya Pancasila memberikan penguatan sekaligus kontribusi terhadap agama, hal ini dilihat dari ruh sila pertama bangsa Indonesia untuk mengakui adanya Tuhan dan berTuhan. Bertuhan dengan baik harus melalui pemahaman agama, jadi Pancasila secara tersirat mewajibkan bangsa Indonesia untuk beragama agar dapat bertuhan dengan benar.

            Untuk menyelenggarakan kehidupan beragama yang tertib damai maka Pancasila sebagai fondasi bangunan negara menjadi sesuatu yang sifatnya statis dan hal itu tidak dapat menjadikan sekelompok golongan untuk merubahnya atas dalih apapun. Di Indonesia sendiri yang penduduknya mayoritas muslim, pancasila sangat dibutuhkan untuk menjaga keberagaman dalam kerukunan. Pancasila akan menjaga posisi mayoritas muslim untuk mewujudkan dirinya sebagai pengayom perbedaan agama yang melindungi minoritas.

            Sedangkan menurut pandangan para tokoh agama di Indonesia menyerukan pentingnya Pancasila dalam membina kehidupan bermasyarakat. Adanya konflik berbasis SARA (suku, agama, ras, dan anatar golongan) yang terjadi selama ini karena dampak dari kemerosotan penghayatan nilai – nilai Pancasila. Menurt Maftuh Basyumi menegaskan bahwa pancasila harus menjadi acuan dari seluruh sistem hukum dan sistem politik negara.

            Dalam suatu kongres tokoh agama, dihasilkan 3 rekomendasi yang meliputi:

  1. Negara diminta menjamin kebebasan beribadah dan mendorong peningkatan penghayatan serta pengamalan nilai agama yang dianut oleh masing – masing pemeluknya.
  2. Adanya rencana aksi dari tindak lanjut kongres tokoh agama
  3. Memberdayakan forum kerukunan umat beragama (FKUB) dalam meningkatkan kesejahteraan dan kerukunan umat beragama.

DAFTAR REFERENSI

Anonim. Pancasila sebagai Ideologi dalam Kehidupan Beragama. STIMIK Triguna Darma.

Anonim.2006. Para Tokoh Agama Serukan Pentingnya Peran Pancasila. From http://www.nuonline.or.id (diakses tanggal 12 November 2012)

Wijayanto, Janu.2011.Pancasila, Gotong Royong dalam Perbedaan Agama. From :http://www.ipabionline.com/2011/12/pancasila-gotong-royong-dalamperbedaan.html (diakses tanggal 12 November 2012)


Ilmu Perbandingan Agama (Comparative Study of Religion) *Studi Agama-Agama

Perkembangan, Arti, dan Metode dalam Ilmu Perbandingan Agama

Setiono

           

            Membicarakan disiplin ilmu sejarah agama harus dibedakan dengan filsafat agama. Metode religo-ilmiah (Religionswissenschaft) menjadi titik awal perbedaan penyelidikannya. Ketika kita ingin mempelajari tentang suatu perkembangan, suatu arti (makna), dan metode dalam Ilmu Perbandingan Agama tidaklah mudah dalam kita memahaminya. Sebab banyak hal yang perlu kita pahami tentang suatu ilmu dan kita tidak hanya sekedar memahaminya, tetapi harus disiplin ilmu agar kita mampu sedikit demi sedikit mengambil pelajaran atau ilmu dalam Ilmu Perbandingan Agama. Dalam bukunya Joachim Wach (Ilmu Perbandingan Agama) yang dimana dalam pembahasanya ada tentang Perkembangan, Arti dan Metode Ilmu Perbandingan Agama. Dari hal itu kita ketahui perkembangan ilmu perbandingan agama diwarnai antusias yang sangat kuat dan baik untuk memahami agama-agama lain, dan adanya kebutuhan secara spekulatif.  Dengan adanya “Science of religion” dimaksudkan agar kita mampu membedakan antara ilmu dari filsafat agama dan terutama teologi.

            Perkembangan ilmu perbandingan agama tidak lepas dari unsur spekulatif, meski terkadang masih terpengaruh dengan sebuah sifat historis. Karena hal itu tak dapat dipungkiri dengan adanya rangkaian kejadian, seperti sejarah agama tetapi tidak hanya itu saja ada ceritera, sosiologi, dan psikologi semua itu sangat membantu disiplin ilmu. Berangkat dari hal itu mulai munculnya antropologi, dan fenomenologi. Dalam hal itu ada tiga hal penting diantaranya :

1.  Keinginan untuk mengatasi perselisihan-perselisihan yang timbul akibat spesialisasi dan pembidangan yang terlalu berlebihan, melalui pandangan yang terpadu.

