INTISARI
AGAMA YAHUDI
Oleh:
SETIONO
Intisari agama Yahudi terdapat dalam
Decalogue yang termasyur atau Sepuluh Perintah yang diwahyukan kepada Musa a.s.
dari Tuhan. Dalam kitab kedua yang dinisbahkan kepada Musa a.s. disebut
Keluaran, perintah ini tersusun sebagai berikut:: “Akulah Tuhan Allahmu yang
membawa engkau keluar dari tanah Mesir dan tempat perbudakan. Janganlah ada
padamu Allah lain dihadapanKu.” “Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa
pun yang ada di langit, atau yang ada di bumi, atau yang ada di dalam air di
bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab
Aku Tuhan Allahmu adalah Allah yang cemburu dan membalaskan kesalahan bapak
kepada anak- anaknya, kepada keturunan yang ketiga, keempat, dan orang-orang
yang membenci Aku. Tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang,
yaitu mereka yang mengasihi Aku dan berpegang pada perintah-perintahKu.”
“Jangan menyebut nama Tuhan Allahmu dengan sembarangan, sebab Tuhan akan
memandang bersalah orang yang menyebut nama Nya dengan sembarangan.” “Ingatlah
dan kuduskanlah hari Sabat. Enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan
segala pekerjaanmu, tetapi hari ke tujuh adalah hari Sabat Tuhan Allahmu, maka
jangan melakukan sesuatu pekerjaan engkau atau anakmu laki-laki atau anakmu
perempuan atau hambamu laki-laki atau hambamu perempuan atau hewanmu atau orang
asing yang di tempat kediamanmu. Enam hari lamanya Tuhan menjadikan langit dan
bumi laut dan segala isinya, dan berhenti pada hari ketujuh, itulah sebabnya
Tuhan memberkati hari Sabat dan mengkuduskannya.”
“Hormatilah ayah dan ibumu supaya lanjut
umurmu di tanah yang diberikan Tuhan Allah kepadamu.” “Janganlah membunuh..
“Janganlah berzinah.. “Janganlah mencuri. “Janganlah mengucapkan saksi dusta
tentang sesamamu. “Jangan menginginkan rumah sesamamu, jangan mengingini
isterinya, atau hambanya laki-laki atau hambanya perempuan atau lembunya atau
keledainya atau apa pun yang dipunyai sesamamu”. (Keluaran, 20 : 2 – 17) Juga
ada perintah selanjutnya dalam Imamat: “Kasihilah sesamamu manusia seperti
dirimu sendiri” (19 : 18)
UMMAT
PILIHAN
Kaum Yahudi menganggap dirinya sebagai umat
pilihan Tuhan. Terbukti mereka bertindak lebih jauh dengan menganggap Tuhan
dengan perasaan khusus adalah milik mereka, dan menyebut Dia sebagai “Tuhan
Raja Israil”. Dia telah mewahyukan agama Nya yang sejati hanya kepada mereka
sendiri. Dengan mengutip pengarang Yahudi modern : “Kunci yang benar dalam
memahami agama Yahudi dalam tafsiran mereka sendiri didapati dalam konsepsi
mereka tentang “ummat pilihan”. Ajaran “pilihan” ini adalah suatu misteri ...
dan suatu skandal. Hal itu merupakan misteri dalam Alkitab itu sendiri yang
menetapkan pilihan Tuhan tidak kepada sifat-sifat mulia yang tertanam pada
bangsa Yahudi, tetapi kepada kehendak yang tak dikenal Tuhan. Segera hal ini
terbentuk, tetapi tetap sebagai suatu skandal pada orang-orang kebanyakan, dan
bahkan bagi beberapa banyak orang Yahudi.”[1]
Menurut Alkitab Yahweh, Tuhan Yang
Esa dan Sejati mengadakan perjanjian dengan Bani Israil yang menjadikan Dia
Tuhan dari Israil, dan Israil sebagai ummat Yahweh. Mereka disebut “anak Tuhan”
dan dinyatakan lebih unggul dari bangsa- bangsa lain: “Kamulah anak-anak Tuhan
Allahmu … sebab engkau ummat yang kudus bagi Tuhan Allahmu, dan engkau dipilih
Tuhan untuk menjadi ummat kesayangan Nya dari antara segala bangsa yang ada di
atas muka bumi” (Ulangan, 14 : 1-2) “Dan bangsa manakah di bumi seperti umatmu
Israil yang Allahnya pergi membebaskannya menjadi ummat Nya untuk mendapat nama
bagimu dengan perbuatan-perbuatan besar yang dasyat.dan dengan menghalau
bangsa-bangsa dari depan ummatmu yang telah Kau bebaskan dari Mesir. Engkau
telah membuat ummatmu Israil menjadi ummatmu untuk selama-lamanya, dan Engkau
ya Tuhan menjadi Allah mereka” (Tawarich, 17 : 21-22) Bahkan tanah yang
diberikan Tuhan kepada Bani Israil, tanah Kanaan (Palestina) dinyatakan tidak
ada tanah yang lebih seperti itu di permukaan bumi: “Maka janganlah najiskan
negeri tempat kedudukanmu yang ditengah-tengahnya Aku diam, sebab Aku Tuhan
diam di tengah- tengah orang Israil” (Bilangan, 35 : 34) Dalam Talmud ditulis:
“Barangsiapa yang tinggal di Tanah Israil, dianggap percaya kepada Tuhan.
