Rabu, 08 Juli 2020

Peran Pancasila dalam Beragama

PERAN PANCASILA DALAM BERAGAMA

Setiono

            Pancasila merupakan bentuk dari kesepakatan leluhur bangsa dimana sebuah kesepakatan tidak akan berfungsi jika tidak memiliki status yang jelas, dengan itulah pancasila sebagai bentuk kesepakatan leluhur dijadikan sebagai ideologi bangsa dan falsafah negara. Pancasila sebagai ideologi bangsa mengikat warga negara dengan berbagai ketentuan – ketentuan yang sangat mendasar. Pengamalan pancasila sendiri harus diresapi secara keseluruhan bukan hanya masing – masing sila.

            Indonesia memiliki karakteristik masyarakat mengedepankan nilai spiritualitas yakni berkaitan dengan nilai keagamaan. Pancasila memberikan petunjuk arah kebersamaan dalam keberagaman menjadi penting mengingat bangsa Indonesia adalah  bangsa yang memiliki corak umum sebagai bangsa yang ber-Tuhan. Bukti dari segi krohanian bangsa Indonesia yang tertuang dalam pancasila adalah pada sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Selain itu lebih jelas lagi tertuang dalam pembukaan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 disebutkan bahwa bangsa Indonesia merrdeka atas berkat rahmat dari Allah.

            Namun, sebagai ideologi bangsa masih dirasa adanya tumpang tindih antara Pancasila dengan sisi kehidupan beragama. Seperti yang telah kita ketahui bahwa agama memiliki jangkauan yang universal berlaku bagi seluruh umat manusia, dan akan sulit jika hanya dibatasi dari segi ke- Indonesiaan saja. Kita mengetahui bahwa Indonesia sendiri terdiri atas beberapa agama dimana keberadaan agama – agama yang berbeda harus diupayakan untuk menunjukan sisi harmonis atas perbedaan itu. Terkait perbedaan beragama, sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan dasar pengikat dari kehidupan beragama di Indonesia bahwa Indonesia pada dasarnya ber Tuhan dan mengakui adanya banyak agama untuk berkembang. Sangat wajar dengan adanya banyak agama di Indonesia memunculkan banyak persepsi tentang Tuhan, tetapi sebagai nilai dasar maka Ketuhanan Yang Maha Esa itulah yang menjadi corak umum bangsa Indonesia.

            Banyak kalangan agama melihat adanya suatu keharusan bagi Pancasila untuk membatasi diri dalam batas – batas minimal untuk pengaturan kehidupan beragama. Peran pancasila disini dapat dianalogikan sebagai “Polisi Lalu lintas” kehidupan beragama. Oleh karena itu perlu adanya suatu pengaturan yang perlu disepakati dan ditunduki bersama. Fungsi dari pancasila sendiri juga terwujud dalam membuat aturan permainan antar ummat beragama. Dengan kata lain fungsi dari Pancasila itu sendiri minimal dapat memberikan batasan – batasan minimalnya yang tidak boleh ditundukkan kepada kehendak agama itu sendiri.

            Pada prinsipnya Pancasila memberikan penguatan sekaligus kontribusi terhadap agama, hal ini dilihat dari ruh sila pertama bangsa Indonesia untuk mengakui adanya Tuhan dan berTuhan. Bertuhan dengan baik harus melalui pemahaman agama, jadi Pancasila secara tersirat mewajibkan bangsa Indonesia untuk beragama agar dapat bertuhan dengan benar.

            Untuk menyelenggarakan kehidupan beragama yang tertib damai maka Pancasila sebagai fondasi bangunan negara menjadi sesuatu yang sifatnya statis dan hal itu tidak dapat menjadikan sekelompok golongan untuk merubahnya atas dalih apapun. Di Indonesia sendiri yang penduduknya mayoritas muslim, pancasila sangat dibutuhkan untuk menjaga keberagaman dalam kerukunan. Pancasila akan menjaga posisi mayoritas muslim untuk mewujudkan dirinya sebagai pengayom perbedaan agama yang melindungi minoritas.