2.   Keinginan penetrasi yang lebih jauh ke dalam hakikat pengalaman keagamaan.

3.   Pembahasan masalah-masalah epistemologis yang wujud akhirnya bersifat metafisis.

Dari hal itu muncul respon positif dan sebagian sarjana percaya bahwa hasil karya generasi sebelunya tidak boleh dilupakan, tetapi harus tetap terpelihara.

            Dari semua itu muncul kerja sama internasional dikalangan para sarjana Eropa, Asia, dan Amerika. Kerja sama ini terdiri dari berbagai sandang seperti Muslim, Hindu, Cina, dan Jepang pantas menerima perhatian istimewa (Birma, Siam, Pilipina, Arab, Pakistan, Indonesia). Kerja sama itu terpelihara hingga lima puluh tahun. Setelah itu tidak dapat dipungkiri mengenai politik dan adanya pengaruh perang dunia mempersulit untuk mempertahankan standar dalam pertemuan.

            Dalam sikap batin sendiri sudah dapat mensifati  seseorang sebagai anggota yang sebenarnya. Sudah barang tentu dalam hal tersebut belakangan akan lebih sulit menunjukkan apakah diperlukan adanya pemahaman lengkap daripada dalam kasus yang terdahulu dimana keikut sertaan diatur secara lebih otomatis atau mekanis. Ada tingkatan-tingkatan tertentu dalam pemahaman yang bersifat sebagian (partial) dan bersifat  menyeluruh (integral). Hal itu menjadikan kita mengetahui syarat-syarat yang harus ada, bila hendak memperoleh pemahaman yang integral. Ada tiga syarat yang harus kita ketahui, yaitu :

1  Kita meninjau perlengkapan apa saja yang diperlukan. Seperti diketahui kelengkapan itu sebagian akan bersifat intelektual. Jangan harap dapat memahami suatu agama atau gejala keagamaan tanpa adanya informasi yang cukup luas. 

   2. Berhasil tidaknya suatu upaya memahami agama yang bukan agama sendiri tergantung dari ada atau tidaknya persyaratan emosional yang tepat.

3.  Kemauan (vilition).

    Dari ketiga hal pokok itu masih ada kelengkapan lain yang merupakan perlengkapan utama dalam mempelajari agama, yaitu pengalaman (experience). Jadi, dapat diperkirakan bahwa kita mampu menilai dengan tepat dalam mahami agama itu ada berbagai cara atau  tindakan kritis. Sebuah hal yang tak dapat dipungkiri mengenai banyak pertentangan yang timbul selama sepuluh tahun terakhir ini yang berkisar antara dua macam aliran pemikiran. Sebenarnya kita telah dituntut agar melakukan metode secara ilmiah, itulah metode yang sah. Karena dengan ilmiah kita mampu melakukan pemahaman dan dengan pemikiran yang kritis. Dan ada filsafat North yang telah mengemukakan satu sistem filsafat yang terpadu untuk memahami alam, akal, dan jiwa (spirit). Inilah yang seharusnya mampu menggantikan kebiasaan laten. Secara metodologis berarti bahwa wujud yang tampil tidak harus dijelaskan dari sudut strata atau tingkatan proses yang mendahuluinya. Karena itu dibuatlah perkiraan untuk memahami penampilan keadaan-keadaan baru yang dapat diramalkan sebelumnya. Maka dari itu harus adanya pemahaman secara ilmiah atau secara kritis, kritis dalam keadaan dan kritis dalam pemikiran.

Sebenarnya ada beberapa macam cara memahami atau mempelajari agama yaitu :

1.      Secara Teologi (Theology)

2.      Secara Historis (History of Religion)

3.      Secara Sosiologis (Sociology of Religion)

4.      Secara Antropologis (The Anthropological Study of Religion)

5.      Secara Evaluasi atau Kritik Intern (Literary Criticism)

6.      Secara Filosofis (Philosophy of Religion)

7.      Secara Psikologis (Psychology of Religion)

8.      Secara Fenomenologis (Phenomenology)

            Dengan hal diatas kita akan mudah memahami tentang ilmu perbandingan agama, karena semuanya sangat penting dalam kita melakukan pemahaman keagamaan. Semua itu terjadi sebab adanya perkembangan-perkembangan, maka muncullah berbagai ilmu yang mampu menelaahnya sebuah pemahaman yang kritis. Dengan demikian, bahwa dalam memahami keagamaan atau ilmu perbandingan agama tidak lepas dari historis, teologi, sosiologis, antropologis, evaluasi (intrepretasi penulisan atau kritik intern), filsafat, psikologis dan fenomenologis. Maka, marilah kita sebagai generasi penerus harus lebih memahami segala hal secara kritis dan disiplin ilmu. Sehingga dapat mengaktualisasikan nilai-nilai moral dalam kehidupan beragama di era kontemporer saat ini.


Makna Tahlilan

  PROSESI DAN MAKNA TAHLILAN DI DESA KLORON PLERET BANTUL SETIONO    A.    Latar Belakang Tahlilan sangat erat sekali kaitannya de...