Barangsiapa yang tinggal di luar Tanah itu dianggap sebagai golongan orang
penyembah berhala .…Barang siapa yang hidup di Tanah Israil menjalani kehidupan
tiada berdosa sebagaimana telah tersurat dalam Alkitab: ‘Orang-orang yang
tinggal di sana akan diampuni atas kesalahannya’ (Isaiah, 33:34) Barang siapa
yang dikuburkan di Tanah Israil dianggap seolah-olah dia dikuburkan di bawah
Altar ... .Barang siapa yang berjalan sejauh empat meter di Tanah Israil
dijamin satu tempat di dunia mendatang” (Mishah, Ketubot, 110a –111a) Dasar
perjanjian Tuhan dengan Israil di Sinai adalah ajakan Tuhan, “Dan kamu akan
menjadi bagi Ku kerajaan iman dan bangsa yang kudus” (Keluaran, 19:6). Namun
tidak bisa diingkari bahwa kaum Yahudi selalu menganggap bahwa Perjanjian ini
mengikat mereka hanya sebagai ikatan ras belaka. Akibatnya tidak saja mereka
gagal untuk mengajarkan agama Yahudi kepada orang lain, bahkan mereka tidak
menginginkan orang lain sebagai pengikutnya. Bila seorang asing mau menjadi
penganutnya (hampir dapat dipastikan disebabkan perkawinan, maka hukum Yahudi
tidak mengenal perkawinan antara penganut agama Yahudi dengan bukan Yahudi),
itikadnya selalu dicurigai. Sifat agama Yahudi yang rasialis dan kebangsaan
yang picik tampak jelas dalam kenyataan bahwa kaum Yahudi mengeluarkan kaum
Samaria dari masyarakat Yahudi meskipun mereka sama-sama yakin kepada Taurat,
hanya disebabkan karena mereka dianggap bersalah memperbolehkan perkawinan
dengan kaum non Yahudi. Sebaliknya, orang Yahudi menganggap seorang yang
dilahirkan oleh orang tua Yahudi itu, selalu beragama Yahudi bahkan meskipun
dia (baik lelaki maupun perempuan) telah menjadi ateis ataupun telah membuang
semua kepercayaan dan peribadatan Yahudi.
KONSEPSI
TENTANG TUHAN
Akidah agama Yahudi dikenal sebagai
Shema, terurai sebagai berikut: “Dengarlah hai orang Israil, Tuhan itu Allah
kita Tuhan yang Esa. Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.” (Ulangan, 6:4- 5) Agama Yahudi
berlandaskan dua ajaran yang luas, keyakinan atas keesaan Tuhan dan terpilihnya
Israil sebagai pembawa kepercayaan ini. Kedua ajaran ini telah mendapatkan
rumusannya yang klasik dalam Shema. “Apapun yang disini telah ditetapkan”,
tulis Isidore Epstein, yakni (i) bahwa tiada Tuhan kecuali Yang Esa dan tiada
sekutu di sisi Nya, dan (ii) bahwa Tuhan Yang Esa dan Satu-Satunya itu adalah
yang diakui dan disembah oleh Bani Israil. Penolakan terhadap Tuhan lain adalah
sekuat dan seteguh penerimaan terhadap Satu Tuhan. Mereka menolak segala
perwujudan dan perlambang dari Dzat yang betapa pun disucikan dan dimuliakan
menutup ‘Tuhan Yang Esa dan Satu-Satunya dari Israil. Jadi mereka menolak tidak
hanya Tuhan yang dualistis ataupun kepercayaan politeis, tetapi juga Trinitas
dari Kristen yang betapun hal itu ditafsirkan sedemikian rupa seolah-olah itu
menjadi Satu Tuhan dalam pengertian kiasan, tetapi tetap merupakan suatu
pengingkaran langsung terhadap Satu-Satunya Tuhan yang sejak awalnya telah
dipilih oleh Bani Israil untuk disembahnya.”[2]
Selanjutnya, di samping ajaran tentang Keesaan Nya adalah juga ke Maha Kuasaan
Nya dalam istilah Talmud “Yang Maha Kuasa dan Maha Perkasa. Kekuasaan Nya tidak
terbatas oleh Kehendak Nya. Agama Yahudi juga menekankan kekuasaan Tuhan tetapi
hal ini tidak berarti Dia identik dengan kekuasaan dunia atau dibatasi olehnya.