            Sedangkan menurut pandangan para tokoh agama di Indonesia menyerukan pentingnya Pancasila dalam membina kehidupan bermasyarakat. Adanya konflik berbasis SARA (suku, agama, ras, dan anatar golongan) yang terjadi selama ini karena dampak dari kemerosotan penghayatan nilai – nilai Pancasila. Menurt Maftuh Basyumi menegaskan bahwa pancasila harus menjadi acuan dari seluruh sistem hukum dan sistem politik negara.

            Dalam suatu kongres tokoh agama, dihasilkan 3 rekomendasi yang meliputi:

  1. Negara diminta menjamin kebebasan beribadah dan mendorong peningkatan penghayatan serta pengamalan nilai agama yang dianut oleh masing – masing pemeluknya.
  2. Adanya rencana aksi dari tindak lanjut kongres tokoh agama
  3. Memberdayakan forum kerukunan umat beragama (FKUB) dalam meningkatkan kesejahteraan dan kerukunan umat beragama.

DAFTAR REFERENSI

Anonim. Pancasila sebagai Ideologi dalam Kehidupan Beragama. STIMIK Triguna Darma.

Anonim.2006. Para Tokoh Agama Serukan Pentingnya Peran Pancasila. From http://www.nuonline.or.id (diakses tanggal 12 November 2012)

Wijayanto, Janu.2011.Pancasila, Gotong Royong dalam Perbedaan Agama. From :http://www.ipabionline.com/2011/12/pancasila-gotong-royong-dalamperbedaan.html (diakses tanggal 12 November 2012)


Ilmu Perbandingan Agama (Comparative Study of Religion) *Studi Agama-Agama

Perkembangan, Arti, dan Metode dalam Ilmu Perbandingan Agama

Setiono

           

            Membicarakan disiplin ilmu sejarah agama harus dibedakan dengan filsafat agama. Metode religo-ilmiah (Religionswissenschaft) menjadi titik awal perbedaan penyelidikannya. Ketika kita ingin mempelajari tentang suatu perkembangan, suatu arti (makna), dan metode dalam Ilmu Perbandingan Agama tidaklah mudah dalam kita memahaminya. Sebab banyak hal yang perlu kita pahami tentang suatu ilmu dan kita tidak hanya sekedar memahaminya, tetapi harus disiplin ilmu agar kita mampu sedikit demi sedikit mengambil pelajaran atau ilmu dalam Ilmu Perbandingan Agama. Dalam bukunya Joachim Wach (Ilmu Perbandingan Agama) yang dimana dalam pembahasanya ada tentang Perkembangan, Arti dan Metode Ilmu Perbandingan Agama. Dari hal itu kita ketahui perkembangan ilmu perbandingan agama diwarnai antusias yang sangat kuat dan baik untuk memahami agama-agama lain, dan adanya kebutuhan secara spekulatif.  Dengan adanya “Science of religion” dimaksudkan agar kita mampu membedakan antara ilmu dari filsafat agama dan terutama teologi.

            Perkembangan ilmu perbandingan agama tidak lepas dari unsur spekulatif, meski terkadang masih terpengaruh dengan sebuah sifat historis. Karena hal itu tak dapat dipungkiri dengan adanya rangkaian kejadian, seperti sejarah agama tetapi tidak hanya itu saja ada ceritera, sosiologi, dan psikologi semua itu sangat membantu disiplin ilmu. Berangkat dari hal itu mulai munculnya antropologi, dan fenomenologi. Dalam hal itu ada tiga hal penting diantaranya :

1.  Keinginan untuk mengatasi perselisihan-perselisihan yang timbul akibat spesialisasi dan pembidangan yang terlalu berlebihan, melalui pandangan yang terpadu.

2.   Keinginan penetrasi yang lebih jauh ke dalam hakikat pengalaman keagamaan.

3.   Pembahasan masalah-masalah epistemologis yang wujud akhirnya bersifat metafisis.

Dari hal itu muncul respon positif dan sebagian sarjana percaya bahwa hasil karya generasi sebelunya tidak boleh dilupakan, tetapi harus tetap terpelihara.

            Dari semua itu muncul kerja sama internasional dikalangan para sarjana Eropa, Asia, dan Amerika. Kerja sama ini terdiri dari berbagai sandang seperti Muslim, Hindu, Cina, dan Jepang pantas menerima perhatian istimewa (Birma, Siam, Pilipina, Arab, Pakistan, Indonesia). Kerja sama itu terpelihara hingga lima puluh tahun. Setelah itu tidak dapat dipungkiri mengenai politik dan adanya pengaruh perang dunia mempersulit untuk mempertahankan standar dalam pertemuan.