Segala ajaran panteisme yang akan mengenalkan Tuhan atau mempersamakan Tuhan
dengan alam ditolaknya. Berhubungan erat dengan ide transendental dari Tuhan,
ialah tak terbandingkannya keilahian. Dia adalah Roh Suci, bebas dari segala
batas kebendaan dan kelemahan daging. Nama-nama Tuhan yang ditekankan oleh
agama Yahudi yakni yang tak terbatas kekuasaanNya, keadilanNya, dan rahmat
karuniaNya. Selanjutnya Dia adalah “Hidup dan Abadi selamanya”. Karena itu
dalam agama Yahudi tak ada tempat bagi ajaran inkarnasi serta kematian dan
kebangkitan kembali Tuhan.
Namun haruslah ditunjukkan di sini,
bahwa konsepsi ketuhanan yang utuh tidak terdapat dengan seragam di buku-buku
Alkitab. Dalam kitab yang awal, Yahweh digambarkan tidak lebih dari Tuhan suatu
suku bangsa saja. Dia adalah Tuhan dari bangsa Ibrani saja, bangsa-bangsa lain
mempunyai tuhan-tuhannya sendiri (elohim). Adanya tuhan-tuhan lain ini tidak
diingkari meskipun Yahweh dianggap yang paling berkuasa di antara mereka:
“Siapakah di antara Elohim ini seperti Engkau, o Yahweh?”(Mazmur) Politeisme
juga merasuk teks semacam ini dalam Alkitab seperti “Sesungguhnya manusia itu
telah menjadi salah satu dari kami, untuk mengetahui yang baik dan yang jahat”
(Kejadian, 3:22) Konsepsi tentang Tuhan dalam banyak teks dari Alkitab ialah
antropomorfis. Dia adalalah menurut istilah Matthew Arnold, “seseorang yang
gagah perkasa dan tidak seperti orang biasa.” Dia tidak beristeri dan beranak,
tetapi hidup di langit dengan makhluk lain yang lebih rendah dari dirinya yang
disebut juga tuhan-tuhan atau Elohim (Keluaran 15: 11, Mazmur 86:8, Mazmur 97:
7-9). Seringkali dia berjalan-jalan di muka bumi untuk menikmati senja yang
sejuk (Kejadian, 3:8), turun untuk membuktikan desas desus yang telah
didengarnya (Kejadian, 11:5; 18:20,21), makan dan minum dengan orang-orang dan
bicara dengan isteri-isteri mereka. (Kejadian, 18: 1-5), memperoleh kekalahan
dalam pertandingan adu gulat, hingga dia bisa menemukan siasat yang licik
terhadap lawannya (Kejadian, 32:24-40), menujukkan punggungnya kepada Musa
karena wajahnya menyebabkan kematian (Keluaran, 33:20- 23), dapat dibujuk untuk
tidak membalas dendam dengan pujian atas kekuatan dan kewibawaannya (Keluaran,
32: 10-14), suka minum minuman keras (Hakim-Hakim, 9:13), suka cemburu
(Keluaran, 20:5), suka membalas dendam (Kejadian, 32:42), menyesal atas apa
yang telah diperbuatnya ataupun yang diniatkannya untuk dilakukan (Kejadian,
6:6; Keluaran, 32:14)
DOKTRIN
DASAR LAINNYA
Salah satu aspek yang penting dalam
agama Yahudi adalah keyakinan bahwa Tuhan berkomunikasi kepada manusia melalui
perantaraan ramalan. Ia menjaga hubungan dengan manusia melalui wahyu Nya dan
hukum Nya kepada ciptaan yang disayangi Nya. Untuk maksud tersebut, Dia memilih
Putra Israil dan membangkitkan nabi-nabi Nya hanya dari kalangan mereka. Ummat
Yahudi percaya bahwa Musa a.s. adalah nabi terbesar dari segala nabi yang Tuhan
berkomunikasi langsung dengan cara Nya, yang keseluruhannya ada dalam Torah
(yakni Pentateuch) telah diwahyukan kepada Musa a.s. oleh Tuhan; dan Torah
tidak akan mengalami perubahan atau menggantikan dengan wahyu lain dari Tuhan.
Manusia, menurut ajaran Yahudi, diciptakan dari citra Tuhan. Ia dapat jatuh ke
dalam sekali, tetapi ia tidak oleh dosa yang tidak dapat diampuni. Dosa adalah
melawan kehendak Tuhan, tetapi lebih serius lagi menurunkan derajat manusia.
Tobat seseorang akan mengembalikan kesuciannya. Tuhan Maha Pengasih dan
memaafkan dosa-dosa orang yang bertaubat. Agama Yahudi percaya bahwa Tuhan
mengetahui setiap perbuatan manusia dan semua yang difikirkannya. Ia mengganjar
siapa-siapa yang memegang Perintah Nya dan menghukum siapa- siapa yang
melanggar Perintah Nya. Dalam Alkitab sendiri dikatakan tempat manusia hidup
adalah di dunia. Tetapi ajaran Yahudi datang pada suatu kepercayaan bahwa
setelah kebangkitan dari kematian, akan ada kehidupan di sorga dan di neraka.
Doktrin dasar lainnnya adalah tentang kedatangan Messiah (atau seorang yang
dijanjikan), turunan langsung dari garis Daud, siapa yang akan menerima masa
Mesiah ini akan melihat Bani Israil dikumpulkan kembali ke tanah Israil.
Beberapa kalangan yakin bahwa Messiah akan datang sebagai hasil katalisasi dan
mukjizat alam. Tetapi lainnya berpandangan lebih realistik. Mereka percaya
bahwa Messiah ketika datang, musuh-musuh Tuhan dan hamba Nya terkalahkan,
takhta kekuasan Daud dibangkitkan dan juga kedaulatan Putra Israil, tetapi hal
itu tidak akan ada perubahan radikal atau mengejutkan dalam tatanan ciptaan.
ETIKA
AGAMA YAHUDI
Dasar agama Yahudi sebagai suatu
sistem keagamaan dan hukum moral adalah kesucian yang mengandung dua aspek:
negatif dan positif. Kesucian agama meminta dalam arti negatif menolak semua
penyembahan berhala, dan dalam arti positif dijalankannya suatu sistem dalam
upacara yang dianggap bangsa Yahudi telah diwahyukan kepada mereka dari Tuhan.
Dalam segi moral kesucian meminta, dalam arti negatif, terhadap setiap desakan
nafsu yang membuat manusia itu mementingkan diri sendiri dengan mengorbankan
orang lain merupakan nilai pokok kehidupan kemanusiaan. Dan dalam segi positif,
ketaatan kepada suatu etika yang menempatkan pelayanan kepada sesama manusia
sebagai titik pusat dari sistemnya. Dasar dari hukum moral tentang kesucian
adalah dua prinsip keadilan dan ketulusan. Keadilan sebagai aspek negatif
kesucian, dan ketulusan sebagai aspek positifnya. Mengenai keadilan, Taurat
berkata: “Janganlah memutarbalikan keadilan, jangan memandang bulu, dan jangan
menerima suap, sebab suap membuat mata buta orang bijak, dan memutarbalikan
perkataan orang akan menjauhkan ketulusan. Semata-mata keadilan itulah yang
harus kau kejar, supaya engkau hidup dan memiliki negeri yang diberikan
kepadamu oleh Tuhan Allahmu” (Ulangan, 16:19-20)
Keadilan berarti pengakuan atas enam
hak-hak azasi, yakni hak untuk hidup, hak untuk memiliki, hak untuk bekerja,
hak untuk berbusana, hak untuk bertempat tinggal, dan hak pribadi. Ketulusan
membabarkan dirinya dalam penerimaan tugas kewajiban terutama terhadap si
miskin, si lemah, dan yang tak berdaya. Aturan utamanya sebagai yang dirumuskan
oleh Rabbi Hilles sebagai berikut: “Janganlah melakukan sesuatu kepada orang
lain hal-hal yang kau benci kalau orang lain berbuat demikian kepadamu”. Dan
inilah apa yang dapat kita baca dalam Gemara: “Kebijaksanaan yang tertinggi
ialah kasih sayang” (Berakot, 17a) “Jika dua orang meminta tolong, sedangkan
yang satu adalah musuhmu, tolonglah dia terlebih dahulu” (Baba Metzia, 32 b)
“Pemberian zakat dan perbuatan mencintai sesamanya adalah sama dengan seluruh
perintah Torat, tetapi mencintai sesamanya adalah lebih besar” (Sukkah, 49b)
“Barangsiapa yang mendermakan sekeping uang kepada seorang yang miskin
mendapatkan enam rahmat yang diberikan kepadanya, tetapi dia yang mengucapkan
suatu perkataan yang lemah lembut kepadanya mendapat sebelas rahmat” (Baba
Batra. 9b) Kasih sayang tidak terbatas tidak hanya kepada sesama manusia