            Dalam sikap batin sendiri sudah dapat mensifati  seseorang sebagai anggota yang sebenarnya. Sudah barang tentu dalam hal tersebut belakangan akan lebih sulit menunjukkan apakah diperlukan adanya pemahaman lengkap daripada dalam kasus yang terdahulu dimana keikut sertaan diatur secara lebih otomatis atau mekanis. Ada tingkatan-tingkatan tertentu dalam pemahaman yang bersifat sebagian (partial) dan bersifat  menyeluruh (integral). Hal itu menjadikan kita mengetahui syarat-syarat yang harus ada, bila hendak memperoleh pemahaman yang integral. Ada tiga syarat yang harus kita ketahui, yaitu :

1  Kita meninjau perlengkapan apa saja yang diperlukan. Seperti diketahui kelengkapan itu sebagian akan bersifat intelektual. Jangan harap dapat memahami suatu agama atau gejala keagamaan tanpa adanya informasi yang cukup luas. 

   2. Berhasil tidaknya suatu upaya memahami agama yang bukan agama sendiri tergantung dari ada atau tidaknya persyaratan emosional yang tepat.

3.  Kemauan (vilition).

    Dari ketiga hal pokok itu masih ada kelengkapan lain yang merupakan perlengkapan utama dalam mempelajari agama, yaitu pengalaman (experience). Jadi, dapat diperkirakan bahwa kita mampu menilai dengan tepat dalam mahami agama itu ada berbagai cara atau  tindakan kritis. Sebuah hal yang tak dapat dipungkiri mengenai banyak pertentangan yang timbul selama sepuluh tahun terakhir ini yang berkisar antara dua macam aliran pemikiran. Sebenarnya kita telah dituntut agar melakukan metode secara ilmiah, itulah metode yang sah. Karena dengan ilmiah kita mampu melakukan pemahaman dan dengan pemikiran yang kritis. Dan ada filsafat North yang telah mengemukakan satu sistem filsafat yang terpadu untuk memahami alam, akal, dan jiwa (spirit). Inilah yang seharusnya mampu menggantikan kebiasaan laten. Secara metodologis berarti bahwa wujud yang tampil tidak harus dijelaskan dari sudut strata atau tingkatan proses yang mendahuluinya. Karena itu dibuatlah perkiraan untuk memahami penampilan keadaan-keadaan baru yang dapat diramalkan sebelumnya. Maka dari itu harus adanya pemahaman secara ilmiah atau secara kritis, kritis dalam keadaan dan kritis dalam pemikiran.

Sebenarnya ada beberapa macam cara memahami atau mempelajari agama yaitu :

1.      Secara Teologi (Theology)

2.      Secara Historis (History of Religion)

3.      Secara Sosiologis (Sociology of Religion)

4.      Secara Antropologis (The Anthropological Study of Religion)

5.      Secara Evaluasi atau Kritik Intern (Literary Criticism)

6.      Secara Filosofis (Philosophy of Religion)

7.      Secara Psikologis (Psychology of Religion)

8.      Secara Fenomenologis (Phenomenology)

            Dengan hal diatas kita akan mudah memahami tentang ilmu perbandingan agama, karena semuanya sangat penting dalam kita melakukan pemahaman keagamaan. Semua itu terjadi sebab adanya perkembangan-perkembangan, maka muncullah berbagai ilmu yang mampu menelaahnya sebuah pemahaman yang kritis. Dengan demikian, bahwa dalam memahami keagamaan atau ilmu perbandingan agama tidak lepas dari historis, teologi, sosiologis, antropologis, evaluasi (intrepretasi penulisan atau kritik intern), filsafat, psikologis dan fenomenologis. Maka, marilah kita sebagai generasi penerus harus lebih memahami segala hal secara kritis dan disiplin ilmu. Sehingga dapat mengaktualisasikan nilai-nilai moral dalam kehidupan beragama di era kontemporer saat ini.


Makna Tahlilan

  PROSESI DAN MAKNA TAHLILAN DI DESA KLORON PLERET BANTUL SETIONO    A.    Latar Belakang Tahlilan sangat erat sekali kaitannya de...