melainkan juga kepada binatang – binatang: “Rabbi Judah berkata atas nama Rab:
Seseorang dilarang memakai sesuatu sebelum dia memberi makan binatang
peliharaannya” (Gittin, 62a)
HUKUM-HUKUM
PERDATA DAN PIDANA
Taurat adalah kumpulan
perintah-perintah yang diwahyukan kepada Bani Israil oleh Tuhan. Sekelompok
besar dari perintah- perintah ini adalah bersifat hukum-hukum perdata dan
pidana. Maksud dari para Penulis dan kaum Ulama, dialah yang boleh memberi
komentar atas Torat, terutama berkaitan dengan hukum dan Talmud yang merupakan
kumpulan dari peradilan-peradilan umum (Halachoth) Jadi agama Yahudi menekankan
sejak semula sebagai agama hukum dan peradilan. Beberapa hukum-hukum Yahudi
dibandingkan dengan hukum peradaban tua lain-lainnya jauh lebih menonjol
kemanusiaannya. Misalnya, para majikan dilarang untuk memeras para pekerjanya
atau menunda pembayaran upahnya bila sudah tiba saatnya. (Imamat, 19:13) Yang
mempunyai piutang tidak boleh menyerang kehormatan pribadi yang berhutang
dengan memasuki rumahnya untuk mengambil sumpah. (Ulangan, 24: 10-11) Dia tidak
boleh berlaku kasar karena hal itu dilarang oleh sistem hukumnya yang lain.
Bahkan seorang budak pun, kalau dia seorang Yahudi mempunyai hak pribadi dan
tidak dianggap sebagai suatu milik mutlak: “Apabila engkau membeli seorang
budak Ibrani, maka haruslah dia bekerja padamu enam tahun lamanya, tetapi pada
tahun yang ketujuh ia diizinkan keluar sebagai orang merdeka dengan tidak
membayar tebusan apa pun. Jika ia datang seorang diri saja, maka keluar pun ia
seorang diri. Jika ia mempunyai istri, maka istrinya itu diizinkan keluar
bersama dengan dia. Jika tuannya memberikan kepada dia seorang istri, dan
perempuan itu melahirkan anak lelaki atau perempuan, maka perempuan itu dengan
anak-anaknya tetap menjadi kepunyaan tuannya, dan budak laki-laki itu harus
keluar seorang diri. Tetapi jika budak itu sungguh-sungguh berkata ‘Aku cinta
kepada tuanku, kepada istriku, dan kepada anak-anakku, aku tidak mau keluar
sebagai orang merdeka, maka haruslah tuannya itu membawanya menghadap Allah,
lalu membawanya ke pintu atau ke tiang pintu dan tuannya menusuk telinganya
dengan penusuk, dan budak itu bekerja pada tuannya untuk seumur hidup”
(Keluaran, 21:2-6)
Dalam beberapa kasus, manfaat dari
hukum kemanusiaan hanya diperintahkan bagi kaum Yahudi saja, dan tidak mencakup
orang-orang bukan Yahudi ataupun orang awam. Sayangnya ada ukuran ganda dalam
kode hukum Yahudi – suatu hukum yang enak bagi bangsa Yahudi, dan hukum yang
lain lebih keras dalam menyangkut hubungan dengan non Yahudi. Misalnya hukum
utang menggariskan perlakuan lemah lembut kepada budak itu hanya diterapkan
pada budak berbangsa Yahudi saja, budak yang bukan Yahudi diperlakukan lebih
kasar dan tetap sebagai budak untuk seumur hidupnya (Lihat Imamat, 25: 44-46).
Begitu pula halnya hukum yang
melarang riba itu hanya berlaku jika si peminjamnya adalah orang Yahudi. Kode
hukum Yahudi memperbolehkan kaum Yahudi meminjamkan dengan bunga kepada
orang-orang non Yahudi: “Dan orang-orang asing, engkau boleh memungut bunga,
tetapi kepada saudaramu janganlah engkau memungut bunga supaya Tuhan Allahmu
memberkati engkau dalam segala usahamu di negeri yang engkau masuki untuk
mendudukinya’ (Ulangan, 23: 20) Beberapa hukum agama Yahudi tampak berlebihan
kerasnya. Ambilah misalnya yang berikut ini: “Siapa yang menghujat nama Tuhan,
pastilah ia dihukum mati dan dilempari batu oleh seluruh jemaah itu. Baik itu
orang asing maupun orang Israil asli, bila dia menghujat nama Tuhan haruslah ia
dihukum mati.” (Imamat, 24:16) “Bila seorang lelaki berzinah dengan istri orang
lain, yakni zinah dengan isteri sesama manusia, pastilah keduanya dihukum mati,
baik laki-laki maupun perempuan yang berzinah itu.” (Imamat, 20:10).
“Apabila ada seorang yang mengutuk ayah atau
ibunya pastilah ia dihukum mati: ia telah mengutuk ayahnya atau ibunya: maka
darahnya tertimpa kepadanya sendiri” (Imamat, 20:9) “Apabila ada seorang gadis
yang masih perawan dan yang sudah bertunangan, jika seorang laki-laki bertemu
dengan dia di kota dan tidur dengan dia, maka haruslah keduanya kamu bawa ke
luar pintu gerbang kota, dan kamu lempari dengan batu sehingga mati, gadis itu
karena di kota ia tidak berteriak-teriak, dan lelaki itu karena telah memperkosa
isteri sesama manusia. Demikianlah harus kau hapus yang jahat itu dari
tengah-tengahmu” (Ulangan, 22: 23- 24) “Seorang ahli sihir perempuan janganlah
engkau biarkan hidup” (Keluaran, 22: 18) “Apabila seorang lelaki atau perempuan
dirasuk arwah atau roh peramal, pastilah mereka dihukum mati, yakni mereka
harus dilempari batu, dan darah mereka menimpa kepada mereka sendiri.” (Imamat,
20:27) Tetapi yang paling kejam dari seluruh hukum Yahudi ialah yang berkenaan
dengan peperangan dan perlakuan terhadap tawanan perang musuh. Tertulis dalam
Taurat: “Apabila engkau mendekati suatu kota untuk berperang melawannya, maka
haruslah engkau menawarkan perdamaian kepadanya . . . Dan jika kota itu tidak
mau berdamai dengan engkau, melainkan mengadakan pertempuran melawan engkau,
maka engkau harus mengepungnya; dan ketika Tuhan Allahmu menyerahkan ke dalam
tanganmu maka haruslah engkau membunuh seluruh penduduknya yang laki-laki
dengan mata pedang. Hanya perempuan, anak-anak, hewan dan segala yang ada di
kota itu, yakni seluruh jarahan itu boleh kau rampas bagimu sendiri, dan
jarahan dari musuhmu ini yang diberikan kepadamu oleh Tuhan Allahmu boleh kau
pergunakan. Demikianlah harus kau lakukan terhadap kota yang sangat jauh
letaknya dari tempatmu, yang tidak termasuk kota-kota bangsa-bangsa di sini.
Tetapi dari kota-kota bangsa-bangsa itu yang diberikan Tuhan Allahmu kepadamu
sebagai pusaka, janganlah kau biarkan hidup apapun yang bernafas melainkan kau
tumpas sama sekali, yakni orang Hittites, Armorites; Kanaan dan Farisi,
Hevites, dan orang Jebus; sebagaimana diperintahkan kepada Tuhan Allahmu
(Ulangan, 20: 10-17).
BENTUK
DAN TATA UPACARA
Pengorbanan mendapat tempat utama
dalam Taurat, maupun dalam pencatatan sejarah mereka. Pelayanan terhadap tempat
ibadah dipaparkan sebagai cita-cita yang besar dan tujuan dengan mana Tuhan
menciptakan bumi ini, menempatkan bangsa-bangsa di dalamnya, dan menyebut
Israil ummat Nya yang terpilih. Upacara- upacara pengorbanan yang harus
dilaksanakan sampai kepada hancurnya Kanisah itu sendiri dapat dipelajari dalam
Kitab Keluaran dan Imamat. Kita baca perintah dan kelompok pendeta yang
mempersembahkan pengorbanan sehari-hari serta yang lainnya, sesuai dengan
aturan di mana sampai rincian sekecil- kecilnya diatur dengan sangat hati-hati.
Berikut ini adalah gambaran dari karya sebagian kecil upacara pengorbanan ini:
“Kemudian haruslah kau ambil domba jantan yang satu, dan Harun beserta anaknya
meletakkan tangannya atas kepala domba jantan itu. Haruslah kau sembelih domba
jantan itu dan kau ambil darahnya dan kau siramkan pada altar sekitarnya.
Haruslah kau potong-potong domba jantan menurut bagian-bagian tertentu, kau
basuhlah isi perutnya dan betis-betisnya dan kau taruh itu di atas
potong-potongan dan di atas kepalanya. Kemudian haruslah kau bakar seluruh
domba jantan itu di atas altar; itulah korban bakaran, suatu persembahan yang
harus bagi Tuhan, yakni suatu korban api- apian bagi Tuhan” (Keluaran, 29:
15-18)
Bagi seorang pengamat luar, upacara
pengorbanan agama Yahudi tampak tidak banyak berbeda dengan yang dijalankan di
kalangan bangsa Yunani atau Romawi, hanya sudah pasti kaum Yahudi
menjalankannya dalam skala yang lebih besar. Apa yang dimaksud atau dituju oleh
upacara-upacara itu, tepatnya sukar kiranya dikatakan oleh orang Yahudi sendiri.
Hal itu dikerjakan ia karena dinyatakan dalam hukum, dan hukum haruslah
dipatuhi, bahkan jika orang tersebut kurang faham atau awam yang diperintahkan.
Korban harian yang dipersembahkan setiap hari dimaksudkan untuk menghilangkan
hal-hal yang tidak suci dari pengurus tempat ibadah, dan meyakinkan ummat bahwa
rahmat karunia Tuhan tetap turun kepada mereka. Banyak upacara-upacara korban
dimaksudkan untuk menghilangkan dosa-doasa tertentu, rasa syukur juga
dinyatakan di dalamnya, dan perasaan-perasan lain juga dapat dipanjatkan
melalui asap altar. Dalam agama Yahudi, tekanan kesucian berhubungan erat
dengan ibadah. Segala sesuatu yang bersangkutpaut dengan upacara korban - rumah
ibadah, pendeta, kendaraan, dan korban itu sendiri – direncanakan sebagai hal yang
suci. Barang-barang dan orang- orang adalah suci yang semuanya itu milik Yahweh
dan ditarik dari pemakaian sehari-hari. Adalah berbahaya untuk menyinggungnya
dengan semena-mena. Yang bersangkut paut dengan tekanan atas kesucian, yakni
kemurnian. Dalam agama Persia yang sebagaimana ditunjukkan oleh agama Majusi,
pembedaan harus selalu diingat oleh pemeluknya antara apa yang termasuk dalam
roh baik dan apa yang sudah jatuh ke bawah pengaruh roh jahat. Begitu pula
dalam kalangan agama Yahudi. Orang yang disebut suci harus terpisah, dan orang
lain hidup dalam ketakutan kalau-kalau menyentuh sesuatu yang tidak suci,
karena hal itu dia memisahkan kesuciannya sendiri. Ada binatang yang
dihalalkan, dan ada juga yang diharamkan di mana dia tidak boleh memakannya,
macam-macam pencuci tangan dan perabotan rumah tangga diperlukan agar dia tetap dalam keadaan suci: banyak macam-macam
perniagaan yang karena harus berhubungan dengan berbagai golongan manusia yang
membuat tidak memungkinkannya tetap suci. Di atas segalanya adalah terlarang
untuk memakai masakan orang yang tidak seiman, atau duduk satu meja bersama
penyembah berhala. Karena itu orang Yahudi teguh dalam kepercayaan, atau
keunggulan dirinya sendiri dari orang-orang lain dari ras yang berbeda, dan
diharamkan dengan berbagai hambatan untuk bercampur dengan mereka, bahkan untuk
menganggapnya sebagai saudara. Setelah penghancuran Kanisahnya, maka
upacara-upacara korban harus dilepaskan dan tempatnya digantikan dengan ibadat
sehari-hari. Rukun ibadatnya meminta setiap orang Yahudi bersembahyang tiga
kali sehari, jika mungkin di Kanisah, mengucapkan doa syukur sebelum dan
sesudah makan, bersyukur kepada Tuhan atas setiap kesenangan, seperti
penglihatan yang aneh, bau harum sekuntum bunga, atau diterimanya kabar baik,
memakai busana yang lepas di sekujur tubuh (tzitzith), membawa jimat (tifillin)
sewaktu sembahyang pagi. Selanjutnya sebagai suatu lambang janji Tuhan kepada
Nabi Ibrahim a.s. setiap anak Yahudi laki-laki harus dikhitan ketika dia
berumur delapan hari. Bila dia telah mencapai usia tigabelas tahun, maka
seorang anak lelaki Yahudi memperoleh peresmiaan kedewasaannya (Bar Mitzvah)
dan terikat kepada kewajiban-kewajiban serta pribadinya dengan memakai tifillin
padanya, dan ‘dipanggil’ untuk membaca Taurat di depan umum.
Gambaran umum yang penting dalam
kehidupan keagamaan kaum Yahudi ialah ‘Musim yang ditentukan’ - - - Pesta dan
Puasa. Yang utama dari hal ini ialah Sabbath, hari istirahat mingguan. Sesuai
dengan citra Rabbinic, manusia adalah mitra Tuhan dalam penciptaanNya. Tuhan
bekerja menciptakan dunia ini dalam enam hari, dan kemudian Dia beristirahat,
manusia pun bekerja menjalankan tugasnya sehari-hari dan harus beristirahat.
Taurat memerintahkan istirahat penuh dari setiap pekerjaan. Selain hari Sabbath,
pada setiap minggu kaum Yahudi juga merayakan tiga hari besar pada setiap tahun
yang juga adalah hari istirahat. Dihubungkan dengan musim panen dari Tanah
Suci, pesta festival ini dipercaya sebagai mengenang peristiwa-peristiwa
bersejarah dalam kehidupan bangsa Israil. Yang terdepan dari peristiwa ini
ialah Passover yang jatuh pada tanggal 19 Nisan (Maret- April) yang berlangsung
selama tujuh atau delapan hari. Pada musim semi, yakni terakhir kembalinya
Alam. Passover ialah memperingati hari lahirnya Israil sebagai bangsa dan
hijrahnya dari perbudakan di Mesir. Tujuh minggu setelah Passover, kaum Yahudi
merayakan Shavouth, yakni Pesta Mingguan atau festival panen gandum. Hal ini
bersangkut paut dengan panen bangsa Israil – yang disebut juga Wahyu Ilahi
kepada Musa a.s. di Bukit Sinai di mana beliau menerima Sepuluh Perintah Tuhan.
Pada zaman dahulu, hal ini ditandai dengan membawa buah-buahan pertama dari
hasil panen ke rumah ibadah. Festival ketiga yakni Sukkoth (sepatu) Pesta ini
jatuh pada tanggal 15 Tishri (September-Oktober) berlangsung tujuh hari dan
dirayakan pada akhir penutupan panen anggur. Hal ini dimaksudkan untuk
mengenang empat puluh tahun pengembaraan kaum Yahudi di padang pasir.. Tahun
baru agama Yahudi (Rosh Hashanah) yang jatuh pada permulaan Tishri dianggap
sebagai ulang tahun penciptaan. Sepuluh hari dari Ros Hashanah melalui Yom
Kippur (Hari Penebusan), dikenal sebagai “Sepuluh Hari Pertobatan”. Ini hari
yang paling sunyi dari setahun, karena selama masa itu seluruh dunia sedang diadili
di hadapan Aras Tuhan di langit. Pada hari Yom Kippur, maka kaum Yahudi tidak
makan atau minum apa pun, ia menjalankan puasa yang paling ketat, dan
menghabiskan jaganya untuk bersembahyang sepanjang waktu.
KITAB-KITAB
SUCI AGAMA YAHUDI
Kitab-Kitab Suci agama Yahudi (Kisew
Ha-Kosdesh) terdiri dari semua kitab yang terdapat dalam apa yang disebut
Perjanjian Lama dari Alkitab Kristiani. Dalam Kanon Ibrani, kitab-kitab itu
disusun dalam tiga bagian sebagai berikut:
(1)
Taurat (“Hukum”) –terdiri dari Pentateuch (“Lima Kitab”) yang dinisbahkan
kepada Musa a.s., yakni terdiri dari kitab Kejadian, Keluaran, Imamat,
Bilangan, dan Ulangan.
(2)
Nebi’im (“Para Nabi”) – terdiri dari (a) Nebi’im Permulaan (misalnya Joshua,
Para Hakim, Samuel, dan Kitab Raja Raja); (b) Nebi’im Terakhir terdiri dari
Isaiah, Jeremiah, Ezekiel, dan “Duabelas” (seperti Hosea, Joel, Amos, Abediah,
Jonah, Micah, Nahum, Habbakuk, Zephaniah, Haggai, Zechariah, dan Malachi).
(3)
Kethubim (“Tulisan Suci”) terdiri dari (a) Mazmur, Amzal, dan Ayub, (b) Lima
Magilot, seperti Nyanyian Sulaiman, Ruth, Ratapan, Pengkhotbah, dan Esther, dan
(c) Daniel, Ezra-Nehemiah dan Tawarikh.
Referensi:
Ø Arthur
Hertzberg (editor), Judaism, Introduction
p. xv (Washington Square Press Book, New York, 1963).
Ø Isodore
Epstein, Judaism: A Historical
Presentation, p. 134 (Penguin Books, 1959).